Sang Pelindung

472 73 6
                                    

Hari ini Mahesa, Bumi juga Gendhis akan pergi ke SMA Mulawarman. Bumi mengatakan hal itu pada Gendhis kemarin, ia ingin dirinya ditemani oleh calon istrinya itu. Jadi hari ini, bak orang tua murid yang mengantar anaknya mendaftar sekolah, mereka pergi bertiga.

Yayasan Bumi Kertajaya adalah yayasan yang sudah dibuat sejak bertahun yang lalu ketika membangun taman kanak-kanak. Mulawarman dan Mahabrata adalah dua sekolah yang berada dibawah naungan yayasan Kertajaya. Kedua sekolah ini berbeda misi. Sekolah Mulawarman lebih menonjolkan budaya jawa, seperti tarian tradisional, wayang orang, menyinden, membatik dan segala sesuatu yang berbau jawa, tapi sekolah Mahabrata mengusung misi internasional, maka dari itu pengajarnya lebih banyak direkrut dari luar negri. Jayengrana adalah salah satu murid Sekolah Mahabrata.

Bumi turun dari mobil bersama Gendhis dan Mahesa. Jayengrana memarkirkan mobil di parkiran khusus kepala yayasan.

Bumi dan Gendhis menggunakan pakaian sarimbit batik. Entahlah pria itu ingin membuat semua orang tahu, bahwa yang mendampinginya ini bukanlah anaknya, melainkan calon istrinya.

"Ndoro, apa kabar?" Tanya kepala sekolah SMA Mulawarman itu.

"Baik Bu Soraya." Kata Bumi sambil mengamit tangan Gendhis.

"Silakan duduk ndoro."

"Ah ya terimakasih."

Bumi menopangkan kakinya ke atas kaki lainnya, dan ia tanpa canggung menautkan jarinya dengan jari Gendhis, hal itu mendapatkan perhatian khusus dari Bu Soraya.

"Saya mau mendaftarkan sepupu saya, Bu Soraya. Namanya Mahesa." Kata Bumi

Bu Soraya memandangnya dan tersenyum.

"Sebelumnya sekolah dimana?" Tanya Bu Soraya

"Di desa saya bu." Kata Bumi

"Oh iyakah?"

Mahesa mengangguk.

"Tolong totalkan semua yang dibutuhkan Mahesa, lalu laporkan pada saya, dan jika Mahesa membutuhkan sesuatu, atau harus membayar tagihan diluar dari yang saya bayarkan, ibu boleh memberitahukannya pada saya, nanti asisten saya akan urus." Kata Bumi

"Baik ndoro. Sebentar saya panggilkan dulu bagian pendaftaran ya." Kata Bu Soraya sambil berlalu.

"Gimana Mahesa, suka sekolahnya?" Tanya Bumi

"Iya, aku suka mas, eh pakdhe, om, manggilnya apa mbak?" Tanya Mahesa pada Gendhis.

Mahesa canggung jika harus memanggil nama saja pada Gendhis, walaupun aturannya begitu di urutan keluarga jawa. Setua apapun umur anak dari adik orang tua kalian, panggilannya tetaplah dek.

Bumi sudah malas membenarkannya. Masalahnya ia juga tak cocok dipanggil paklik. Gendhis tertawa geli.

"Terserah kamu saja lah, Hes. Dia nurut kok." Kata Gendhis.

"Ndoro, boleh lewat sini." Kata Bu Soraya.

Mereka semua beranjak mengikuti Bu Soraya. Tangan Bumi tetap setia bertengger di pundak calon istrinya itu, membuat para guru yang melihat disana memekik iri.

Siapa sih yang tidak tahu Raden Mas Bumi Anjasmara? Ketua yayasan termuda, terpelajar, terkaya, tersopan dan tertampan yang pernah mereka lihat.

"Silakan, ndoro, boleh diisi dulu formulirnya." Kata seorang guru yang mengurus pendaftaran itu.

"Biar calon istri saya saja ya. Dek." Kata Bumi memanggil Gendhis.

Demi apa kebetulan beberapa guru yang ada di ruangan itu melihat interaksi mereka berdua, hanya bisa menahan kebaperan itu.

The CousinsWhere stories live. Discover now