Malam itu sangat hening, damai, semua orang tertidur dengan lelap. Kecuali satu orang, sang ayah.
"Bunuh saja. Supaya berkurang bebanmu." Bisik suara di telinganya
Sang ayah berusaha menepis bisikan itu. Acara di tv sudah berkali-kali ia pindah. Ia berusaha memfokuskan diri pada acara malam yang jujur saja membuatnya malah semakin pusing.
Sang ayah mulai kebingungan ketika ia terjebak dalam situasi bertumpuknya hutang. Debt collector mengejarnya kesana kemari. Bahkan ada tengkulak yang terang-terangan ingin mengambil salah satu putrinya yang sudah dewasa untuk dijadikan istri demi membayar hutangnya.
Ia memohon untuk diberi perpanjangan waktu dan besok adalah batas waktu terakhir. Pesan mulai berdatangan, menyatakan bahwa mereka akan datang ke rumah.
Selain itu istrinya pun meminta untuk dirinya membayar uang sekolah ketiga anaknya yang sudah menunggak selama beberapa bulan.
Rasanya sesak sekali, ia ingin marah, namun ia tidak tega. Bahkan ke pesugihan pun ia tidak ingin melakukan itu.
Suasana rumah itu gelap, semua lampu ia matikan, kecuali tv yang masih menyala di hadapannya dan entah berapa banyak ia menenggak botol bir malam itu.
Sang ayah beranjak dari kursi, ia menuju ke gudang, mengambil sebuah jerigen berisi bensin yang tanpa sepengetahuan istrinya telah ia siapkan sejak beberapa hari lalu, dengan dalih untuk mengisi mesin generator listrik.
Dengan wajah datar, ia menyiram bensin itu ke sekeliling rumah, tak lupa ia menyiram ke dalam rumah. Tadi ketika makan malam, sang ayah sengaja memasukkan obat tidur dosis tinggi ke dalam makanan keluarganya, dan sekarang terbukti mereka tidak bangun sama sekali mendengar dirinya beraktifitas seperti ini.
Setelah selesai menyiram semua ruangan dengan bensin, ia menuju ruang kerjanya, mengambil sebatang rokok dan menyulutnya. Ia menarik sebuah laci dan mengangkat triplek yang menutup laci bawah. Ia melihat sebuah pistol kecil lalu mengambilnya, mengecek isi peluru dan mengembalikan setelan senjata siap menembak.
Sang ayah menuju ke dapur, menyalakan gas lalu ia duduk di kursi bar dapur.
"Bang?"
Tubuhnya membeku ketika mendengar suara istrinya. Ia terkejut, kenapa istrinya tidak terlelap, padahal dia memakan makanan sampai habis tadi.
Pria itu menoleh ke belakang.
"Dek? Kok nggak tidur?"
"Adek ada yang bangunin bang. Adek pikir abang."
Istrinya menuju ke arahnya. Matanya meremang, apakah harus keluarganya berakhir mengenaskan karena kesalahannya?
"Dek, adek mau khan sehidup semati sama abang?" Tanya pria itu
Istrinya memandangnya heran.
"Iya lah bang. Adek sayang banget sama abang. Apapun keadaan abang, adek bakal temenin. Kenapa emang bang? Abang mabok?" Tanya istrinya ketika melihat beberapa botol bir di meja bar itu.
"Ih ini bau apa bang? Gas? Astaga gasnya bocor!! Bang tolong!" Kata istrinya dan wanita itu terkejut juga karena menginjak sesuatu yang basah di kakinya. Ia berjongkok, dan menyentuh air di lantai itu lalu menciumnya. Bensin.
"Bang, kenapa ada bensin?" Tanya sang istri sambil berdiri perlahan, dan napasnya tercekat ketika sang suami mengacungkan pistol ke arahnya sambil bersimbah air mata.
YOU ARE READING
The Cousins
HorrorEmpat sepupu, Bara, Mahesa, Arjuna dan Genta. Mereka adalah anak-anak dari Sekar, Ajeng dan Ning. Sewaktu liburan, mereka berkenalan dengan Bumi, yang sekarang menjadi om mereka karena menikah dengan Gendhis, kakak dari Arjuna dan Genta. Bumi menga...