Tiga Belas

1.2K 290 11
                                    

Setelah Bude kembali ke Gemolong, Kay berharap tidak ada drama lagi dalam keluarga itu. Minggu ini kesehariannya kembali lagi. Ia harus mengurusi Dio dari pagi sampai bocah itu tidur lagi.

Grup chat teman-temannya pun sepi. Hanya Agha yang masih kerap menghubunginya. Bertanya apakah mereka bisa ketemu lagi dalam waktu dekat ini. Kay sedang berpikir-pikir. Setiap bulan ia punya empat hari libur. Bisa diambilnya bila weekend. Meski faktanya, weekend kemarin jadi chaos karena hari Minggu pun dia harus masuk.

Dua hari ini dia merasa damai. Tidak harus melihat Sabda wara-wiri di rumah besar itu. Dia bisa bekerja dengan tenang.

Dan hari ini, Vidia belum membuat ulah. Dia pulang seperti biasanya. Anak perempuan berusia 15 tahun itu  akan masuk SMA pada pertengahan tahun nanti. Sementara Dio akan masuk TK B.

"Mau makan, Neng?" tanya Mbak Tina. "Saya goreng ikan asin jambal roti. Bikin sayur asem sama sambel terasi. Ada tempe sama kerupuk juga kalau Neng Kay mau, mah." Mbak Tina hari itu memakai daster putih bermotif polkadot.

"Makasih, Mbak. Sebentar lagi. Nunggu Dio tidur. Belum lapar sih."

"Bener? Bukan karena masakan saya nggak enak?"

Kay tersenyum lebar. "Kok Mbak Tina jadi insecure gitu? Kan kerjaan Mbak Tina di rumah ini sebenarnya cuma beres-beres dan jagain anak-anak itu."

Tahu-tahu bibir Mbak Tina sudah manyun. Mereka lagi ngobrol di ruang tengah. Dio hampir tertidur di sofa sambil menonton tayangan kartun siang hari setelah tadi menyelesaikan makan siang. Sementara  Kay memilih duduk dekat kaki Dio di sofa bed di depan televisi. Bukan love seat yang pernah dipakai Sabda dan pacarnya bermesraan. Setiap melihat love seat warna abu-abu di dekat jendela, Kay masih bergidik ngeri.

Baginya Sabda memang keterlaluan. Bermesraan dengan heboh, sementara di rumah ini ada anak umur lima yang menyaksikan kelakuan sang kakak dan tempo hari mengadu pada Kay.

"Mbak Tina udah makan?"

"Saya mau makan bareng Neng Kay aja. "

"Lauk buat anak-anak tadi beli apa, Mbak?"

"Beli cah brokoli sama ayam goreng tepung."

Kay manggut-manggut.

Makan siang Dio sendiri tadi berupa tumis pak coy dengan telur ceplok yang dibikinkan Kay mendadak.

Anak-anak di rumah ini, khususnya Citra, Bayu, Vidia dan Dio memang jarang menyukai masakan Mbak Tina yang menurut mereka rasanya di bawah standar masakan ibu mereka dulu. Jadi, biasanya saat makan siang Saga menelepon untuk meminta Mbak Tina atau Kay memesankan makanan di rumah makan depan kompleks yang menjual aneka masakan rumahan. Atau kadang delivery order di restoran tertentu. Atau biasanya Sabda datang dan membawa makanan. Tapi seringnya Mbak Tina yang pergi beli ke depan kompleks atau Kay yang pesan via aplikasi ojek online.

Untuk Dio sendiri, Kay lebih sering memasak yang praktis-praktis. Bocah itu suka sayur pak coy, tumis tauge dan tahu, sayur bening bayam dan jagung manis, sup ayam, ayam goreng, perkedel kentang tanpa merica,  telur, ikan lele goreng dan nugget. Tapi Kay hanya mengizinkan bocah itu makan nugget dua kali seminggu. Sosis dua kali seminggu, dan mie instan sebulan dua kali. Satu lagi, Dio tidak suka makan makanan yang sudah dingin. Bocah itu pasti akan rewel sekali.

"Neng,"

"Iya Mbak Tina?"

"Kok belakangan saya jarang lihat Mbak Citra. Neng liat nggak?"

"Wah sama dong kalo kayak gitu." Ujar Kay tidak melunturkan senyumannya. "Mbak yang tinggal di sini saja nggak pernah lihat. Nah gimana sama saya yang pulang-pergi?"

 Sweet HomeWhere stories live. Discover now