~30 : Terima Kasih Semuanya

127 27 5
                                    

Bagaimana ini....?

Semua yang di sana masih diam, setia menunggu pria bermanik emas itu menjelaskan segalanya.

"Kesal gue lama-lama, Gem. Ceritakan saja apa susahnya, sih?" Gerutu Halilintar mulai tidak sabar.

"Sabar, li. Jangan maksa." Ucap istri Halilintar sambil mengusap pundak suaminya itu perlahan.

Gempa sekali lagi menghembus nafasnya sembari melirik para saudaranya. "...Alena sudah menikah."

"Huh?"

Tersentak mereka semua tatkala mendengar kata-kata Gempa barusan. Wajah mereka semakin bertambah serius.

"Lo bohong, ya?" Tanya Ice dengan nada tak percaya.

"Ini bukan hal sepele yang bisa lo buat main." Sahut Halilintar dingin.

"Gue nggak bercanda. Gue serius, Alena sudah menikah." Jawab Gempa penuh yakin.

Halilintar dan Ice kembali terdiam, masih tak mau percaya dengan omongan saudara mereka itu. Menurut mereka, Gempa saat ini hanya ingin mengerjai mereka saja.

"Nggak percaya. Lo pasti mau ngeprank kita semua, kan?"

"Jangan berlebihan bercandanya, Gem. Lo tinggal sisa lima hari buat tunangan sama Alena. Ini nggak lucu." Lanjut Ice panjang lebar.

Wajah Gempa yang tadinya sedih seketika berubah kesal dan datar. Bisa-bisanya mereka berdua berfikir bahwa dirinya ini sedang membuat suatu candaan. Pada hal dia benar-benar jujur dengan penjelasannya itu. Tidak berbohong sama sekali.

"Gue ngga bercanda. Ngerti nggak? I'm serious." Tukas Gempa.

"Bagaimana Lo bisa tau?" Tanya ICE heran.

Lagi-lagi Gempa menghela nafasnya lelah. Dia sebenarnya enggan menceritakan hal ini untuk yang kedua kalinya.

Tapi lebih baik dia ceritakan saja biar mereka tidak penasaran lagi.

"Tadi saat aku mau membeli barangan yang diminta sama tante, aku sempat berpapasan dengan Alena. Aku lihat dia sedang berjalan dengan seorang pria yang tak pernah ku lihat sebelumnya." Jelas Gempa mulai membuka cerita.

"Oh. Trus?"

"Aku langsung berhenti di hadapan mereka dan langsung aku tanyakan perihal siapa pria di sampingnya itu." Lanjut Gempa lagi.

Mereka kecuali Taufan, Blaze, Duri dan Solar, hanya mengangguk mengerti dengan penjelasan dari Gempa.

"Dia bilang apa, nak." Tanya Amato.

Gempa terdiam lagi. Pikirannya kembali mengingatkan apa yang wanita itu bicarakan padanya.

"... Dia bilang... Kalau dia sudah menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Terus sekarang dia sedang hamil dan dia nggak mau kasih tau soal pernikahannya pada kak Gempa, karena dia takut kak Gempa akan sedih, kecewa, dan marah padanya. Benar, kan , kak Gem?"

Pandangan mata semua orang yang tadinya fokus menatap Gempa, kini mulai beralih melihat pada orang yang barusan ikut menjelaskan perkara itu yang ternyata adalah [name].

Gempa sempat kaget saat tiba-tiba wanita itumembuka mulutnya, ikut menjelaskan tentang masalahnya. "Kok kamu tau semuanya? Bagaimana?" Tanya Gempa heran.

[Name] hanya tersenyum saja. Wajah Gempa diliriknya sekilas sebelum menjawab.

"Tadi Alena yang memberitauku."

Mendengar itu, BoBoiBoy langsung menatap istrinya dengan lekat. "Kapan? Ku rasa tidak ada yang menelpon kamu hari ini."

"Dia kasih tau lewat WA." Jawab [name] singkat.

Semuanya mulai mengangguk paham. "Begitu..."

"Nasib adik gue buruk banget." Halilintar menatap Gempa kasihan.

"Semoga anda tabah menghadapinya~." Sahut Ice.

Gempa hanya tersenyum mendengar kata-kata ke dua saudara kulkasnya itu. "Iya."

"Kasian banget keponakan tante yang satu ini." Mara menepuk pelan puncak kepala Gempa sambil tersenyum kecil. "Coba move on, ok."

Gempa mengangguk sembari mengukir kembali senyum andalannya. "Aku coba."

Giliran Amato yang mengusap kasar kepala keponakannya itu membuatkan surai coklat Gempa menjadi berantakan. "Anggap saja Allah sudah merencanakan sesuatu yang lebih baik untuk kamu nanti di masa depan." Ucapnya.

"Iya, paman." Sahut Gempa.

Mereka semua memandang wajah Gempa sambil tersenyum semangat.

"Selamat move on, abangku~." Blaze dan Solar berseru menyemangati Gempa.

"Sudah sudah~ ayo kita bersenang-senang, abangku~~." Ucap Taufan semangat sambil menyumpal sepotong cake ke dalam mulut Gempa dengan tampang tak berdosa.

Gempa sudah tentu terkejut dengan tindakan bobrok Taufan itu. "Uhuk! Uhuk!" Pria itu terbatuk kecil.

"Astagaaa nah air." Mara mengulur secangkir kopi panas pada Gempa sembari matanya menatap nyalang ke arah keponakan keduanya itu.

"TAUFAN ANDREAS?!"

"I  iya, tante?" Taufan meneguk ludahnya susah payah.

Mara melirik Gempa seketika. "Sekarang apa, Gem?~"

Taufan sudah bersiap-siaga untuk memulai acara [lariannya] saat matanya melihat senyuman paling [manis] yang Gempa hadiahkan untuknya.

"Iya, Taufan. Gue punya dua pilihan yang bisa lo pilih. Sendok, atau piring? Ayo pilih?" Gempa mengangkat kedua belah tangannya yang masing-masing sudah memegang sendok dan piring plastik.

Glup

"Pilih~ pilih~. Anda masih punya 10 detik buat memilih~~>" Duri memasang wajah polosnya.

Semua yang di sana hanya tertawa mendengar ucapan Duri yang rada-rada polos itu.

"Hahahaha.!"

"Cepat, Fan." Gempa sudah mengambil langkah untuk mengejar abangnya itu.

"LARIIIIIIIIII!!!"

Taufan langsung membuka langkah, berlari sekitar ruang tamu itu untuk menghindar dari adiknya yang sedang dalam mode singa itu.

"MAAF GEMMM! GUE HANYA BERUSAHA MENGHIBUR LOOO!"

Mereka yang lain hanya bisa mentertawakan Taufan sambil sesekali bersorak dengan tindakan Gempa itu. Ada juga yang sempat merekam kejadian gaje ini.

"SINI LOOO!"

"HUWAAAAA TIDAKK GEMPAAAA!"

____________

HAI HAII!!! Sayangku!!

Bagian Gempa selesai jugaaaa. Akhir yang sungguh gaje.

Eits masih belum tamat, ya, sayang. Conflik besarnya akan segera hadir~~>

Ditunggu ya, my love love.

Lily pikir mau up besok. Tapi nggak papa. Hari ini ajaaa.

Hehehehehe.

Baiklah.

Sea you nanti, sayang

owner of my heartWhere stories live. Discover now