Empat; Cerita di Hari Minggu

65 8 118
                                    


Seminggu berlalu, itu artinya seminggu mereka sudah tinggal bersama. Sudah saling tau dengan kebiasaan masing-masing, bagaimana cara menghabiskan hari dan menghadapi segala sesuatu.

Tau bukan berarti kenal. Mereka hanya tau luar yang mereka lihat saja, dalamnya tidak. Kecuali yang sering keluar kamar ga pake baju, baru kelihatan dalamnya.

Mereka juga sudah tidak canggung untuk saling menegur, tapi sesuai situasi dan kondisinya.  Demi menciptakan kenyamanan dan keamanan tinggal bersama orang asing di tempat orang.

Hanya saja….

“YOHANNN!!!” .

“IYA JE, IYAA AMPUN.”

Laki-laki itu lari terbirit-birit ketika mendengar pekikan Jean sambil bawa sapu lidi. Dia baru saja keluar dari toilet tanpa pakai baju atasan, cuma pakai celana training panjang.

Toilet di lantai atas tadi ada orangnya, jadi dia turun ke bawah dan lupa kalau sekarang tinggal sama perempuan. Hasilnya ya itu, untung dia larinya cepet. Kalo ga di gebuk pake sapu.

“LAIN KALI TUH, IHH!!” Jean menghentak kakinya kesal dengan mata tertutup.

“IYAAA, SORRY.” Yohan sudah di atas, tapi masih bisa dengar Jean kesel.

Nah… itu aja, yang perempuan belum biasa liat laki-laki disitu shirtless. Kalo pake baju tanpa lengan masih bisa.

“INI LAGI! SIAPA YANG BAWA BELUDRU DISINI?!!!” Lagi, Jean ngomel pas lihat toples berisi tiga kecebong.

Sudah ‘kan tau itu siapa pelakunya? Yaps betul, anaknya pak Juan Manuel.

“Berudu, Je.” Ralat Nina yang dari tadi jadi penonton setia Jean marah-marah.

“Iya itu.” Sahut Jean. “SHANI ADELINE MANULAA!”

“Ssttt… nanti mereka bangun.” Si pelaku datang menyelamatkan anak-anaknya dari amukan Jean.  “Lu gue aduin Juan ntar ganti-ganti nama gue.”

“BODO AMAT!” Sembur Jean. “Jangan taruh di dapur dongg, geliii…”

“Iyaa, maaf. Tadi malam ketinggalan pas ganti tempatnya.” Shani mencoba membela diri, dia baru bangun bener deh. Bangun gara-gara suara Jean juga, mukanya aja masih beler.

“Alasan ae…” sahut Haris yang lewat habis dari kamar mandi.

“Beneran kok.” Suara Shani berubah manis sekali sambil senyum.

“Najis amat!” Nina meringis liatnya.

Jean mendengus, dia lanjut bersih-bersih lagi. Pagi ini moodnya lagi bagus buat jadi babu, jadi biarin aja. Tadi udah dilarang sama Bayu, hasilnya dia malah kena sembur.

“Mau, nin, aaaa…” Shani buka mulutnya minta disuapi roti sama Nina. Roti yang dia palak dari Bayu, berbagi dosa palak.

“Belum sikat gigi, njay.” Sahut Nina kasih sepotong kecil roti.

“Ewnwak kwok.” Kata Shani sambil mengunyah. “Sarapan itu paling enak pas masih ada sisa iler tadi malam.”

“Jorok!” Sahut Jean.

Shani terkikik, kalau Nina angguk setuju. Soalnya itu ajaran dia juga, jadi ya gitu deh.

“Lo beneran mau rawat mereka sampe gede?” Tanya Nina pas liat toples isi kecebong.

“Iyalah.”

“Kan lama, dua sampe empat tahun itu.”

“Ya pas aja, gue rawat mereka sampe lulus.” sahut Shani. “Pas wisuda gue ajak.”

In The Kost 2 (New Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang