wo, hen, ai
Mathea terus merenungkan tulisan yang ada di hadapannya, namun tidak dapat memahaminya sepenuhnya.
Apa maksud dari tulisan ini? pikirnya. Hen? Ai? Dia semakin bingung, tak tahu harus berbuat apa dengan kalimat itu.
Tak lama, Mathea mendekati Vino, rekan kerjanya, untuk meminta pendapat.
"Menurutmu, ini tulisan apa?" tanya Mathea sambil menunjukkan selembar kertas.
Vino memandangi tulisan tersebut dengan seksama. Meski samar-samar terasa familiar, ia juga tampak kebingungan.
"Hmm, tulisan ini sepertinya sering muncul di setiap kasus pembunuhan sadis yang kita tangani. Ini sudah yang ketiga kalinya," ujar Mathea.
Vino terdiam sejenak, merenung dalam-dalam, lalu perlahan menepuk meja dengan tangan, seolah menemukan sesuatu.
"Sepertinya ini tulisan pinyin Mandarin, dan jika aku tidak salah, artinya adalah 'aku sangat cinta'. Jika kita kaitkan dengan kasus sebelumnya, apakah kamu yakin ini ada hubungannya?" tanya Vino.
Tiba-tiba, memori tentang pertemuannya dengan seseorang yang ia curigai sebagai pembunuh muncul dalam benak Mathea. Ia berpaling ke arah Vino, pikirannya berlari cepat.
"Vin, apakah nama-nama korban pertama, kedua, dan ketiga memiliki keterkaitan?" tanya Mathea penuh harap.
Vino segera membuka tabletnya, menelusuri kembali data kasus-kasus yang sudah mereka tangani.
"Korban pertama berinisial 'M', berusia sekitar 35 tahun. Korban kedua, berinisial 'A', berusia 22 tahun. Dan yang ketiga berinisial 'T', berusia 40 tahun. Namun, tersangka dalam kasus pertama sudah tertangkap. Kemungkinan besar ini..."
Belum sempat Vino menyelesaikan kalimatnya, Mathea dengan cepat merebut tablet dari tangannya.
"Vin, tersangka pada kasus pertama itu hanyalah kambing hitam. Aku yakin! Jika kau perhatikan, nama-nama korban saling berkaitan. M-A-T... Kemungkinan besar, pembunuh ini sedang mencari sasaran berikutnya yang berinisial I, sehingga jika digabungkan, membentuk kata MATI!" ujar Mathea dengan nada cemas.
Vino tertegun, tak menyangka arah pemikiran Mathea.
"Orang gila mana yang ingin menyampaikan pesan kematian dengan cara seperti ini, Mathea?" tegas Vino. Mathea menatap Vino dengan tajam, jelas tidak tergoyahkan oleh keraguannya.
Mathea kemudian mengembalikan tablet itu kepada Vino. Anne, yang sejak tadi hanya diam menyaksikan perdebatan mereka, tiba-tiba berdiri.
"Jarak antara korban pertama dan kedua adalah tiga hari, sedangkan jarak antara korban kedua dan ketiga adalah tujuh hari. Apakah ini berarti korban berikutnya akan jatuh dalam 15 hari?" ucap Anne dengan ragu, mencoba mengikuti intuisi.
Mathea menggeleng. "11 hari," jawabnya singkat.
"Pembunuh ini sedang mempermainkan kita. Angka 1, 3, 7, dan 11 adalah bilangan prima yang saling berkaitan. Ada rumusnya di sini, dan pembunuhan selanjutnya kemungkinan akan terjadi dalam 11 hari dari kemarin," jelas Mathea dengan penuh keyakinan.
Vino dan Anne saling bertatapan, mencoba mencerna pola yang baru saja terungkap.
"Kalau begitu, bagaimana kita bisa mencegah jatuhnya korban berikutnya dan menangkap pelakunya?" tanya Anne, suaranya dipenuhi kekhawatiran.
Mathea terdiam, kebingungan menyelimuti pikirannya. Semua ini hanya asumsi yang dia buat, dan dia tidak yakin ke mana semua ini akan bermuara.
Beberapa saat kemudian, Rayana datang menghampiri mereka. Pandangannya jatuh pada selembar kertas di atas meja yang bertuliskan "wo, hen, ai." Rayana menggumam dalam hati saat membacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My psycho GF (GXG) 21+
Mystery / Thriller"Kamu membunuh enam orang secara berturut-turut tanpa alasan yang jelas? Apa maumu?" suaranya bergetar, tetapi ia berusaha keras untuk tetap terdengar tegas. Sosok itu hanya terkekeh, senyumannya terlihat sinis saat ia mencabut pisau dari perut korb...