Empat Belas; Pasar Malam

41 5 78
                                    

*Jangan terlalu serius, part ini tuh agak-agak 😂😂😂

***

Seminggu berlalu, kabar tentang pembullyan yang menyeret nama Abelia sepertinya mulai redup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu berlalu, kabar tentang pembullyan yang menyeret nama Abelia sepertinya mulai redup. Namun masih ada pro dan kontra.

Ada beberapa akun  menyuarakan hal yang sama, bahwa Abelia benar-benar tidak seperti yang mereka lihat. Dia bermuka dua, begitu katanya..

Tapi sayangnya itu dengan cepat tenggelam, karena banyak yang membelanya. Seolah ini adalah celah untuk menjatuhkan karir gadis yang baru saja naik daun.

Pihak manajemen yang menaungi Abelia pun masih mencari tau, siapa dalang dibalik akun yang menyebarkan ini. Dan akan menuntut mereka atas pencemaran nama baik.

Hal serupa pun sama terjadi pada penghuni rumah kost Mbak Irene, mereka juga seolah lupa akan hal ini. Termasuk kejadian sore sebelumnya, seperti angin lalu saja karena kesibukan mereka.

Ini seolah di atur, jika mereka mengalami hal yang cukup diluar nalar, makanya setelah itu mereka akan disibukan dengan aktifitas kuliah. Sampai benar-benar lupa, dan hanya sekilas saja jika membahasnya.

Buktinya Jean kini tengah berkutat sendirian di kebun ala-ala miliknya, menyiram dan mencabut rumput yang tumbuh.

Cabai dan kawan-kawannya tumbuh subur, hanya saja benar kata Fanny, posisinya sudah mirip cacing. Ada yang maju, ada yang mundur.

“Doni…” panggil Jean dari arah samping rumah.

“Apah??”

“Boleh minta tolong?”

Laki-laki yang tengah duduk santai bermain game itu melepaskan ponselnya, lalu berjalan keluar. “Kenapa?”

“Angkat ember ini dong, gue mau siram tanaman.”

“Oh, bentar.” Doni memasang sendal, kemudian membawakan ember berisi air penuh ke kebun sebelah.

“Terima kasih…” ucap Jean dengan suara kecil.

“Sama-sama.” Sahut Doni.

Laki-laki itu tidak langsung kembali ke rumah, justru membantu Jean mencabut rumput seolah menemani gadis itu.

“Keknya udah biasa berkebun, pada subur semua.” Kata Doni yang mencabuti rumput.

“Sering ikut Oma ke kebun.” Sahut Jean.

“Ahhh pantes.”

“Tapi lebih ke hobi? Seneng aja liat kalau tumbuh subur gini, warnanya cantik.” Kata Jean sambil menyiram satu per satu tanaman cabai yang tumbuh.

Doni mengangkat kepalanya menatap Jean yang wajahnya tertutup topi jerami, lalu tersenyum tipis melihat wajah kemerahan gadis itu.

“Karena yang rawat cantik, makanya dia tumbuh dengan cantik juga.” Katanya kecil sekali.

In The Kost 2 (New Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang