Sepuluh

1.2K 263 16
                                    

Selesai makan siang dengan Dytia, Kay masih melanjutkan untuk ke toko buku. Dia akhirnya memilih dua buku berdasarkan rekomendasi Dytia yang selain bekerja di toko buku juga merupakan seorang penulis serta bookstagramer--- yang laman Instagramnya dipenuhi oleh ulasan-ulasan tentang buku.

"Kalau lo suka kisah-kisah yang menyentuh hati, lo bisa baca punya gue aja sih. Judulnya The Man Called Ove. Ini tentang seorang pria tua. Di luarnya dia itu kayak galak. Aslinya lembut banget kayak mentega ditaro permukaan wajan gitu. Yang gue belum punya yang ini nih, " Dytia menyorongkan buku bergenre thriller bersampul hitam. "Thriller psychology. "

"Tebel juga ya?" Kay mengamati buku yang kalau dilempar ke kepala orang, bisa bikin pingsan saking tebalnya itu. "Yang ini lo nggak punya?"

"Mau beli masih mikir-mikir dulu. Tebel banget soalnya. Gue kan mau ngajuin judul buat skripsi." Ujar Dytia. Mendengar jawaban itu, mau tak mau Kay jadi terpekur sendiri. Selain Karyn, rupanya Dytia juga sudah mau skripsi. Seharusnya Kay tahun ini pun juga bisa maju skripsi.

"Hei," lagi Dytia menepuk pundak sahabatnya yang mendadak murung itu. "Nggak perlu sedih begitu. Judul yang gue ajuin juga belum tentu disetujui sama dosen kan. Lo nyantai aja. Ini bukan kompetisi, oke. Lo pasti bisa melalui ini semua, Kay."

"Makasih ya, Dyt." Wajah Kay masih menampakkan kemurungan. Dia sebenarnya memang ingin cepat-cepat lulus dan kembali ke Surabaya. Kangen pada keluarganya.

Ia kangen  pergi bersama -sama keluarganya. Makan tahu campur Lamongan, rujak cingur di Gentengkali, atau pecel semanggi di Taman Bungkul, sate klopo Ondomohen. Dan kebersamaan keluarga mereka ketika makan bersama. Liburan ke Tretes atau ke Batu atau ke Bali. Semuanya itu membuat Kay semakin sedih. Semakin merindukan keriuhan bersama kedua adiknya.

**
Baru saja turun dari motor dan hendak melepaskan helm, ponselnya sudah bergetar. Notifikasi pesan dari Bayu muncul.

Bayu: lo di mana Mbak?

Kayana: di Mangga Besar gue. Tempat temen. Ada apa?

Bayu: oh belom balik  kosan?

Kayana: belom. Kenapa sih Bayu?

Bayu: gue mo minta tolong.

Bayu: tar sore tapinya.

Bayu: gue mau cari sesuatu. Lo bisa kan nemenin?

Kayana: Inshaa Allah, ya, Bay. Liat entar. Rencana mau ke sana jam berapa nih?

Bayu: barang jam limaan gitu. Tapi lo mampir rumah bentar ya. Soalnya gue ajak Dio.

Kayana: sipppp. Oke.

Kayana tersenyum setelah membalas chat Bayu. Dia akan dengan senang hati untuk menemani cowok itu mencari apa pun di Mal. Terlebih karena cowok itu juga mengajak serta Dio.

***

Kali ini Kay mengenakan atasan berupa kaus putih polos yang dipadukan dengan skinny jeans warna biru. Rambutnya ia ekor kuda. Sementara ia melapisi kaus putihnya dengan vest yang senada dengan celananya. Setelah memulaskan pelembab, sunscreen, lip tint serta bedak tipis-tipis di wajahnya yang oval, gadis itu tampak puas mematut diri di cermin. Ini tidak terlalu menor.

Dengan motornya, ia meluncur ke Kembangan tepat pukul empat sore. Supaya ia masih bisa bermain-main sebentar dengan Dio. Sore begini biasanya Bayu punya kebiasaan olahraga di belakang rumah. Antara meninju sand sack, atau pull up atau push up atau sit up.

 Sweet HomeWhere stories live. Discover now