CHAPTER 15

2.2K 87 0
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

"Jadi, unsur golongan transisi itu semuanya berbentuk logam, sehingga disebut golongan logam transisi periode empat."

Niran menguap lebar selagi memerhatikan penjelasan Pak Burhan yang sama sekali tidak masuk ke otaknya.

"Apa sih, periode-periode, presiden kali ah pake periode segala!" celetuk Niran pelan. Tanpa sadar, celetukannya itu tertangkap oleh telinga Marlo hingga membuat cowok itu terbahak kecil.

Mendengus kasar, Niran beralih membaringkan kepalanya di atas meja, wajahnya menghadap ke arah Marlo yang tampak serius memerhatikan penjelasan Pak Burhan.

Seperti biasa, cowok itu memang ganteng.

Namun, semua kekaguman Niran selama ini atas kegantengan Marlo tiba-tiba sudah lenyap begitu saja. Entah mengapa, sekarang Marlo malah tampak biasa saja di matanya. Padahal, dulu bagi Niran, Marlo itu paling ganteng satu sekolah.

"Sorry, Mar. Soalnya lo kebanting ama laki gue," ucap Niran di dalam hati seraya menahan tawa.

Dia tersenyum lebar dengan pandangan kosong, kini otaknya sedang berkelana pada sosok lelaki ganteng yang paling ia kagumi saat ini, Kairo.

"Lagi ngapain ya dia?" gumam Niran. Dia menggapai ponselnya di laci meja, kemudian mulai diam-diam mengotak-atik benda tersebut.

Niran :
HELLOOO!!!!

Send.

Sekitar sepuluh detik kemudian muncul balasan.

Mas Husband🖕🏼💙:
Helooo. Udh istrahat?

Niran :
Belumm

Niran :
Tpi gw kangen

Mas Husband🖕🏼💙:
Wkwk aku jugaa. Nanti di rumah ayo pelukan yg lama! ❤️

Bibir Niran seketika melengkung membentuk senyuman manis, jantungnya langsung berdebaran antusias, tak sabar menunggu jam sekolah berakhir untuk bertemu Kairo.

Baru pertama kali dalam sejarah hidupnya, Niran merasakan kisah cinta seperti ini. Sederhana, tetapi selalu berhasil membuatnya antusias dan berdebaran tiap kali memikirkannya.

Entahlah, Niran juga kurang mengerti mengapa rasanya semembahagiakan ini hanya untuk melihat lelaki itu saja. Cukup melihat dia menyapa Niran dengan hangat, lalu memeluknya. Rasanya sudah sangat menyenangkan.

"Bucin amat gue!" Niran menepok pipinya sambil senyum-senyum sendiri.

•••

"Ran, besok jam tujuh ngumpul. Gas, nggak?" Giselda menyenggol pundak Niran yang sejak tadi berdiri di samping motor besarnya seraya bertukar pesan dengan Kairo.

Say Yes, Bitch!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang