lockdown

651 39 2
                                    

Rencana mereka berjalan sesuai instruksi, meskipun perizinan dari pemerintah cukup rumit. Kota ini benar-benar dikunci, tidak ada aktivitas pekerjaan yang diperbolehkan, dan setiap sudut dijaga ketat oleh polisi. Bahkan untuk ke supermarket pun dilarang, tindakan ini berlangsung selama tiga hari, dan kota ini lumpuh total.

Akibatnya, perputaran ekonomi terhenti selama tiga hari, dan banyak orang, termasuk pemerintah, mengalami kerugian. Namun, semua ini dilakukan dengan harapan dapat mengantisipasi dan menghentikan pembunuhan berantai, serta menangkap pelakunya.

Setelah tiga hari berlalu, mereka masih belum menemukan mayat atau menunjukkan kegiatan mencurigakan dari dokter-dokter bedah yang dipantau. Anne menatap layar CCTV yang menampilkan penjuru kota dengan ekspresi frustrasi. "Ini sudah hari terakhir, tapi belum ada penemuan mayat, dan dokter-dokter itu tidak menunjukkan aktivitas mencurigakan," gumamnya, tampak lesu.

Mathea duduk tenang, mencoba menenangkan pikirannya. "Apakah ini berarti rencana kita berhasil? Apakah pelakunya ada di antara dokter bedah itu?" ujarnya, sambil fokus pada kamera CCTV di masing-masing rumah sakit tempat para dokter tersebut bekerja.

Namun, Vino tetap terfokus pada satu titik, di mana seorang polisi tampak tidak bergerak sama sekali. Ia berkomentar, "Coba deh kamu lihat di Distrik 1. Polisi ini diem aja, dan benar-benar tidak ada pergerakan angin di sana."

Mathea memperhatikan dengan seksama, dan tiba-tiba bola matanya membesar. "Vin, An, kita harus kesana sekarang!" teriaknya, dengan semangat yang menyala. Dia segera mengambil kunci mobil, dan diikuti oleh Vino dan Anne yang berlari di belakangnya.

Mereka berlari memasuki lift, dan Anne menanyakan, "Ada apa sih?"

"Ini bisa jadi indikasi bahwa tidak ada pergerakan polisi di sana karena CCTV kita di-hack, atau memang ada sesuatu yang terjadi!" jawab Mathea, nada suaranya penuh ketegangan.

Walaupun Mathea baru di sini, naluri dan pemikirannya yang tajam seakan mampu mengalahkan pengalaman Anne dan Vino yang telah bekerja lebih lama.

Setelah keluar dari gedung, mereka bergegas menuju mobil Mathea. Namun, tiba-tiba suara komandan memanggil mereka dari belakang. "Mathea! Tunggu!" suaranya menggetarkan ketegangan yang mulai merayapi mereka.

Mathea menghentikan langkahnya sejenak, menoleh, dan merasakan detak jantungnya meningkat. Dia tahu bahwa pertemuan ini mungkin akan mengubah arah pencarian mereka.

"Kalian mau ke mana?" tanya Komandan polisi dengan nada serius, menghentikan langkah mereka sejenak.

"Ke Distrik 1. Kalau butuh bantuan, nanti kami telepon," jawab Anne cepat, sebelum Mathea langsung menyalakan mesin mobil. Ia menarik tuas dengan tegas dan langsung menancap gas, membawa mereka melaju kencang di jalanan yang sepi seperti kota mati.

Kendaraan melesat lebih cepat dari biasanya, memanfaatkan kekosongan jalan yang hanya dipenuhi beberapa mobil polisi yang berjaga.

"Bisakah kamu pelan-pelan sedikit? Aku masih ingin hidup!" teriak Anne, suaranya dipenuhi kekhawatiran. Namun, Mathea hanya melirik sekilas ke kaca depan, tidak menghiraukan permintaan kawannya dan tetap memacu mobilnya.

Sesampainya di Distrik 1, Mathea memarkirkan mobilnya di tepi jalan, lalu bergegas keluar, diikuti oleh Vino dan Anne. Mereka segera menuju polisi yang tampak mematung di sudut jalan.

Mathea memperhatikan dengan seksama. "Sial, ini manekin!" gumamnya, merasa tertipu.

"Apa-apaan ini?" Anne berjongkok dan memeriksa lebih dekat, matanya menyipit penuh perhatian. "Kenapa mereka memasang manekin polisi di sini? Apa gunanya?" keluh Mathea dengan kesal.

Vino, yang merasa ada sesuatu yang aneh, segera menghubungi Pak Darma. "Halo, Pak Darma, selamat siang. Kenapa di pertigaan jalan Distrik 1 hanya dipasang manekin polisi?" tanyanya, berusaha menahan emosinya.

My psycho GF (GXG) 21+ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang