Part 6

88 7 1
                                    

"pergilah," ucap Kookie sebagai sapaan.

"Pasti bukan itu maksudmu"

"Sayangnya memang itu maksudku."

Kookie berniat untuk berdiri di teras dan menolak masuk ke rumah, tetapi tidak ingin dijadikan tontonan oleh para tetangga.

Ia masuk ke rumah, tahu Mingyu akan mengikuti, lalu berjalan ke tengah ruangan dan berbalik menghadap pria itu.

"Katakan apa yang perlu kau katakan lalu pergilah"

"Sikapmu tidak terlalu ramah"

"Kejutan," kata Kookie, sinis.

Kookie senang melihat luka tusukan di pipi pria itu tidak pulih dengan cepat, saat itu tengah malam, Ji-hyun masih tinggal di rumah ini. Saudari kembarnya itu menyerang Mingyu dengan sepatu bertumit tinggi dan meninggalkan luka cukup mengesankan.

Mingyu tidak terlihat terganggu atas sambutan Kookie yang kurang ramah. Pria itu tersenyum padanya.

"Aku merindukanmu, sayang, dan aku tahu kau juga merindukanku"

Mingyu masih mampu membuatku tak sanggup bicara, pikir Kookie, tertegun oleh kesombongan Mingyu.

"Apa yang seharusnya kurindukan? Kau meniduri adikku?"

Mingyu mengangkat tangan. "Kapan kau akan melupakan hal itu?"

"Entahlah. Mungkin jika aku merasa salah satu dari kalian menunjukkan sedikit penyesalan atas perbuatan kalian. Kau tidak pernah minta maaf atau mengakui telah bersalah"

Irene juga tidak meminta maaf. Adiknya terus saja mengeluh Kookie tidak mempercayainya. Sejauh ini Kookie belum mendengar apapun yang bisa membuatnya memaafkan perbuatan mereka.

"Kejadiannya tidak seperti yang kau pikirkan," Mingyu menggerutu
"Kau benar-benar salah paham"

Kalimat itu membuat Kookie berharap dirinya tahu cara melempar pisau. Atau memiliki keahlian memukul dengan amat sangat keras.

"Kau berada di kamar adikku, di atas tempat tidurnya, menciumnya. Kemejanya terlepas dan tanganmu berada di atas payudaranya yang telanjang. bagian mana yang bukan seperti yang ku pikirkan?"

Mingyu bergerak-gerak gelisah. "Aku melakukan kesalahan. Aku minta maaf"

"Maaf saja tidak cukup"

"Benar-benar khas dirimu," sahut mingyu, suaranya semakin marah.
"Kau memandang segala sesuatu terlalu serius. Ya, aku memang melakukan kesalahan. Orang-orang melakukan kesalahan. Bahkan kau. Sudah kubilang, Irene seharusnya tidak tinggal di sini setelah kita menikah"

"Maksudmu Setelah kau pindah ke rumahku dan tidak harus membayar uang sewa lagi"

"Jangan lakukan ini, Kookie. Jangan keras kepala"

Memang seharusnya aku bagaimana? Bahagia? Batin Kookie.

"Kalau Irene tidak ada di sini..." Mingyu mulai bicara.

"Jadi maksudmu semua ini salahku, bahwa kau tergoda dan menyerah pada godaan itu? Bahwa kau tidak bertanggung jawab atas perbuatanmu sendiri?"

"Kau memutar balikkan kata-kataku. Kau selalu begitu"

Kookie menatap pria yang pernah menikah dengannya. Mingyu cukup tampan, tetapi tidak membuat jantung Kookie berdetak lebih cepat. Pria itu merupakan kekeliruan, kekeliruan yang akibatnya harus dihadapi Kookie selama beberapa waktu.

"Kau harus menerima aku kembali," ujar Mingyu.

Kookie menggeleng. "Kau tidak mungkin mengatakan itu"

"Itu benar. Aku mencintaimu. Tidak akan ada pria yang mencintaimu seperti aku"

Sentuhan TermanisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang