***
Getar panjang yang datang dari hape di meja nakas sebelah ranjang itu yang tidak kunjung diam akhirnya mengusik tidurnya. Juga bias cahaya matahari yang menerobos masuk dari sela-sela gorden besar yang begitu menyilaukan. Anne muncul dari persembunyiannya, meraba-raba meja nakas, mencari di mana hapenya dan akhirnya ia mendapatkannya.
Dengan mata setengah terbuka itu, ia berniat mematikan entah itu panggilan telepon atau alarm tapi getarnya lebih dulu mati dan menampilkan banyak notifikasi pesan di sana. Pesan dari Prisia.
Prisssss
Kenapa lo nggak angkat telpon gue?
Lo nggak lagi di apart lo ya?
LO DI APART GAMA?Mata Anne langsung menyala saat membaca pesan-pesan itu di layar hapenya. Dilihatnya jam di sana sudah menunjukkan pukul 07:36 WIB. Ia buru-buru bangkit tapi tidak jadi sebab menyadari dirinya tengah tak berbusana di balik selimut. Anne tidak tahu kenapa dia masih merasa tidak nyaman dengan situasi ini padahal ini bukan kali pertamanya. Dia enggan mengingat apa yang terjadi tadi malam padahal bukan kali pertamanya.
Dia malu, tapi salting juga.
Gama sudah tidak ada di ranjang. Diintipnya mungkin laki-laki itu ada di kamar mandi, tapi tidak ada tanda-tanda dia di sana. Anne berniat mengambil baju Gama yang dipakainya semalam yang tergeletak di lantai kamar. Berserakan dengan baju Gama dan yang lainnya. Dengan tangan pendeknya itu yang jelas susah karena jaraknya juga jauh — Gama muncul tiba-tiba, mengambilnya untuk Anne. Jelas membuat sang puan kaget.
"Sarapan dulu apa mau mandi dulu?"
Ia menjatuhkan tanya sembari memasangkan baju ke Anne. Baju yang mau ia ambil tadi. Anne sendiri jadi membeku karena kehadirannya yang tidak bisa dibilang tiba-tiba juga mengingat tempat ini adalah kamarnya. Dan sekarang harus dia yang memasangkannya baju seperti Ibu ke balitanya.
"Sarapan dulu kali ya,"
Cukup mudah mengingat kaos miliknya itu juga gede di badan Anne. Setelahnya dia beranjak untuk mengambil sisa-sisa baju di lantai kamar, tanpa peduli sama Anne yang masih mematung karena semua yang terjadi.
"Aku manggang roti. Sarapan kecil dulu nggak papa ya." Ia menghadapkan dirinya lagi ke sang puan. "Ntar pas mau ke kantor, kita sarapan besarnya. Kamu pengen sarapan apa?" lanjutnya dengan tangan penuh baju kotor.
Memang kelihatan yang satu-satunya awkard setelah kejadian semalam cuma Anne. Gama kelihatan biasa seperti tidak terjadi sesuatu. Apalagi melihatnya sudah seger banget habis mandi terbukti rambutnya setengah basah dan perawakannya udah rapi banget, siap ke kantor. Beneran kayak orang amnesia padahal lehernya penuh tanda merah di mana-mana.
"Kamu udah mau ke kantor?" Anne bangkit dari ranjang, mengambil langkah ke luar kamar. "Aku pakein concealer dulu leher kamu kalo gitu. Kelihatan banget soalnya." katanya lagi tapi Gama buru-buru melempar pakaian di genggamannya ke keranjang baju kotor, menangkap tangannya.
Dalam satu tarikan pelan, Anne berhasil berdiri di depan laki-laki itu. Yang sekarang cuma berjarak beberapa sentimeter — yang Anne bisa dengar deru napasnya di depan wajahnya. "Nanti aja. Soalnya takut nambah lagi."
Brengsek, umpat Anne dalam hati.
Gama lekas menarik tangannya untuk mengikuti langkahnya ke luar kamar — otomatis membuat Anne mengerjapkan matanya lagi, cukup menyebalkan. "Lagian emang kamu nggak lapar? Kamu kan semalam — "
"Diem!" Perempuan itu langsung menutup mulut lelakinya.
Pemandangan yang cukup aneh untuk dilihat. Anne bertelanjang kaki di sana. Rambut panjangnya berantakan — yang masih kelihatan cantik. Kaos milik Gama yang menenggelamkan dirinya itu udah lecek bahkan sampai miring-miring, menampilkan tulang selangkanya. Jauh beda sama Gama.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNE AND GAMA (from September to July)
Fanfiction[COMPLETED] Bagian kedua dari Anne and Gama (The 30th Night of September). Akan lebih bagus kamu membaca bagian pertama untuk bisa turutserta dalam perjalanan cinta Anne dan Gama. Namun tidak masalah juga kalau ingin membaca bagian ini saja. Bagian...