06

4.7K 289 0
                                    

"Nggak, bukan gitu... " Ezra buru-buru menyela, dia takut Alea salah paham padanya. Bukannya dia tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Alea kemarin, bahwa dia ingin memoerbaiki hubungan mereka, namun masih ada keraguan di hati Ezra jika perubahan Alea tidak memiliki alasan yang jelas.

Perasaan takut ditinggalkan oleh orang yang di sayanginya membuatnya takut untuk mempercayai Alea, dia takut di saat dia berada di puncak kebahagiaannya karena perubahan Alea, wanita itu akan kembali membencinya seperti dulu, dan rasa sakit itu akan menjadi rasa sakit terbesar di hidupnya dibandingkan jika Alea terus membencinya tanpa memberinya harapan.

Oleh karena itu, Ezra tidak ingin berharap lebih kepada Alea, dia takut harapannya akan menyakiti dirinya sendiri.

Di sisi lain, Alea paham dengan kegundahan hati suaminya, dia juga tidak akan memaksanya untuk mempercayainya. Bagaimanapun kehidupan kedua yang dia alami tidak bisa diterima oleh nalar manusia, jadi dia tidak bisa mengatakan alasan itu kepada Ezra. Dia akan memberitahunya dan membuatnya percaya padanya secara perlahan, dengan setiap tindakannya yang tidak sama seperti dulu.

"Aku gak akan maksa kamu untuk percaya, aku cuma mau kamu tau kalau aku benar-benar ingin memperbaiki hubungan kita. Dan aku janji, mulai sekarang aku gak akan nyakitin kamu, entah itu luka fisik ataupun batin, kamu bisa pegang janji aku " Ucap Alea tegas, dia mengucapkan semua itu tulus dari hatinya, berharap Ezra bisa percaya dengan ucapannya.

"Aku minta maaf atas semua hal yang aku lakukan sebelumnya, aku benar-benar ingin memperbaiki hubungan pernikahan kita, kamu mau kan? " Tanya Alea serius.

Aura dominan yang di pancarkan Alea, serta suaranya yang tegas membuat Ezra tidak bisa meresponnya lebih, dia hanya menganggukkan kepalanya dengan perasaan bahagia.

Meskipun belum sepenuhnya percaya kepada Alea, dia yakin jika wanita itu bukanlah orang yang akan mengingkari janjinya. Setidaknya Ezra bisa mencoba mempercayai Alea, jika wanita itu memang berbohong, dia juga tidak mempunyai hak untuk protes, karena sejak awal statusnya memang hanya seorang pelayan.

"Kalau kamu setuju, berarti mulai sekarang kamu harus mulai membiasakan diri sebagai suami aku. Kamu masih ingat nama aku kan? "

Ezra mengangguk ragu, kenapa Alea tiba-tiba menanyakan apakah dia ingat namanya? tentu saja dia ingat, mana mungkin dia lupa nama orang yang di cintainya.

"Kalau gitu mulai sekarang stop manggil aku 'Nona' dan bicara formal sama aku "

"Hah? " Ezra terkejut dengan pernyataan Alea, karena Alea lah yang menyuruhnya untuk memanggilnya Nona, juga melarangnya untuk memanggilnya dengan namanya langsung.

"Kenapa? Gak mau? "

"Ma-mau " Sahut Ezra cepat.

"Good boy " Alea tersenyum puas melihat Ezra menuruti permintaannya.

"Sekarang udah waktunya makan malam, kamu mau makan di sini apa di bawah? " Tanya Alea menawarkan, siapa tau Ezra masih tidak kuat untuk turun kebawah, jadi mau makan disini.

"Di bawah aja " Jawab Ezra singkat, dia belum terbiasa untuk bicara terlalu panjang, apalagi kepada Alea.

"Yaudah, kamu turun duluan aja, Aku mau ganti baju dulu " Ezra mengangguk lalu beranjak dari kasur dan keluar dari kamar Alea untuk turun ke bawah.

Setelah Ezra keluar dari kamarnya, Alea segera berganti pakaian dan menyusul ke bawah. Namun pemandangan di bawah sana merusak suasana hatinya karena kehadiran seseorang yang tak di inginkan.

Di ruang tengah, dia bisa melihat adik tirinya tengah bercengkrama dengan seseorang yang sangat dia benci.

Merasakan tatapan tajam di belakangnya, Gavin menoleh untuk melihat Alea yang tengah menuruni tangga dari lantai 2. Dia berdiri dan berjalan menghampiri Alea dengan penuh semangat.

"Kak Alea! Gavin kangen! " Ucap Gavin antusias dengan mata berbinar menatap Alea.

Namun yang di tatap hanya meresponnya dingin sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar, mencari seseorang yang beberapa saat lalu ada di kamar bersamanya.

