CHAPTER 27

653 35 2
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Ma!" Seorang gadis kecil dengan lincah berlarian dan langsung melompat ke dalam pelukan ibunya.

"Hai, sayang!" Sang ibu langsung mengangkatnya ke dalam gendongan dan tak lupa memberi kecupan singkat di pipi tembemnya.

"Hari ini ngapain aja di sekolah?"

Gadis cantik berusia enam tahun itu dengan senangnya berceloteh menceritakan kegiatannya di sekolah hari ini. Mulai dari menggambar, bermain dengan teman-temannya, serta menceritakan hasil ujiannya yang mendapat nilai sempurna!

"Niran dapat nilai seratus karena tadi malam belajar sama Mama!" serunya dengan kedua tangan terangkat ke udara, bibirnya tersenyum lebar hingga menampilkan deretan gigi susunya yang lucu.

"Pinternya anak Mama!" puji sang ibu membelai rambut panjangnya yang terurai indah.

Kaniran Elora Zaraga, begitu nama gadis kecil itu. Anak cantik yang tumbuh dengan pintar dan aktif. Senyumnya manis, persis seperti ibunya yang selalu membawa kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarnya.

Selang beberapa saat, Niran merasakan tubuhnya seolah bergerak turun. Benar saja, dia diturunkan dari gendongan ibunya.

Garis-garis kerutan tanda bingung mulai berjejak di kening Niran.

"Ma?" tanyanya dengan bingung, menatap ibunya yang perlahan berjalan menjauh meninggalkannya.

Dilihatnya sang ibu pergi menuju secercah cahaya putih yang begitu terang, entah ada apa di balik sana hingga membuat ibunya tiba-tiba meninggalkannya tanpa sebab.

"Ma!" teriaknya sambil berlari kencang. Tetapi anehnya, tiap kali ia berlari, sosok ibunya itu justru terasa semakin jauh dan perlahan menghilang dari pandangan.

"MAMAAA!" Kali ini Niran berteriak sekuat tenaga, bersamaan dengan dirinya yang terbangun dari tidurnya.

Napas Niran terdengar memburu, ia menatap ke sekelilingnya dan matanya berhenti pada jam dinding yang ternyata baru menunjukkan pukul tiga pagi.

Niran menghela napas lega, wajahnya telah basah dengan buliran keringat dan tanpa sadar pipinya juga basah akibat air matanya sendiri.

"Sayang...."

Mendengar panggilan itu, Niran lantas menoleh pada Kairo yang ikut terbangun akibat teriakan Niran.

"Kenapa?" tanya Kairo lembut sambil satu tangannya kembali membawa Niran ke dalam dekapannya.

"Gue mimpi nyokap," sahut Niran dengan suara serak menahan tangis.

"Ya udah, tidur lagi, yuk!" Kairo mengusap-usap punggung Niran beberapa kali, berusaha memberi ketenangan agar Niran bisa kembali terlelap.

Say Yes, Bitch!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang