Tujuh

1.3K 270 22
                                    

Bayu langsung misuh-misuh. Hari Sabtu adalah jatah cowok itu pulang ke rumah. Namun setibanya di rumah  ia malah mendapati ada Bude Mel. Moodnya seketika langsung jelek. Seharian dia diam saja.

"Emang kenapa sih, Bay? Itu kan budemu juga!"

Kay bertanya. Siang itu, Bayu mutung dan berdiam dengan bermain gim di balkon. Sementara Vidia dan Citra juga tidak ada yang keluar dari kamar. "Orang di sini anti banget ya?"

Bayu hanya mendengus. "Ya lo liat aja dong, Mbak. Sodara gue aja nggak ada yang mau keluar. Kalo tahu tuh nenek-nenek ada di sini, gue nggak bakal balik juga hari ini!"

"Emang kenapa sih?" Kay memang paling dekat dengan Bayu. Meski remaja itu adalah yang juga kerap menggodanya, tetapi cowok itu tidak pernah membuat Kay takut. Atau jengah. Dia tidak pernah terpengaruh dengan sikap Bayu yang awal-awal Kay bekerja di rumah ini selalu celometan. Apapun yang dikerjakan oleh Kay, pasti dikomentari oleh cowok itu.

Namun karena Kay tidak begitu menanggapi omongannya, lambat laun, Bayu berhenti. Dan mereka malah jadi semakin dekat.

"Lo harusnya tahu, Kay, kalau itu orang selalu mendiskreditkan anak-anak yang lahir dari nyokap gue. Yang dianggap hanya anak-anak yang lahir dari istri pertama Bapak."

Bayu kadang memang merasa bahwa Kay seumuran dengan dirinya. Kadang dia menanggalkan panggilan yang menandakan senioritas dari sisi umur Kay yang lebih tua dua tahun. Alasannya adalah supaya Bayu bisa memacari Kay. Dan tidak kelihatan seperti seorang oedipus complex.

Padahal kalau bedanya hanya dua tahun, tidak bisa dianggap oedipus complex. Kalau lima tahun lebih sih lain.

"Tapi dia tetap bude kamu kan?"

"Alah dia ke sini paling cuma mau ngerecokin Mas Sabda. Soalnya kan Mas Saga udah mau jadi sama Mbak Alyssa. Itu orang soalnya ngebet banget jodohin anaknya yang perawan tua itu ke anak-anak Bapak."

"Kenapa nggak dijodohin ke kamu aja?"

"Idih!"

Mereka berdua kemudian terbahak-bahak. Lalu kepala hitam dari orang bertubuh jangkung dan kekar, muncul. Pertama-tama, ketika melihat Kay ada di situ, mukanya agak tidak enak. Dia melempar pandangan ke arah Kay sejenak, sebelum fokus pada adik tirinya. "Bay, Mas mau ngomong."

"Ngomong aja."

"Di sini ada telinga yang nggak diperlukan. "

"Aku turun dulu, Bay. Makasih udah mau ngobrol sama aku ya." Kay yang tahu diri dan malas berada lama-lama di dekat Sabda, akhirnya melenggang pergi dari balkon. Dia kemudian memilih masuk ke kamar Dio yang sedang main game di tablet.

"Hei, anak gantengnya Mbak Kay!"

"Mbak Kay!" Dio terlonjak dan langsung melempar tabletnya ke sembarang arah. Untung mendaratnya masih di atas kasur! Dio langsung menyerbu tubuh Kayana dan menubruknya. "Dio cariin mbak."

"Gimana tadi pergi bareng Mas Sabda sama Mbak Sheila? Seru?"

Dio manyun. "Nggak seru, Mbak Kay. Mas Sabda gandengan terus sama Mbak Sheila. Dio kan takut jalan sendirian di tempat rame."

"Sudah, sudah. " Kay menepuk-nepuk puncak kepala bocah itu. Lalu mengajaknya duduk di atas ranjang. "Dio dibeliin sesuatu?"

"Dio beli krayon baru! Sama mainan pesawat terbang! Makan ayam goreng juga. Sayang Mbak Kay nggak ikut. Jadi nggak bisa makan ayam goreng!" bocah itu tampak menyesal karena Kay tidak ikut makan ayam goreng.

"Hei, yang begitu mbak Kay juga bisa bikin sendiri, lho. Nanti kita makan berdua ya?"

"Beneran Mbak Kay?!" bola matanya yang bundar dan menggemaskan itu berbinar-binar oleh rasa antusias. Membuat Kay jadi semakin terharu.

 Sweet HomeWhere stories live. Discover now