Dua Puluh Tujuh

1.2K 290 27
                                    

Belakangan ini Kayana merasa segala sesuatunya berjalan tidak sesuai dengan keinginannya. Hubungannya dengan Agha sepertinya agak berjarak setelah Kayana memilih untuk menemani Tiara saat hari Minggu. Hubungannya dengan Bayu juga jadi aneh.

Cowok itu seakan- akan merentang jarak dari Kayana. Sementara Sabda seperti biasa. Tetap jutek sepanjang waktu.

Kayana masih ingat dengan pertanyaan absurd yang disodorkan Bayu tempo hari.

Apakah dirinya menyukai Sabda?

Jawabannya sudah jelas.

Tidak sama sekali.

Kayana tidak suka cara Sabda menatapnya. Selalu sinis dan meremehkan. Gadis itu tidak suka cara Sabda memperlakukannya. Seperti seolah - olah Kay adalah babunya. Tidak hanya itu. Sabda adalah womanizer, itu sudah jelas. Buktinya, dia bisa bersama dengan beberapa orang perempuan dalam waktu bersamaan.

Yang ia lihat di mal  waktu pertama kali Kayana kencan dengan Agha lain dengan perempuan yang dipangkunya di ruang tengah waktu itu. Dan beda juga dengan perempuan yang dilihatnya di mal kemarin.

Kayana tidak akan pernah berkhayal bahwa Sabda jatuh cinta padanya dan akan berubah demi gadis itu. Lelaki dan kebiasaan mereka menurutnya akan sulit diubah. Apalagi jika sudah seumuran Sabda. Mungkin lelaki itu sudah kerap bersikap seenak udel bodongnya--- kalau dia punya--- sehingga meskipun kelakuannya tidak normal, dia tetap santai- santai saja. Tidak risi. Tidak malu.

Kayana tidak mungkin bersama dengan lelaki yang sejenis itu. Lagi pula di usianya yang masih awal kepala dua ini, jodoh masih jauh dari bayangannya. Kalau boleh, dia akan memilih jodoh yang seperti kakaknya.

Kakaknya adalah cerminan lelaki idolanya. Sosok bertanggungjawab pada adik-adiknya. Atau kalau mau halu, dia akan memilih Lee Minho atau Zheng Yecheng, IT Boy dalam drama serial Cina Love Under The Full Moon.

IT Boy?

Tiba- tiba wajahnya menghangat. Hampir- hampir dia senyum- senyum sendiri. Ketika hendak melangkah menuju pintu masuk, tubuhnya seperti baru saja diterjang tornado berseragam putih abu- abu dengan kepala diselubungi helm warna merah muda dengan stiker Bambi.

Vidia yang nota bene lebih tinggi dari Kayana, memanyunkan bibirnya. "Kenapa sih?" tanya Kayana.

"Nggak apa- apa, tuh. " Vidia kemudian nyelonong begitu saja naik ke lantai dua. Sementara  Kayana mengawasinya dari bawah, telinganya mendengar seseorang berseru dari depan. Buru- buru saja Kayana meluncur ke luar.

Dilihatnya anak lelaki berjaket hitam, rambutnya jambul depan ala Tintin. Memakai helm full face abu- abu. Kayana menyipitkan matanya. "Cari siapa, Mas?"

"Ehh..." Cowok itu diam saja. Kayana kemudian mengangkat bahu acuh tak acuh, namun suara anak lelaki itu kembali terdengar. "Sorry nih , Mbak. Kayaknya  helm saya tadi masih dibawa sama Vidia deh."

Anak lelaki itu akhirnya menunjukkan sopan santunnya. Ia berdiri di undakan teras rumah keluarga Wasesa, ia melepaskan helmnya. Wajahnya ganteng sih. Tapi kucel gitu. Tubuhnya jangkung. Hampir setinggi Bayu gitu. "Oh, helm?"

Anak lelaki itu mengangguk. Kayana mengamati penampilannya. Anak lelaki itu pun juga mengamati Kayana  balik. Kemudian cengengesan tak jelas. Persis seperti anak SMA pada umumnya. "Oh, kamu duduk dulu sebentar. Saya panggil Vidia dulu." Kata Kayana akhirnya.

Si anak lelaki mengangguk mantap. Melangkah menuju kursi rotan di dekat pintu masuk. Kayana berbalik lagi. "Eh, berarti tadi Vidia pulangnya bareng kamu dong?"

Cowok itu mengangguk lagi.

"Mau minum sesuatu?"

"Boleh."

 Sweet HomeWhere stories live. Discover now