Sementara Ariana dan Anne berbicara, Mathea berada tidak jauh dari mereka, menyandarkan punggungnya di dinding rumah sakit. Dia mendengarkan percakapan mereka dengan cermat, hatinya berdebar-debar. Ketika dia mendengar bahwa Anne membawa Rayana ke kebun mangga dengan niat untuk memaksanya mengingat sesuatu yang menyakitkan, kemarahan Mathea langsung muncul.
“Anne!” teriak Mathea, langkahnya cepat mendekati mereka. “Apa yang kamu pikirkan?!” suaranya penuh dengan kemarahan dan kebingungan.
Anne dan Ariana menoleh ke arah Mathea, terkejut dengan kedatangan Mathea yang tiba-tiba. “Mathea, tunggu—” Anne mencoba menjelaskan, tetapi Mathea tidak memberi kesempatan.
“Jadi, kamu membawa Rayana ke tempat itu untuk apa? Agar dia bisa ingat bagaimana dia kala itu melihat kejadian tersebut !” bentak Mathea, wajahnya merah padam.
“Aku hanya… aku hanya ingin dia ingat hal itu, Aku pikir itu bisa membantunya!” Anne berusaha menjelaskan, tetapi Mathea tidak bisa menahan emosinya.
“Dengan cara yang menyakitkan? Kau tahu dia sedang berjuang, dan ini adalah cara terburuk untuk membantunya!” Mathea terus meluapkan kemarahannya. “Seharusnya kita menjaganya, bukan memaksanya mengingat hal-hal yang mengerikan!”
Ariana berdiri di antara mereka, mencoba menenangkan situasi. “Anne tidak bermaksud buruk, Mathea. Dia hanya ingin membantu, tapi mungkin dia salah langkah,” katanya, berusaha menjadi penengah.
“Tapi itu tidak bisa dibenarkan!” Mathea menggelengkan kepalanya, menatap Anne dengan tatapan tajam. “Kau harus lebih berhati-hati, terutama dengan kondisi Rayana. Kita semua ingin membantunya, tetapi kita harus melakukannya dengan cara yang benar.”
Anne menundukkan kepala, merasakan berat atas kata-kata Mathea. “Aku… aku tahu. Maaf, Mathea. Aku tidak berpikir jauh dan hanya ingin membantu Rayana. Aku tidak ingin menyakitinya,” ujarnya, suaranya penuh penyesalan.
Mathea mendesah, mengatur napasnya. “Kita semua ingin yang terbaik untuknya. Tapi kita harus bersikap hati-hati. Dia butuh dukungan kita, bukan tekanan,” kata Mathea, suaranya mulai melunak.
Ariana memandang anne dengan serius. ia pun langsung berlalu pergi meninggalkan anne dan mathea.
"sepertinya anne sudah curiga dengan rayana..." batin mathea,
__
Rayana membuka matanya perlahan, menatap langit-langit, dan mengernyit karena rasa sakit yang tersisa. Mathea, yang melihatnya sadar, langsung mendekat dengan cemas.
“Rayana, kamu sudah sadar?” tanya Mathea dengan suara lembut, menahan emosinya.
Rayana mengangguk pelan, memijat pelipisnya, lalu tanpa peringatan, dia bertanya, “Ah kenapa aku disini?" Tanya rayana.
"Apa kamu baik baik saja?" Tanya mathea sambil mengelus kepala rayana.
Rayana terdiam sejenak, ia tadi merasa mengingat sesuatu, namun ia lupa.
"Aku baik baik saja, tapi aku ingin bertanya padamu, apa kamu kenal dengan Dr. Leonard?”
Mathea tertegun. Wajahnya langsung berubah pucat, dan ia menatap Rayana dengan kaget. Pikiran Mathea berputar cepat, karena selama ini dia tahu bahwa Rayana tidak pernah terlibat dalam kasus Dr. Leonard secara langsung, apalagi menyebutkan namanya. Namun, pertanyaan Rayana kali ini benar-benar membuat Mathea bingung.
“Kenapa kamu tiba-tiba nanyain itu?” Mathea bertanya hati-hati, sambil berusaha menyembunyikan kegelisahannya.
“Aku... Aku ingat nama itu,” gumam Rayana pelan, suaranya terdengar lemah tapi penuh kebingungan. "Dr. Leonard... kenapa aku ingat namanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My psycho GF (GXG) 21+
Mystery / Thriller"Kamu membunuh enam orang secara berturut-turut tanpa alasan yang jelas? Apa maumu?" suaranya bergetar, tetapi ia berusaha keras untuk tetap terdengar tegas. Sosok itu hanya terkekeh, senyumannya terlihat sinis saat ia mencabut pisau dari perut korb...