Tidak mendapati kehadiran Ezra di sana, Alea berpikir mungkin Vania dan Gavin tidak melihat Ezra keluar dari kamarnya, makanya tidak ada keributan yang terjadi, karena jika Vania melihat Ezra dari arah kamarnya, adik tirinya pasti langsung heboh dan memarahi Ezra seperti tadi pagi.

Merasa respon Alea berbeda dari biasanya, Gavin sedikit mengernyit dan menatap Alea kecewa.

Jika di masa lalu, Alea akan langsung membujuk Gavin begitu melihat tatapannya barusan, tapi Alea yang telah mengalami penghianatan dan kematian di kehidupan pertamanya, jangankan menyenangkan Gavin, bisa menahan diri untuk tidak menampar pria itu saja sudah keajaiban baginya.

Vania yang memantau interaksi kakak tiri dan temannya yang sedikit tidak biasa, beranjak dari sofa dan menghampiri keduanya.

"Kak, Aku secara tidak sengaja bertemu dengan Gavin saat hendak kembali ke mansion, jadi aku sekalian mengajaknya ke sini untuk makan malam " Ujar Vania berinisiatif menjelaskan apa yang terjadi.

Di sisi lain, Alea mengangkat sebelah alisnya mendengar perkataan Vania. Kejadian ini sama persis dengan kehidupan pertamanya, bedanya hanya satu, saat ini Alea merasa sangat bodoh karena pernah mempercayai ucapan Vania.

Dua bulan yang lalu, Vania membawa beberapa temannya ke rumah, dan saat itulah pertemuan pertama Alea dan Gavin.

Gavin yang pertama kali melihat Alea langsung menyatakan bahwa dia jatuh cinta untuk pandangan pertama, dan berusaha mendekati Alea sejak saat itu.

Seiring berjalannya waktu, tidak sampai satu bulan untuk membuat Alea membuka hatinya untuk Gavin. Mungkin karena pria itu sesuai tipenya, jadi Alea mulai membuka diri menerima kehadiran Gavin di sekitarnya.

Seminggu yang lalu, Gavin ikut ke luar kota bersama keluarganya, dan baru kembali hari ini. Tapi Vania mengatakan dia tidak sengaja bertemu Gavin? Sungguh kebetulan yang menakjubkan.

Alea memuji kehebatan akting mereka berdua yang sudah berhasil menipunya hingga kehilangan segalanya, jika tidak mendapat kesempatan kedua ini, dia tidak akan pernah melihat sebodoh apa dirinya yang sudah ditipu habis-habisan selama 2 tahun penuh.

Tapi kini Alea sudah pernah mengalami rasa sakit dari kematian, dan dia tidak akan tertipu dengan mudah untuk kedua kalinya.

Jika sesuai kehidupan pertamanya, Alea sangat senang dengan kedatangan Gavin. Bukan hanya makan malam bersama, dia bahkan memintanya menginap di mansion nya selama beberapa hari.

Mengingat itu membuat rasa bersalah merayap di hati Alea, saat suaminya di rawat di rumah sakit karena ulahnya, dia malah bersenang-senang dan memanjakan pria lain di rumahnya.

Tapi kini berbeda, jangankan meminta Gavin menginap di mansion nya, Alea bahkan sudah muak hanya dengan melihat wajahnya lebih lama.

"Lain kali jangan membawa orang luar ke dalam mansion tanpa sepengetahuanku " Ucap dingin Alea kepada adik tirinya, mengejutkan kedua orang yang ada di depannya.

"Kak? " Vania menatap Alea tanpa menutupi kebingungannya, dia merasa bahwa kakak tirinya tidak seperti biasanya.

Biasanya, meskipun tidak menyukai kehadiran orang asing di mansionnya, Gavin merupakan pengecualian bagi Alea, apalagi kedekatan mereka sudah tidak bisa di katakan asing lagi, karena setiap kali Gavin berkunjung ke mansionnya, Alea akan menyambutnya hangat.

"Kak Alea marah sama Gavin? " Tanya Gavin dengan ekspresi gugup yang dibuat-buat, dia mengira Alea marah padanya karena tidak menemuinya selama seminggu ini.

"Nggak, kenapa aku harus marah? " Balas Alea sarkas, sungguh menjijikkan melihat kemunafikan kedua orang di depannya ini.

Gavin tertegun mendengar nada sarkas Alea, bukankah biasanya wanita itu akan bersikap lembut padanya?

"Kak, kalau kalian ada masalah bisa di bicarain baik-baik. Gavin juga baru pulang dari luar kota sebelum ke sini, dia pasti capek, gimana kalau kita makan malam dulu? " Ucap Vania saat melihat perdebatan yang akan terjadi antara kakak tiri dan temannya.

Alea menatap sinis Vania sebelum berlalu meninggalkan mereka menuju meja makan.

Memanjakanmu di kehidupan kedua (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang