(25) Move On

163 21 10
                                    

***

"Udah direveal, Mas, siapa-siapa aja yang join?"

"Produksi Iyos yang megang. Pra produksi nggak tahu. Khaesan kali," Mas Tara mencoba mengingat-ingat di tengah grasa-grusunya menjauhi mixer sound system. "Cuma dikabari ke masing-masing tim aja."

Dua orang itu akhirnya melangkah bersama keluar dari ruang audio. Bagi Gama, ia perlu tahu. Sedangkan Mas Tara tidak peduli. Ia seperti sudah bisa menebak kalau yang akan bekerja dengannya orangnya itu-itu lagi. Sebagai junior, Gama masih deg-degan setiap akan memulai projek.

Ada Mbak Elgi dan Bang Iyos di dalam ruang meeting itu. Dua-duanya tampak sangat mendominasi. Garis-garis tegas di wajah mereka sedikit menakutkan. Walaupun pada akhirnya, senyum mereka menyambut ramah. Gama duduk di sebelah Mas Tara, sebagai perwakilan tim paska produksi. Mas Yudis kemudian datang bersama Mbak Rene di belakangnya. Seperti dejavu, Gama teringat pada projek pertamanya tahun lalu.

"Anneeee,"

Suara Mas Yudis tiba-tiba terdengar nyaring setibanya ia di kursi. Gama cepat menengok ke arah pintu. Radarnya untuk menerima nama itu cepat tersambung. Ditemukannya Anne — tersenyum. Namun bukan untuknya. Ia bahkan tidak memalingkan pandangannya ke tempat ia duduk. Padahal, kalau saja Gama tahu, kaki Anne kaku di ambang pintu. Saat tahu, Gama ikut bergabung di projek kali ini. Khaesan sampai berbisik padanya, kalau tak sanggup untuk melakukannya, ia bisa meninggalkan ruangan tersebut.

Namun, siapa yang bisa menghentikan ambisinya.

"Udah fix projek kali ini bakal sukses kalo Anne yang pegang naskahnya."

"Ah masa sih. Karena editornya lo kali, Mas, bakal sukses." sahutnya.

Sudah lama — rasanya lama sekali tidak mendengar suara Anne. Ikatan di dada Gama lepas perlahan. Ia ikut ketawa. Seperti yang lainnya. Siapayang tidak tahu hubungan Anne dan Mas Yudis yang sudah seperti siblings itu.

"Nggak lah. Ada cowo lu,"

Di saat itu, pandangan Anne dan Gama akhirnya bertemu. Yang perempuan berharap Gama akan menyanggah kalimat Mas Yudis. Namun ia diam saja. Anne sendiri juga — entah kenapa lidahnya kalut. Tidak ada di antara keduanya yang berbicara. Situasi tiba-tiba jadi canggung. Dingin.

"Profesional, Dis."

Itu seruan Mbak Elgi. Ia seperti paham kalau keduanya enggan untuk digoda. Padahal aslinya sedang dalam hubungan yang tidak baik. Bagaimana bisa selama pacaran, mereka tidak mendapatkan projek yang sama. Sekarang tiba-tiba saja — saat putus, justru malah satu projek.

***

Putus tapi lo satu kantor. Siapa yang bisa menghindari kebetulan ini. Anne bengong di meja kantornya. Khaesan yang paham sama situasinya, mendekat. Ia tahu kalau kepala Anne semakin ingin meledak.

"Kalo nggak mau ambil, bisa bilang ke Bang Iyos atau Mbak Elgi."

"Nggak papa," Perempuan itu menarik napasnya dalam-dalam — kemudian dihembusnya perlahan. "Gue pra produksi dia paska. Nggak bakal ketemu."

Memang benar. Tim mereka akan lebih sering bersama anak-anak produksi. Gama dan yang lain kerjanya belakangan. Anne tak perlu khawatir. Dan lama-lama, ia pasti akan pulih juga. Bagaimana pun, ia cinta akan pekerjaannya dan kantor ini. Tak ada alasan untuknya kabur.

"Gue kaget aja dia ikut projek Bang Iyos dan balik megang audio," cercah Anne lagi. "Bukannya projek dia sama Mbak Elgi bakal ada musim kedua?"

Khaesan diam — ia tidak tahu akan persoalan itu. Alasan Gama kembali megang audio. Juga soal akan ada musim kedua. Yang Khaesan tahu, projek laki-laki itu dihentikan sebentar sebab Kalea sedang sakit.

ANNE AND GAMA (from September to July)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang