Tiga Puluh

1.4K 299 44
                                    

Hari itu terjadi pemandangan langka. Citra yang biasanya paling malas turun, dan lebih memilih untuk kelayapan entah ke mana, atau ngendon saja di kamar, siang itu turun.

Dia bergabung dengan Kayana yang sedang sibuk ngerujak bersama Mbak Tina. Setelah menidurkan Dio, gadis itu merasa gabut sekaligus bad mood karena kejadian tadi pagi, lalu memutuskan untuk pergi sebentar ke kios Tante sayur di komplek sebelah tempat tinggal keluarga Wasesa.

Kios Tante sayur itu cukup besar. Buah, sayur, daging, ikan, bumbu, semuanya ada. Biasanya kalau Mbak Tina akan memilih belanja di kios yang cukup lengkap tersebut karena belanjanya juga tidak banyak . Malas kalau harus jauh-jauh ke pasar.

Atau bila sedang kehabisan bumbu atau mendadak harus membeli sayur, telur dan yang lainnya, maka Kayana akan dimintai tolong untuk ke tempat itu dan membeli apa yang dibutuhkan.

Kayana mendapat semangka, melon, pepaya, mangga harumanis, mentimun, sayangnya tidak ada bengkuang. Hanya ada belimbing dan jambu air. Karena tidak suka belimbing bintang, Kay memutuskan untuk mengambil jambu air Citra yang warnanya merah menggoda itu. Bahan-bahan untuk membuat bumbunya ia hanya menambah cabai jablay dan kacang tanah. Anak- anak keluarga Wasesa tidak begitu suka makan pedas, sehingga cabai tidak selalu tersedia di dapur.

Sementara Mbak Tina mengupas dan merajang buah-buahan hasil buruan Kayana tadi, gadis itu sendiri sedang berjuang mengulek bumbu campuran dari bawang putih, kacang, asam Jawa, cabai jablay, terasi, garam, gula pasir, dan gula merah di atas lantai yang dialasi dengan kardus.

"Kenapa nggak pake chopper aja sih. Lebih gampang gitu." Citra muncul dengan celana pendek berbahan denim, kaus putih polos, dan headset yang melingkar di lehernya. Rambut panjangnya hanya ditahan dengan bando. Ia berkacak pinggang mirip dengan sipir penjara.

Sementara Mbak Tina hanya mengenakan one set warna hijau dengan lengan pendek. Rambutnya digelung asal sambil memegang pisau, berkutat dengan melon yang aromanya segar banget itu.

Kayana sendiri mengenakan celana selutut berbahan kain dan kaus oblong warna biru. Rambutnya diekor kuda.

"Lengan lo bisa ngalah- ngalahin Ade Rai tuh, Kay. " Citra kemudian melangkah mendekati kulkas khusus minuman. Biasanya gadis itu akan mengambil air minum Fiji atau soda. Tapi setelah pintu kulkas menjeblak lebar, kernyitan serta- merta muncul di dahinya yang mulus berkat kreasi salon. "Ini siapa lagi yang iseng beli Ultra Sari Kacang Hijau sebanyak ini?" gumamnya. Lalu menoleh ke arah Kayana dan Mbak Tina sambil berkacak pinggang. "Lo Kay yang beli Ultra kacang hijau ini?"

"Enggaklah, Cit. Itu bukan kulkas aku juga. Kayak ngelunjak banget kalau aku naro barang pribadi di situ. Aku palingan taro jamu kunyit asam sama kencur di kulkas belakang." Jelas Kay, tanpa mengalihkan perhatian dari cobek dan ulekan. Menghaluskan kacang bukan pekerjaan gampang. Apalagi kalau cobeknya tidak sebesar punya penjual rujak cingur di Genteng kali sana.

"Siapa ya kalo gitu?"

"Vidia?"

Citra serta-merta mencebik. "Mana mungkin sih tuh anak mau, sama yang beginian? Itu anak kan belagunya minta ampun kali. Maunya Coolpis, Chilsung, Milkis, sama apa lagi tuh pokoknya yang ada bau- bau Koreanya!" gerutu Citra, lantas menenggak air Fiji langsung dari botol.

Samar- samar terdengar suara Jess Glynne yang melantunkan I'll Be There . Suara itu kemungkinan besar berasal dari headset Citra.

Melihat Kayana yang masih berjuang menghaluskan kacang dan yang lainnya, Citra hanya menggeleng dan berdecak. "Kan udah gue bilang, pake tuh chopper. Buat apa juga dibeli kalo nggak dipake. Rusak kali. Karatan ntar. Pake sono! Takut apaan sih?"

 Sweet HomeWhere stories live. Discover now