Pria itu mempercepat langkahnya, melewati gang sempit di Distrik 5. Lampu-lampu jalan yang redup memancarkan bayangan panjang, dan udara malam semakin dingin, menusuk hingga ke tulang. Ia merasa ada sesuatu yang salah—seperti ada mata yang mengawasinya. Berulang kali ia berbalik, namun tak ada siapapun. Gang itu tampak kosong, hanya dipenuhi suara langkah kakinya yang menggema.
Namun, perasaan itu semakin kuat. Ketegangan menjalar di punggungnya, membuat napasnya semakin cepat. Ketika ia sampai di gang yang benar-benar sepi, tempat yang bahkan lampu-lampu jalan pun tak lagi menyala, seseorang muncul dari kegelapan.
Sosok bertopeng itu melompat dengan gesit, menyerangnya tanpa peringatan. Pria itu jatuh tersungkur, darah mengalir dari luka di lengannya akibat serangan tiba-tiba. Ketakutan mulai menguasainya, ia berusaha bangkit, namun tubuhnya lemas.
"Jangan... tolong...," pria itu memohon, suaranya pecah, penuh ketakutan. "Jangan bunuh aku..."
Sosok bertopeng itu hanya tertawa seraya mengeluarkan pisau, suaranya rendah dan mengerikan, menggema di gang yang sempit. Ia berjongkok di depan pria yang ketakutan itu, menatapnya dari balik topengnya yang khas—sebuah topeng dengan ekspresi kosong, seperti tidak ada belas kasihan yang tersisa.
"Aku tidak ingin membunuhmu... Tapi kamu memohon jangan membunuhmu, larangan adalah perintah" lirihnya.
"Tolong, aku tak punya masalah apapun dengan siapapun, aku hanya manusia biasa" korban memohon sambil menangis kecil.
"Justru Manusia seperti kamu... yang tidak pernah bersosialisasi, yang menutup diri dari dunia, kalian adalah sampah," ucap sosok bertopeng itu dengan dingin, nadanya datar namun penuh kebencian. "tidak ada gunanya hidup. Tidak ada yang akan merindukanmu."
Pria itu menangis, terisak, tak mampu merespon kata-kata kejam itu. Tapi sosok bertopeng itu hanya mengangkat pisaunya, tanpa rasa ragu atau belas kasihan.
"Dan sampah seperti kamu... tak apa-apa jika dibunuh."
Sebelum pria itu bisa mengucapkan sepatah kata pun lagi, sosok bertopeng itu menyerang dengan membabi buta, ia melayangkan beberapa tusukan di perut dan pundaknya.
Ia pun meletakan pisau itu di wajahnya dan menyayatnya, pria itu masih hidup, ia hanya bisa menangis,
"Tolong... Ampuni aku" nafas pria itu tersengal sengal karena ia telah kehabisan banyak darah.
Sosok bertopeng itu menatap pria yang terbaring lemah di tanah dengan dingin, sambil memutar pisau di tangannya. Ia mendekatkan wajahnya ke dada korban, mengamati setiap detak jantung yang masih berdetak pelan, dan tersenyum di balik topengnya.
"Kau tahu?" ucapnya dengan nada yang lembut namun penuh kegilaan, "Aku hanya ingin mengukir seni di dadamu... dan mengambil jantungmu. Itu akan memberi kesan kalau kamu tidak pernah merasakan cinta. Jadi, Tuhan merampas cintamu."
Pria itu, dalam napas yang terputus-putus, menatap sosok bertopeng itu dengan mata yang dipenuhi ketakutan dan kesakitan. Suaranya bergetar, lemah namun tetap berusaha melawan kata-kata keji tersebut.
"Tuhan mencintaiku...," gumamnya dengan sisa-sisa kekuatan yang ada. "Dan kamu lah yang merampasnya."
Sosok bertopeng itu mendekat lebih jauh, memperhatikan wajah korbannya yang pucat. Tawanya pecah, penuh ironi dan kekejaman.
"Tuhan?" bisiknya dengan nada sinis. "Aku lah utusan Tuhan."
Pria itu tertegun, matanya melebar, meskipun tubuhnya semakin lemah. Dengan suara serak dan hampir tak terdengar, sosok bertopeng itu melanjutkan, "Aku dikirim untuk mengurangi populasi manusia. Aku adalah utusan Tuhan untuk membawa keadilan... Tidak adil bukan jika kamu hidup menderita tidak berbaur dan bersosial, pengangguran, lebih baik kamu bersantai di surga, Semua orang di dunia ini melakukan berbagai cara agar mencapai ke puncak piramid, dan kamu... hanyalah langkah kecil dalam misiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
My psycho GF (GXG) 21+
Misterio / Suspenso"Kamu membunuh enam orang secara berturut-turut tanpa alasan yang jelas? Apa maumu?" suaranya bergetar, tetapi ia berusaha keras untuk tetap terdengar tegas. Sosok itu hanya terkekeh, senyumannya terlihat sinis saat ia mencabut pisau dari perut korb...