***
Pelan-pelan Gama mengangkat panci sop dari kompor ke meja kitchen bar. Lucu melihatnya yang takut-takut itu dan mukanya yang penuh uap. Anne cuma memantau saja karena kalau bagian ini memang tugasnya Gama— dia sendiri yang ngide padahal Anne bisa dan agak khawatir juga padanya.
"Aku deg-degan banget deh."
"Soal gala premiere besok?" Gama menanggapi sambil menaruh piring dan sendok di depan sang puan dan memastikan dia mengambil bagiannya lebih dulu. "Jam berapa sih mulainya?" sambungnya kemudian.
"Kenapa? Kamu nggak bisa ya?"
"Bisa. Tapi aku kayaknya nggak bisa bareng kamu. Aku mau survei lokasi."
"Enakan mana jadi anak lapangan atau anak studio?" Anne bertanya sebelum suapan pertamanya sampai. Tapi yang namanya Anne, ia selalu punya jawaban sendiri. Jadi kalimat lainnya jatuh lagi. "Kelihatannya sih kamu suka-suka aja di lapangan yah, soalnya kamu suka belajar hal baru."
Gama tidak lupa menumpahkan air ke gelas milik Anne karena tahu sang puan selalu ngomong pas makan dan tidak jarang tersedak. "Masa sih?"
"Mata kamu kayak muncul bintang-bintang kalau lagi belajar sesuatu tahu nggak?" Anne bicara dengan binar mata yang sama bersinarnya. Kayak yang dia bilang— ada bintang-bintang itu. Anne juga punya. "Dari dulu. Waktu aku ajak kamu buat ikut tes ke Kanada, kamu yang paling semangat belajar. Belajar bahasa inggris. Bahasa prancis. Padahal kamu udah jago."
Ia mulai mengunyah makanannya. "Kamu sih enak nggak perlu belajar lagi emang udah pintar dari lahir. Aku harus belajar dulu biar bisa pinter."
"Aku pinter?????"
"Kamu ranking 1 loh. Aku ingat."
"Itu waktu kelas 10. Pas kelas 11 masuk kelas unggulan aku rangking 4 dari belakang dan langsung dikeluarin tau nggak," Anne tiba-tiba melebarkan tangannya dengan garpu di atas meja, menghadapkannya ke atas. "Jadi stop bilang aku pinter. Malu aku. Itu juga aku nggak tahu kenapa bisa ranking 1 padahal aku malas-malasan dan nggak pernah belajar tuh."
"Naaah maksud aku itu kamu malas-malasan aja bisa masuk kelas unggulan. Lagian rangking 4 dari belakang kalau di kelas unggulan itu pinter, Bee. Kalau kamu rajin, aku yakin kamu bisa masuk 10 besar."
Anne kembali lagi ke sop miliknya itu. "Nggak mau. Aku bersyukur banget tahu dikeluarin. Anak-anaknya pada ambisius parah. Dan egois. Mereka cuma mikirin diri mereka sendiri. Pernah waktu itu udah mau pulang malah nambah soal. Kan kasihan yang harus nunggu bis. Ketinggalan."
"Hahaha iya sih banyak yang bilang gitu ke aku. Makanya aku nolak."
"Iya-iya. Aku denger tuh infonya kamu nolak masuk kelas unggulan." seru sang puan bersemangat. "Kenapa sih kamu nolak? Songong banget."
"Aku kan maunya Bahasa."
"Tapi kamu malah 11 IPA 2 kan dulu."
"Iyaaa aku nggak lolos. Katanya nilai aku terlalu IPA banget buat Bahasa."
"Apaan deh. Nggak jelas."
"Tapi kalo kamu nggak keluar dari kelas unggulan dan misal aku lolos Bahasa pasti kita nggak ketemu di 12 IPA 2. Nggak bakal temenan juga."
"Kita udah temenan dari paskibra."
"Iyaaa tapi kan makin dekatnya pas sekelas."
"Tapi kamu pas kelas 12 kan ada cewek. Aku nggak mau sebut namanya."
"Hahaha apa sih. Dia udah married, Sayang."
"I know." Semua orang pasti tahu. Gama dan pacarnya itu cukup terkenal semasa SMA. Gama tidak heran kalau Anne tahu. "Tapi habis putus sama dia kan kamu nggak punya pacar lagi. Kamu gamon? Dia mantan terbaik?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNE AND GAMA (from September to July)
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Bagian kedua dari Anne and Gama (The 30th Night of September). Akan lebih bagus kamu membaca bagian pertama untuk bisa turutserta dalam perjalanan cinta Anne dan Gama. Namun tidak masalah juga kalau ingin membaca bagian ini saja. Bagian...