Epilog

2.3K 322 62
                                    

Satu tahun kemudian

Setelah melewati masa pacaran yang penuh tantangan, akhirnya Bayu memberanikan diri untuk melamar Kayana tepat pada ulang tahun gadis itu. Bulan Mei. Waktu itu, Bayu baru turun dari pesawat pukul tujuh lewat dan masih ngantuk berat.

Dari Singapura, lelaki itu langsung terbang ke Surabaya. Bayu melamar Kay di depan kedua orangtuanya dan para saudara ketika makan malam. Membuat Kay tidak bisa menolak. Jangankan menolak, berkata-kata pun ia tidak sanggup.

Padahal beberapa bulan sebelum lamaran itu, mereka sempat ribut perkara uang. Perkara apel, dan karena Bayu tidak mau Kay berkeliaran di dekat Sabda, dengan keras lelaki itu melarang Kay untuk pergi ke Jakarta. Padahal waktu itu dia lagi ada training di Kalachakra Hotel cabang Jakarta. Niatnya sekalian ingin ketemu Dio, tapi buntutnya panjang banget. Bikin Kay frustrasi.

Masalahnya, selama menjalani hubungan jarak jauh, Kay kadang bosan. Menunggu  Bayu duluan meneleponnya bisa berhari-haru kemudian. Soalnya kalau sudah sibuk, Bayu tidak akan ingat kalau dia punya pacar.

Saat long weekend, Kay terkadang bisa mendadak muncul di depan pintu apartemen yang Bayu sewa dengan dua orang temannya di Toa Payoh. Atau kadang Bayu yang mengunjungi Kay ke Surabaya setelah peluncuran game nya beres.

Terkadang mereka rukun seperti sahabat. Kadang romantis seperti pasangan pada normalnya. Kadang juga seperti musuh. Terlebih perkara uang. Bayu selalu ngotot untuk mengganti uang tiket pesawat yang dikeluarkan Kay ketika mengunjunginya ke Singapura.

"Ngapain amat harus diganti sih, Bay. Toh aku ada kok duitnya. Lagian tiketnya diskon kok. Lebih murah ke S'pore ketimbang ke Papua."

"Nggak. Pokoknya uang kamu harus aku ganti." Bayu bersikeras. "Kamu ke sini kan nggak cuma korban duit, Kay. Korban waktu juga. Aku cuma nggak mau kamu nyesel karena udah jauh-jauh sampai sini."

"Ya kalau gitu, ganti deh pake oleh-oleh. Banyakin beliin aku cokelat tuh."

"Yakin mau cokelat banyak-banyak? Nanti kalau gendut, tau-tau, nggak ada angin, nggak ada hujan, kamu ngomelin aku cuma karena tumbuh satu jerawat di jidat."

Kalau sudah seperti itu, bisa dipastikan Kay bakalan cemberut berjam-jam. Lalu Bayu yang belum pernah sekalipun punya pacar, pasti cuma bisa melancarkan jurus monyet. Alias garuk-garuk. Punya dua saudara perempuan dan banyak sahabat perempuan tidak lantas membuatnya jadi banyak mengerti tentang mereka.

Untung saja Kayana itu jarang ngambek. Dan karena dia juga punya pekerjaan, Kay tidak gampang merongrong Bayu untuk selalu ada 24/7 buat dia. Yang membuat Bayu bersyukur bisa memiliki Kay adalah, karena gadis itu tidak banyak drama.

"Jadi gimana, duitnya aku ganti ya?"

"Nggak usah deh, Bay. Kamu masih buat Dio atau Vidia. Atau apa gitu." Kay masih enggan menerima uang Bayu yang katanya sudah banyak.

Biasanya kalau sudah begitu, Bayu cuma mendecak. "Aku kerja jauh-jauh ini juga nantinya buat kamu," gerutu Bayu.

Satu hal yang Kayana sukai dari Bayu adalah, cowok itu tidak pernah menyentuh lebih dari tangan, memeluknya, mengacak rambutnya, atau cium pipi. Jarang dia mau mencium bibir Kay. Alasannya adalah, "Takut keterusan, Kay. Takut nggak bisa berhenti..." Kalau sudah begitu, Kay pasti langsung meleleh. Batal marah sama pacarnya.

"Udah aku transfer ke rekening kamu tuh," rupanya Bayu memang tidak rugi jadi programmer.

"Kok ngotot sih." Kay manyun. Saat itu mereka memang sedang duduk-duduk di restoran di Pulau Sentosa. Itu adalah kunjungan terakhir Kay sebelum mereka jadi suami istri.

 Sweet HomeWhere stories live. Discover now