SPECIAL PART: ACCIDENT

147 21 34
                                    

Banda NeiraBiru (Menampilkan Layur)

***

Gue nggak akan bikin Gama melewati duka yang sama untuk kedua kalinya. Gue nggak akan bikin Gama merasakan luka yang sama untuk kedua kalinya.

Sebelum ia tidak sadarkan diri — kalimat itu terngiang di kepala Anne. Kalimat yang selalu dia pegang setiap Gama memberitahunya untuk hati-hati ya nyetirnya. Mama Gama itu meninggal karena kecelakaan tunggal. Sangat dadakan dan tanpa ada tanda apa-apa sebelumnya. Kejadiannya pas SMA. Anne menyaksikan langsung duka yang dia punya. Selama Anne mengenalnya, tidak pernah sekalipun Gama melepaskan senyumnya. Selalu merekah. Bahkan saat seharusnya dia sedih atau marah. Dan hari itu, Anne melihat sisi Gama yang lain. Gama yang menangis, Gama yang berduka dan Gama yang bersedih. Anne paham — kalau trauma akan hal itu tinggal dan menetap di diri Gama. Dan tidak akan bisa hilang. Anne menghargai trauma itu.

"Gummy, sorry."

Sayangnya, Anne melakukannya. Ia membuat Gama harus melewati duka yang sama untuk kedua kalinya, membuatnya merasakan luka yang sama untuk kedua kalinya. Anne — kecelakaan malam itu. Air matanya jatuh banyak di tengah tubuhnya yang terasa remuk. Ia tidak merasa sakit sama sekali meski seharusnya begitu. Dipikirannya hanya penuh Gama. Anne jelas tahu fakta kalau kematian tidak bisa dia elakkan. Kematian itu memang nyata adanya. Dan setiap ia melihat Papa Gama yang sekarang sendirian tanpa istrinya terus muncul di kepala Anne. Meskipun tidak tampak kesedihan di raut wajah Papa Gama namun pilunya terasa. Membuat Anne terus berpikir — bagaimana kalau nanti dia pergi duluan? Gambaran-gambaran itu sudah menetap di pikiran Anne sejak lama.

"Eh tolong dong telepon ambulance!"

Samar-samar suara orang meminta bantu juga kerumunan yang mulai menemuinya, Anne terus berusaha sadar dan memanggil lirih nama Gama sambil terus meminta maaf. Alih-alih ingin diselamatkan. Kecelakaan yang terjadi bukan hanya menghantam kepalanya ke setir mobil tapi juga rasa bersalah. Anne yang tidak hati-hati. Anne yang lalai.

***

Bayangan Papa datang ke sekolah dan langsung membawanya pergi tanpa izin guru, ke teman-teman atau sekedar mengambil tas di tas kembali berkumpul di kepala Gama saat Khaesan tiba-tiba datang ke ruang audio dan mengajaknya pergi. Pergi ke mana nggak dijawab-jawab sama Khaesan. Gama butuh penjelasan. Meski dia paham sama situasi ini.

"Nggak. Lo jawab dulu mau ke mana?" Gama menghindari tangan Khaesan yang siap menyeretnya. "Gue nggak bisa tiba-tiba ninggalin kerjaan gue."

Demi Tuhan, apapun pikiran jelek yang sekarang lagi dipikirkan Gama, ia berharap tidak kejadian. Namun mata Khaesan tiba-tiba memerah dan digenangi air. Gama menghela napasnya kasar setelah ditahannya lama karena tiba-tiba dadanya sesak. Setelahnya, ia buru-buru mencari hapenya.

"Anne kecelakaan. Sekarang udah di rumah sakit."

Anne. Kecelakaan. Rumah sakit. Tiga kata itu lantas membuat persendian lutut Gama melemas. Dia nyaris jatuh kalausaja tidak memegang gagang pintu ruang audio itu. Dan seperti ada batu besar yang menimpanya sekarang. Menguburnya ke perut bumi. Sesak dadanya. Ia jadi kesulitan bernapas. Kepalanya sakit tiba-tiba. Pandangannya jadi gelap. Ia menyisiri rambutnya ke belakang — rasanya ingin menariknya kencang. Tangannya mengusap wajahnya bahkan tanpa sempat ia membuka kacamatanya.

"Haduh lo ngomong apaan sih. Gue aja belom lama ketemu Anne. Dia pamit mau pulang duluan. Bukan Anne Annelka Yabela kali. Coba pastiin dulu."

Persis seperti saat Gama protes di koridor rumah sakit waktu itu. Sewaktu Papanya bilang Mamanya meninggal. Padahal dia masih ketemu Mamanya pagi tadi, masih disenyumin Mamanya, masih makan nasgor buatan Mamanya dan masih dimarahi Mamanya juga karena susah bangun.

ANNE AND GAMA (from September to July)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang