Sembilan Belas

1K 254 35
                                    

Sepulangnya dari mengantarkan Tiara ke hutan kota Srengseng untuk jogging bareng Gama, yang kelihatan sangat bingung ketika melihat Kayana pagi- pagi udah nongol di kosan Tiara, gadis itu langsung bablas ke Kembangan.

Kay sebenarnya cuma lari- lari biasa saja. Sementara Gama dan Tiara sudah berlari di depan berdua. Sambil lari dia berpikir tentang bagaimana caranya untuk mengatakan pada Saga bahwa ia tidak bisa ikut dinner malam nanti. Dia sudah punya alasannya. Pergi makan malam dengan pacar barunya.

Omong- omong, hingga pukul tujuh pagi ini, Agha juga belum menghubunginya. Tapi Kay tidak ambil pusing. Hidup tidak hanya untuk mengabsen pacar. Dirinya sendiri juga tidak mau diperlakukan seperti itu. Ditempelin sepanjang hari. Ditanyai setiap waktu.

Karena ketinggalan jauh dari Tiara dan Gama, Kay akhirnya memutuskan untuk mengirimkan chat ke Tiara. Berpamitan dengan dua insan yang sedang kasmaran itu. Kay menganggap bahwa tidak ada masalah dengan Gama. Dia normal- normal saja. Caranya menatap Tiara juga masih sama seperti waktu pertama kali mereka dinner bareng waktu itu. Penuh dengan sayang.

Yang mungkin memang belum ada cinta yang menggebu- nggebu. Tapi menurut Kay, yang Gama lakukan untuk Tiara kali ini cukuplah. Mengingat usia kebersamaan mereka yang bahkan belum satu bulan.

Kay tadi pun sudah bercerita bahwa dirinya dan Agha sudah jadian. Tiara menjerit heboh. "Gue udah ngira sih kalo kalian berdua itu pasti bakalan jadi!" cetus Tiara yakin. "Secara liat Agha natap elo tuh kayak yang terpesona gitu!"

"Apaan sih?!" Kay melempar Tiara dengan tisu bekas pakai. Keduanya kemudian saling terkekeh. Menertawakan satu sama lain. "Eh, tapi lo jangan bocor dulu ke yang lainnya ya! Gue belum sanggup kalo ditagih PJ sama anak- anak!"

"Haelah, Kay. Seret aja tuh si Agha. Suruh dia bayar. Entar kita pilih Haidilo deh atau Gyuka- ku. " Tiara mengangkat bahu.

"Aduh, jangan deh. Tar dikiranya gue sengaja morotin Agha dong. Biar gue aja deh yang traktir. Di Hokben kalau cuma buat lima orang Insha Allah juga gue masih sanggup. Tunggu gajianlah tapi."

"Asyik!" Tiara berseru girang.

***

Motor Kay memasuki halaman rumah keluarga Wasesa yang pagi itu hening. Tidak tampak kehidupan di area depan rumah itu. Baru saja kaki Kay menapaki undakan, pintu terkuak. Tampaklah Sabda yang hanya mengenakan bokser tanpa atasan. Memampangkan perutnya yang rata. Buru-buru Kay memalingkan wajahnya.

Ya Tuhan, apa itu?!

"Ngapain lo ke sini?" suaranya tidak menggelegar. Tapi tetap saja membuat Kayana takut. Efeknya bikin jantungnya berkelojotan tak karuan. Rasanya seperti melihat gorilla atau beruang Grizzly nongol tiba- tiba.

"Saya ... saya mau k-ketemu..."

"Lho Kay? Saya kira kamu libur?!" Kayana bisa bernapas lega ketika mendengar suara Sagara menyambar. Namun begitu, dia tetap tidak ingin membalikkan badannya. Tubuh Sabda sebenarnya sama sekali tidak jelek. Tapi itu semacam forbidden fruit bagi Kay. Meski dia pernah melihat Mas Arik bertelanjang dada waktu latihan pull up di belakang rumah mereka di Surabaya, tapi Sabda ini kan orang lain. Pendeknya bukan mahram. Dan yang bukan mahram tidak boleh terlalu sering dipandangi. Bisa timbul dosa dari mata.

"Lo ngapain pagi- pagi udah di sini? Nggak pake kaus lagi! Ini ada anak gadis! Yang sopan dong!"

Sabda berkacakpinggang. Kemudian Kay mendengar suara dengusan. "Sabda udah pergi Kay. Kamu bisa hadap sini sekarang. Ada apa? Kamu ada perlu sama saya?"

Kay serta-merta melirik sebentar. Dan benar saja, hanya tinggal Saga yang berdiri di ambang pintu dengan celana joggers dan kaus abu- abu. Tampak sangat ganteng sekali. Kay akhirnya benar-benar membalikkan badannya menghadap ke Saga. "Begini, Mas." Kayana memulai. Kedua tangannya saling meremas.

 Sweet HomeWhere stories live. Discover now