Awal

180 10 33
                                    


“Kalau kamu kost, ayah sama mama gimana, nak?” Tanya mama. “Teman mama kalau ayah lagi dinas luar itu cuma kamu, nanti siapa temen mama di rumah?”

Si gadis yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas, pembahasan soal izin untuk tinggal sendiri saat masuk kuliah ini tidak kunjung selesai dari awal ia mengutarakan keinginannya.

“Ma…” si gadis mengedipkan matanya beberapa kali mencoba meraih tangan sang mama. “Trus Shani harus gimana? Kalian sama sekali ga izinin Shani bawa mobil sendiri ‘kan?”

“Supir? Ayah ngga percaya, jadi Shani harus gimana?” Tambahnya.

“Ayah bisa antar jemput kamu.” Sahut mama.

Shani Adeline Manuella, putri semata wayang keluarga Juan Manuel dan Sella Nelisa, menatap sang ayah. Laki-laki itu terlihat menghela nafas juga, lalu hening beberapa saat.

“Ga bisa juga ‘kan?” Tanya Shani. Sang ayah mengangguk pasrah. “Empat jam cuma untuk bolak-balik, waktu buat kerja sama istirahat tersita cuma buat Shani doang.”

“Tapi ngga harus kost, sayang.” Balas mama.

Shani bingung, ayah pun sama bingungnya keduanya lalu garuk-garuk kepala yang ternyata sama-sama belum keramas dua hari.

Juan sudah deal mengizinkan sang putri untuk tinggal sendiri, tapi istrinya masih belum rela jika anaknya tinggal tanpa dirinya.

“Apapun, yang penting kamu masih di rumah. Nanti mama bujuk ayah supaya biarin kamu diantar sama supir.” final mama yang kemudian berdiri dari tempat duduknya.

“Kamu mau kejadian waktu itu terulang lagi?” Tanya ayah, yang langsung membuat suasana tidak mengenakkan.

“Yah…” Shani memegang tangan pria itu, saat sang mama berbalik dengan wajah terkejut.

“Ga lupa kalau Shani dulu hampir di culik sama sopir?” Ayah semakin memperkeruh suasana, Shani menggeleng. “Biar mama kamu sadar.”

“Mas…” panggil mama, matanya bergerak tidak tenang. “Aku ingat, tapi–

“Tapi apa? Lebih aman Shani ngekost, daripada bolak-balik. Belum lagi kalau ada kegiatan sampe malam, apa ga takut?”

“Shani tinggal sendiri juga ga menjamin dia aman, mas.” Sahut mama. “Gimana kalau kost nya lingkungannya kurang bagus? Banyak orang jahat juga?”

Shani hanya bisa diam memperhatikan kedua orangtuanya berdebat. Lagipula, ini keinginan mereka ia kuliah di kampus yang sekarang.

Mereka yang mau, mereka juga sama yang ribet. Padahal Shani sendiri tidak apa kuliah di kampus yang dekat dengan rumah.

“Coba mas tanya dulu, kamu yakin kalau Shani diantar supir?” Tanya ayah yang membuat gadis itu menoleh cepat.

Ini ayah kenapa lagi, jangan sampe setuju deh. Batin Shani.

Tapi untungnya mama menggeleng pelan. Oke, sekarang mereka makin bingung. Yang baca juga mungkin bingung.

“Lah gimana jadinya?” Tanya Shani yang sudah mulai pusing. “Pindah kampus aja udah.”

“ENGGA YA!” Ayah dan mama menyahut serempak.

“O–oh oke.”

“Lalu?” Tanya ayah melihat ke arah mama.

Muka mama melas macam anak kucing minta susu, bahunya terkulai lemah kemudian mengangguk.

“Ya udah, ngga ada pilihan lain ya.”

Shani dan ayah mengangguk. “Tapi jaga diri ya, nak. Harus telpon seminggu sekali.”

“Oke.” Sahut si gadis.

“Jangan telat makan, pokoknya nanti mama kirim bahan makanan.”

“Siap.”

“Dan dengan satu syarat juga.”

“Ok—hah?”

“Iya, ada syaratnya.”

Shani melirik ke ayah, tapi pria itu mengangguk. Iyain aja biar cepet.

“Apa?” Tanya Shani was-was.

“Sama-sama sama Nina, ya?”

“Eyyy???”













"Ealah Nina lagi."

HAIIII WKWKKWKW Mpok balik lagi sama cerita lejen :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HAIIII WKWKKWKW Mpok balik lagi sama cerita lejen :)

In The Kost 2 (New Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang