Para penyintas dibawa kesebuah lapangan yang cukup besar dengan truk-truk dan bus berjejer rapi.
"MASUK SATU PERSATU! MASUK KE DALAM MOBIL!" Tentara-tentara itu berteriak menyuruh orang-orang untuk masuk.
Banyak orang masih menangis histeris, menangisi ibu, ayah, suami, istri, ataupun anak mereka yang tertinggal di luar tembok yang terbuat dari kawat besi. Beberapa bahkan memberontak pada tentara yang terpaksa menyeret mereka untuk masuk ke dalam mobil.
"DASAR KALIAN PEMBUNUH! ANJING PEMERINTAH! INI PASTI ULAH PEMERINTAH! MONSTER-MONSTER ITU PASTI CIPTAAN MEREKA! MEREKA SENGAJA INGIN MEMBUNUH KITA!" Seorang pria tua berteriak, mencengkram kerah pakaian salah satu tentara, mengutuk dengan kejam.
"Tenang, Pak. Tidak ada yang mau-"
"Halah, bangsat!" Pria tua itu menepis lengan tentara yang ingin membawanya masuk ke dalam mobil. "Kalau bukan karena kalian! Istri dan anak saya pasti masih ada! Kalau bukan karena kalian! Semuanya enggak akan jadi kaya gini!"
Dia menangis, tubuhnya yang tua terperosok jatuh. Di hadapan orang-orang yang menatapnya, pria tua itu membentur-benturkan kepalanya pada tanah dan terus menggumamkan istri dan anaknya.
Raya memalingkan wajah, matanya memerah. Rasanya tidak sanggup mendengar raungan keputusasaan dari orang-orang di saat dirinya juga tengah mengalami hal yang sama. Ryan di pelukannya hanya menatap sekeliling dengan mata sebulat anggur, anak itu masih tidak mengerti mengapa orang-orang menangis.
Penyintas lain juga tersulut emosi, mereka memberontak, mengucapkan kalimat-kalimat kutukan pada para tentara. Di antara mereka bahkan ada yang mencoba merebut senjata dari tentara-tentara itu.
Pada akhirnya, para tentara itu menodongkan senjata mereka, memaksa para penyintas untuk diam dan patuh.
"Kalau tidak ingin kami tembak, sebaiknya kalian menurut dan masuk ke dalam mobil!"
Setelah ancaman itu keluar, orang-orang yang memberontak akhirnya diam. Mereka takut jika mereka melawan sekali lagi, peluru itu akan menembus kepala mereka.
"Ayo, Mbak!" Andri menarik Raya naik ke atas mobil. "Bos bilang dia akan nyusul, itu berarti bos Jack beneran akan nyusul. Saya enggak tau apa Mbak sadar atau enggak, tapi bos lebih kuat dari keliatannya."
Mata Raya sembab, tatapannya menatap lurus ke kejauhan. Dia berharap bahwa di detik berikutnya Jack akan muncul, berlari, mencoba menyusul mobil.
***
Darah, tubuh manusia yang terpotong-potong, dan organ dalam berceceran di aspal jalan raya. Pelakunya adalah Jack yang berdiri di tengah tumpukan mayat zombie. Rantai di tangan pria itu berlumuran darah, bau amis menyebar membuat beberapa orang yang berada di dalam tembok kawat besi mengerutkan hidung.
"Pak-" salah satu dari mereka hendak berbicara ketika pria parubaya di depannya membuat gerakan berhenti.
Mata semua orang lurus menatap Jack yang membunuh semua Zombie. Mereka takjub sekaligus ngeri melihat pembantaian yang Jack lakukan.
"Apa sebaiknya kita buka gerbangnya, Pak?" Tentara itu memberi saran pada pemimpinnya.
"Jangan. Sehebat apa pun dia, lengannya di gigit oleh zombie. Dia pasti juga akan berubah." Pemimpin itu menggelengkan kepalanya dan menghela nafas berat.
Sayang sekali, jika ada orang seperti Jack yang bisa membunuh zombie-zombie itu di pasukan mereka, itu adalah keberuntungan. Sayang sekali lengan Jack tergigit oleh Zombie, yang menandakan jika sebentar lagi Jack akan berubah menjadi salah satu dari zombie.
"Apa kamu liat anggota keluarganya yang berhasil masuk?" tanya pemimpin itu.
"Lapor, Pak! Saya lihat. Dia datang bersama seorang pria, seorang wanita dengan anak."
KAMU SEDANG MEMBACA
JACK
RandomDi kehidupan sebelumnya, demi seorang wanita, Jack meninggalkan istri dan anak-anaknya di dunia yang sudah tak lagi sama. Mayat busuk, orang-orang serakah dan zombie. Siapa yang tau ternyata wanita itu hanya memanfaatkan kekuatannya? Bertahun-tahun...