BAB 18. PANGKALAN

797 204 44
                                    

Dua hari yang lalu, ketika mobil yang membawa para penyintas tiba di pangkalan, laki-laki dan perempuan di pisahkan, lalu di pisah lagi berdasarkan pengguna kemampuan dan penyintas biasa.

Raya berdiri sambil memeluk Ryan dalam antrian. Ada banyak penyintas yang mengantri untuk masuk ke dalam zona aman yang diciptakan oleh militer.

"Berbaris! Jangan ada yang ribut!" Tentara bersenjata mengawasi para penyintas, mereka siap menembak jika ada kerusuhan.

Sebelum masuk, para penyintas diharuskan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Dengan langkah yang berdesak-desakan, Raya dipimpin masuk ke dalam sebuah tenda berukuran besar. Di sana ada banyak penyintas lain dan para tenaga medis yang memakai pakaian pelindung dan masker.

"Silahkan duduk, Bu." Salah satu tenaga medis menyambut Raya sambil tersenyum.

Raya mengangguk, duduk di atas kursi plastik yang telah disiapkan. Dia hanya mengangguk dan tersenyum mendengar petugas medis wanita itu menyapanya. Raya tidak tahu apa yang dilakukan petugas medis, akan tetapi lengan atasnya terasa sedikit sakit setelah disuntikan sebuah cairan.

"Belum ada vaksin yang berhasil dikembangkan untuk virus ini. Pemeriksaan ini hanya memastikan kalau tidak ada penyintas tertular yang masuk." Petugas medis itu menjelaskan sambil sibuk memeriksa Raya.

Raya hanya diam, mengangguk mengerti.

Melihat itu, petugas medis itu menatap Raya, lalu kembali berkata. "Manusia itu adalah makhluk yang pantang menyerah. Jangan khawatir, Bu. Semuanya pasti akan baik-baik saja."

"Ah, ya, terimakasih." Raya tidak tahu bagaimana harus menanggapi. Perasaannya campur aduk, dia sedang tidak mood untuk mengobrol dengan orang lain. Kepala Raya dipenuhi dengan kekhawatiran tentang Jack yang masih berada di luaran sana.

Selesai melakukan pemeriksaan, Raya kembali harus mengantri. Kali ini bukan pemeriksaan fisik, namun untuk menerima sebuah kartu setelah menulis data diri.

BLOK F

Dikeluarkan oleh militer.

Kening Raya bertaut ketika membacanya, dia tidak mengerti apa yang di maksud dengan blok F yang tertulis di kartu.

"F? Itu berarti lo akan tinggal di daerah kumuh."

Sebuah suara yang datang tiba-tiba mengejutkan Raya. Raya menoleh, melihat seorang wanita dengan celana jeans sobek dan crop top. Wanita itu mengunyah permen karet di mulutnya.

"Daerah kumuh?" tanya Raya.

Keduanya berjalan berdampingan.

"Yah. Pangkalan dibagi jadi beberapa blok. Yang paling kumuh adalah blok F. Isinya lansia, anak-anak, dan orang-orang cacat." Wanita itu tersenyum ketika mengatakan itu. "Yang paling atas ada blok A. Penghuninya dari pihak militer atau pejabat. Blok B untuk orang-orang kaya yang menyumbangkan persediaan, blok C untuk mereka yang punya kekuatan, blok D untuk orang-orang yang kuat secara fisik dan bisa membantu membangun pangkalan, blok E biasanya di huni para penyumbang persediaan dalam skala kecil."

Raya mendengarkan dengan seksama penjelasan dari wanita asing itu. "Kalau kamu?" tanya Raya, menatap wanita itu dengan ragu.

"Blok E," jawabnya.

Langkah kaki Raya berhenti, dia menatap wanita itu dari atas ke bawah. "Kamu membantu membangun pangkalan?" tanya Raya lagi.

Wanita itu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. "Enggak, enggak. Gue tinggal sama—um, apa, ya, sebutannya. Mungkin gadun?"

"Gadun?" Raya kaget, matanya melotot, mulutnya sedikit terbuka.

"Kenapa? Wajar kali. Liat ke sekeliling lo." Wanita itu memberi isyarat dengan bibirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang