Empat Puluh Enam

1.4K 257 61
                                    

Mereka tentu saja tidak pergi ke hotel tempat Bayu menginap. Karena Bayu baru ingat, bahwa kakaknya juga menginap di hotel yang sama.

Jadilah setelah ke apotik naik mobil sewaan Aruna, mereka duduk di depan minimarket. Sementara Kay meneliti luka-luka di buku-buku jari yang lecet, Bayu tidak berhenti menatapi gadis itu dalam diam.

Ia teringat dengan peristiwa yang terjadi di hotel tadi. Rasanya memang agak berlebihan, ketika Bayu adu tinju dengan Sabda hanya gara-gara cowok itu emosi melihat kakaknya dengan perempuan lain di hotel.

"Bukan urusan lo juga gue pergi sama siapa,"

"Jadi urusan gue karena lo udah sama Kayana!"

"Emang kenapa lo sampai peduli banget sama Kayana?!"

"Karena ... karena ..." Saat itu, Bayu tidak sanggup menjawab. Betapa sulitnya mengakui bahwa dirinya, selama bertahun-tahun lamanya memang memendam perasaan pada gadis itu.

"Lo suka sama Kay, kan? Lo sayang dia?" tatapan Sabda ketika mengatakan hal tersebut, sungguh membuat Bayu akhirnya muntab. Emosinya memuncak. Tanpa pikir panjang, ia mengumpat.

"Brengsek lo, Bang!" ia berseru frustasi. Marah. Ingin meninju Sabda sampai lelaki itu tidak berdaya.

"Gue nunggu bertahun-tahun. Lo tahu, gue nggak kayak elo. Elo sama Bang Saga itu pewaris keluarga. Penerus nama besar Ayah. Sementara gue?" Bayu menunjuk dadanya sendiri. "Gue cuma anak yang berasal dari istri kedua. Gue bukan ras murni kayak lo sama Bang Saga. Maka dari itu, gue harus berusaha dari nol!"

Saat itu mereka berada di area rooftop hotel yang dipenuhi oleh tanaman beraneka ragam. Bagian itu memang sengaja digunakan untuk taman dan ada kolam renang infinity juga. Pemandangannya luar biasa bagus.

"Bagi gue, lebih baik ngeliat Kay jadian sama cowok lain. Ketimbang sama lo Bang. Gue bisa bersaing sama cowok lainnya. Tapi enggak akan bisa sama lo. Makanya, kemarin gue relain dia sama Abang. Tapi kalo lo brengsek begini..."

"Pukul gue kalo berani!"

Bayu menggeleng-geleng. Sebenci-bencinya dia dengan Sabda karena berhasil mendapatkan gadis yang diinginkannya, dia tidak ingin ada permusuhan di antara mereka. Sejak dulu, dari Sabda lah dia belajar segalanya. Sabda bukan sekedar kakak baginya. Lelaki itu juga sudah Bayu anggap sebagai pengganti sang ayahanda tercinta, sebagai sahabat, sebagai panutan. Ia ingin jadi seperti Sabda suatu ketika nanti. Bukan seperti Sagara.

Hanya soal perempuan, dia masih mau mengalah. Tapi kalau perempuan yang disayangi Bayu juga dicurangi Abangnya, tentu saja Bayu tidak terima.

"Sejak dulu gue selalu was-was kalau-kalau Kay lebih suka sama lo ketimbang gue..." Bayu akhirnya mengungkapkan ketakutannya. "Dan sewaktu gue tahu kalau elo akhirnya mendapatkan dia, gue berusaha untuk rela."

"Kalau lo emang secinta itu sama Kay, kenapa nggak buruan lo balik dari SG? Kenapa lo malah betah di sana?"

"Karena ngerintis usaha itu juga nggak gampang, Bang. Aku sama teman-teman baru mulai dua tahun belakangan ini. Harus bagi waktu antara kuliah sama kerja." Kata Bayu. Suaranya agak goyah.

Dua tahun ini, dia bersama teman-temannya yang enam orang itu memang sedang merintis usaha di bidang game developer. Dimulai dari garasi rumah Bryan yang berada di Bukit Timah. Walau belum begitu menghasilkan banyak uang, akan tetapi progresnya bagus. Banyak investor yang mulai tertarik untuk berinvestasi.

"Aku belum berpenghasilan banyak, Bang. Aku nggak mungkin bisa hidupin Kayana tinggal di Singapura kalau sekarang-sekarang ini. Aku berharap kalau dia masih sanggup nungguin aku. Tapi di sisi lain rasanya nggak adil nyuruh dia tunggu aku yang nggak pasti."

 Sweet HomeWhere stories live. Discover now