Tujuh Belas

1K 263 24
                                    

Sejak Sabda menginap di rumah keluarga Wasesa, Kay merasa tidak lagi punya kebebasan. Ya walau pun dengan begitu artinya tidak ada lagi kegiatan menginap di rumah itu, karena Sabda dan Bayu sama-sama ada di rumah.

Tapi sayangnya Dio tetap menolak ditemani kakak- kakaknya menjelang tidur. Dan hal itu tetap membuat Kay harus pulang jam sembilan malam. Tidak ada bedanya sama penjaga toko. Saga sudah menawari Kay untuk tinggal di rumah itu, tapi tanpa berpikir panjang gadis itu menolak. Karena kata Ibunya juga neneknya, tidak boleh seorang perempuan yang masih perawan tinggal serumah dengan lelaki yang bukan keluarganya. Ora elok kalau kata orang Jawa.

Di rumah ini ada tiga orang lelaki dewasa. Ya bukannya Kay mau kegeeran juga sih. Bukannya Saga, Sabda atau Bayu mau menerobos masuk ke kamarnya lalu mengajaknya berbuat yang tidak- tidak. Bukan begitu. Pokoknya Kay tidak mau saja.

Hari Jumat datang. Dan karena hari Sabtu Saga ngajak dinner, entah ajakan itu masih berlaku atau tidak, Kay izin pergi sebentar mulai jam empat sore. Saking niatnya, dia bahkan sudah membuatkan makanan buat Dio saat siang tadi. Perkedel daging dan sayur bening bayam dan jagung manis.

Dia janjian dengan Agha untuk pergi ke Mal Kokas. Sedang ada pameran buku di sana. Niatnya mau pergi sama Dytia, tapi sahabatnya yang gila buku bahkan sudah pergi sejak hari pertama.

Kali ini Agha ngotot untuk jemput Kayana di rumah keluarga Wasesa. Padahal gadis itu sudah menolak mati-matian. Malas banget kalau digoda Bayu. "Gue nggak tega kalo lo balik malem- malem naik motor, Kay. Apalagi  Mal nya kan jauh. Belum macetnya juga. Jadi udah aja gue anter."

Dan Kayana tidak bisa menolak lagi. Sore itu dia numpang siap- siap di kamar Mbak Tina. Ia mandi bersih- bersih. Mengoleskan lotion, body butter plus sunscreen ke seluruh tubuhnya. Tidak lupa deodorant juga untuk mencegah bau ketek.

Ia mengenakan blus warna baby blue berlengan pendek yang dipadukan dengan rok 7/8 berwarna abu- abu besi. Rambutnya ia blow, dia sampai mengenakan hair mask juga demi memastikan bahwa rambutnya terlihat sangat hitam dan sangat lembut. Di pergelangan tangannya melingkar jam tangan bertali perak hadiah ulang tahun ke 20 dari neneknya. Lalu di telinganya ada giwang  emas putih berbentuk tetesan air hadiah dari ibunya.

Wajahnya dirias dengan saksama. Ia mengenakan maskara bernuansa blue midnight, eye liner untuk menegaskan garis matanya yang memang agak sipit. Lip tint soft pink dan terakhir adalah sentuhan ringan loose powder di wajahnya. Lalu parfum beraroma manis.

"Wah Neng Kay cakep banget. Mau kondangan ya, Neng?"

Kay berbalik. Ia mengulas senyum ke arah Mbak Tina yang mengenakan one set warna cokelat bunga- bunga. "Bukan Mbak. " Jawabnya. Belum- belum hati Kayana sudah melayang- layang. Rasanya jantungnya deg- degan. Agha sudah on the way sih katanya. "Oh, mau apa itu namanya ... Engg... kencan ya?"

Kay mengangguk-angguk.

"Tapi sumpah Neng Kay cakep bener. Kalo saya secakep Neng Kay, nggak mungkin saya kawin sama Joyo. Suami saya itu bisanya cuma jadi tukang bangunan Neng. Paling enggak saya sudah kawin sama anak Pak Camat." Bibir Mbak Tina mencong- mencong.

"Mbak Tinaaaa!" terdengar suara Bayu berteriak.

"Tuh Tuan Muda udah teriak!" goda Kay. Yang ditanggapi dengan cibiran oleh Mbak Tina. Tapi perempuan itu buru- buru ngacir ke luar kamar.

Setelah memastikan penampilannya memuaskan, Kay segera mengambil tas selempangnya. Kali ini dia mengenakan sneakers abu- abu yang dia beli lewat online.

"Widih mau ke mana nih?" Bayu ternyata masih berada di dapur. Dia mengenakan kaus basket dan celana jersey pendek. Keringat berleleran di tubuhnya. Pasti habis main basket di lapangan kompleks. Tatapannya menyapu tubuh Kay dari ujung rambut sampai ujung kaki, sembari berkacakpinggang seolah-olah menilai.

 Sweet HomeWhere stories live. Discover now