"Hey! Stop!" teriak Mathea, terus berlari mengejar bayangan sosok misterius itu, dengan Anne di belakangnya yang berusaha menyusul. Napasnya terengah-engah, tetapi ia tidak bisa berhenti. Ia harus menangkap orang ini sebelum lebih banyak nyawa melayang.
Di belakang mereka, ketua detektif, Pak Darma, melihat kepergian mereka dengan bingung. "Mereka mengejar apa?" tanyanya, memperhatikan kerumitan yang terjadi.
Vino, yang juga ikut memandang, hanya mengangkat kedua pundaknya. "Tidak tahu, Pak. Mungkin lebih baik kita ikuti saja?" tawar Vino, merasa gelisah dengan situasi yang semakin menegangkan.
Pak Darma menggelengkan kepala. "Jangan. Selesaikan ini terlebih dahulu. Biarkan saja, Anne sudah menyusul Mathea, bukan?" ujarnya, sambil meneliti mayat yang tergantung. Dia tahu bahwa situasi ini berbahaya, dan mereka perlu fokus untuk memahami apa yang terjadi di tempat tersebut.
Vino hanya mengangguk, mengikuti perintah Pak Darma. Mereka berdua kembali memusatkan perhatian pada mayat yang tergantung, berusaha mencari petunjuk lebih lanjut yang dapat membantu mereka dalam penyelidikan, sambil tetap khawatir tentang apa yang sedang terjadi di luar sana.
----
Di sisi lain, Mathea terus mengejar bayangan itu hingga bayangan tersebut menghilang di lorong. Anne menyusulnya di belakang, napasnya terengah-engah.
"Kamu lihat apa-apa?" tanya Anne dengan suara yang berat.
Mathea melihat ke sekitar. "Tadi ada glitch di mata seseorang saat aku memotret mayat tadi. Coba lihat sendiri," ujarnya, menunjukkan kegelisahan di wajahnya.
Anne pun bingung dan mulai mencari foto-foto di kameranya. "Yang mana?"
Mathea menarik kameranya dan mulai mencari foto tersebut, tetapi saat ia mencarinya, foto itu tiba-tiba hilang.
"Loh, kok tidak ada?" gumam Mathea pelan. Anne mendengar suara lirihnya.
"Mungkin kamu halusinasi. Tidak ada apa-apa di sini," ujar Anne, merasa khawatir dengan situasi itu. Mathea bingung dan akhirnya memberikan kamera itu kepada Anne.
"Kamu lihat bayangan yang aku kejar, kan?" tanya Mathea, berharap Anne bisa melihat apa yang ia lihat.
Anne hanya menggelengkan kepala. "Tidak, tidak ada apa-apa di sini," jawabnya, membuat Mathea semakin gelisah.
"Mungkin kita harus kembali ke tempat mayat itu," saran Anne, berusaha menenangkan Mathea. "Kita perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."
"jika kamu tidak melihat apa apa kenapa kamu mengikuti ku?" tanya mathea.
"aku nyusul kamu, takut kamu hilang. Sudahlah, lebih baik kita kembali. Pekerjaan kita masih banyak," ujar Anne, lalu berjalan mendahului Mathea.
Mathea menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa bingung. Ketika bayangan Anne perlahan menghilang, seseorang tiba-tiba menarik tangannya.
Tangan Mathea tertahan dalam genggaman orang itu, dan mulutnya ditutupi oleh tangan bayangan hitam.
"ΜΜΗΗΗ! ΜMHHH! KAU SIAMMPHHH!" ujar Mathea berusaha melepaskan diri dari cengkraman tersebut.
Orang itu hanya terkekeh melihat Mathea yang tidak berdaya di tangannya.
Secara refleks, Mathea langsung menendang selangkangan orang itu. Begitu orang itu terhuyung karena kesakitan, Mathea mendorongnya hingga tersungkur.
"Siapa kamu?" gertak Mathea, seraya mengeluarkan pisau lipat dari jaketnya sebagai bentuk perlawanan.
"Arghhh! Sialan!" katanya dengan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My psycho GF (GXG) 21+
Mystery / Thriller"Kamu membunuh enam orang secara berturut-turut tanpa alasan yang jelas? Apa maumu?" suaranya bergetar, tetapi ia berusaha keras untuk tetap terdengar tegas. Sosok itu hanya terkekeh, senyumannya terlihat sinis saat ia mencabut pisau dari perut korb...