30. Dare

172 32 0
                                    

Haloooo, apa kabar?! Secapek apapun, jangan sampe kepikiran jadi ani-ani yaa (^⁠‿⁠^⁠)

Berikan feedback kalian dengan cara memberi vote di chapter-chapter yang ada ya! Yang siders pantatnya ketempelan wajan panas 😡

Enjoy, and happy reading 🕊️























"Lo tau sendiri, Jen. Move on nggak segampang itu."—Karin.





















•••••

Sang mentari agaknya tengah bahagia, hal itu terbukti dari senyuman cerahnya yang sedari pagi dengan setia menyinari bumi dengan begitu hangatnya. Angin berhembus dengan lumayan kencang, membuat hangat sekaligus dingin menembus kulit-kulit manusia yang ada di bumi.

Daun-daun kering berjatuhan seiring berhembusnya angin hari ini, sementara mereka yang masih segar kokoh berpegangan pada ranting-ranting yang ada di pohon. Bergoyang pelan seiring arah angin bertiup.

Helaan napas panjang mengudara dari belah bibir merah muda milik Karin, gadis itu duduk bersila di rooftop sekolah. Kegiatan Jum'at bersih telah usai setengah jam yang lalu.

Setiap selesai kegiatan Jum'at bersih, kelas akan kosong hingga istirahat pertama usai. Hingga akhirnya, Karin memilih untuk mencari udara segar. Dan ya, pilihan gadis itu jatuh pada rooftop sekolah. Sepi, sejuk, dan sangat cocok untuk merenung.

Kepala gadis yang tak lama lagi berusia tujuh belas tahun itu mendongak, menatap hamparan biru yang membentang luas di atasnya. Dengan hiasan awan-awan putih dengan bentuk yang menurutnya lucu-lucu. Ada yang menyerupai domba, kupu-kupu, bunga, serta masih banyak bentuk lainnya.

Kedua kaki miliknya ia luruskan, membiarkan kakinya seolah dirinya adalah seorang ratu duyung yang baru saja keluar dari perairan dan kini tengah mengeringkan ekor miliknya.

"Lo ngarep apa, Rin? Cinta di umur belasan itu cuman cinta monyet yang nggak jelas."

Ucapan Rendi kembali terngiang-ngiang di pikiran Karin, gadis itu merenung di sana. Ada benarnya juga ucapan Rendi, cinta di umur belasan hanyalah cinta monyet yang tak jelas. Dan sering kali berakhir asing.

Gadis itu lagi dan lagi menghela napas, memejamkam matanya, membiarkan hangatnya sang mentari menyapa wajah ayunya. Rambutnya yang ia urai tertiup angin pelan, sebuah bandana biru kesukaannya turut menghiasi rambutnya.

Karin tersentak ketika sesuatu yang dingin menempel di pipi kanannya, gadis itu membuka matanya, menoleh guna melihat apa dan siapa yang sudah menempelkan benda dingin itu di pipinya.

Begitu kepalanya tertoleh ke kanan, ia mendapati Jenandra yang tengah berjongkok tepat di sampingnya dengan dua buah ice cream di tangan pemuda itu.

Jenandra duduk tepat di sebelah Karin, ia lantas menyerahkan ice cream itu pada Karin. Sayangnya ice cream kesukaan Karin tengah habis, jadi Jenandra membeli ice cream mochi dengan varian rasa klepon untuk Karin.

"Thanks." Karin berujar sembari menerima bungkusan ice cream mochi berwarna hijau itu. Gadis itu membuka bungkusannya dan mulai memakan kudapan manis nan dingin itu sebelum mencair.

Jenandra pun sama, dirinya ikut melahap miliknya. "Masih galauin si Rendi?" Jenandra bertanya tanpa menoleh pada si gadis, matanya yang sipit sibuk menatap pada makanan manis itu.

Karin menggumam kecil, "Lo tau sendiri, Jen. Move on nggak segampang itu." Helaan napas kecil mengudara lagi dari belah bibir Karin.

Sejak kejadian beberapa minggu yang lalu, kini Jenandra dan Karin menjadi jauh lebih dekat dari sebelumnya. Jenandra yang semula merasa harus menyerah akan cintanya untuk si gadis, kini merasa memiliki kesempatan untuk bisa merebut perhatian Karin.

HEY, LOOK AT ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang