Haii👋
Selamat membaca✨
—————
Satya beranjak pergi setelah selesai menghabiskan makan malamnya. Bukannya tidak ada bahan obrolan atau lelucon, hanya saja laki-laki itu merasa muak dengan Kana yang akhir-akhir ini mengabaikannya. Bukan hanya itu, dia juga mulai merasa benci pada Kana yang tidak mau menyentuh masakan Ibu.
Malam ini Kana kembali ikut makan malam bersama keluarga, itu sebabnya kecanggungan terjadi diantara mereka.
“Minum dulu Bang!” ujar Ibu.
“Nanti dikamar, ada aqua gelas kok.” Satya melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Setelah Satya pergi, semuanya saling memandang satu sama lain, kecuali Kana yang masih menatap piringnya.
“Tadinya Mas mau ngerukiah kamu, Ka. Tapi kayaknya kamu udah normal lagi,” ucap Tara.
“Kana baik-baik aja 'kan?” Ibu menatap Kana.
Sementara Naya masih sibuk dengan makananya, seolah-olah tidak ada siapa-siapa disekitarnya.
“Abang ... Abang boleh main sama siapapun diluaran sana, Abang juga boleh nyaman sama dunia luar, tapi jangan lupa pulang, dan jangan pernah ngerasa kalau Abang gak punya tempat untuk pulang.” Ibu beranjak dari duduknya, kemudian memilih beralih pada kursi tempat Satya yang memang berada disamping Kana.
“Ibu memang tidak pernah bisa seperti bapak, tapi ... Ibu juga orang tua kalian. Kalau memang abang atau yang lainnya perlu bercerita, Ibu selalu siap.”
Ibu menangkup pipi Kana, mengangkat wajah yang sedari tadi menunduk itu. “Lihat Ibu, Bang.”
Ibu menatap tiga anaknya yang lain. “Abang tau kan kalau selama ini Ibu selalu ngerasa gagal?”
Jantung Tara mencelos, bisa-bisanya Ibu berkata seperti itu, padahal Ibu dan Bapak adalah orang tua yang baik, benar-benar baik, jauh dari kata gagal.
“Ibu gagal menjadi bapak. Setiap kali Ibu ngeliat kalian berantem, Ibu cuman bisa diam. Setiap kali Ibu ngeliat kalian nangis, Ibu cuman bisa meluk sambil bilang kalau itu berarti yang terbaik.”
Kini giliran Ibu yang menunduk dalam. “Ibu memang tidak akan pernah bisa menjadi bapak. Tapi Ibu juga orang tua kalian, apa salahnya kalau kalian mencoba bercerita pada Ibu?”
Kana menatap Ibu yang menunduk, tangan Ibu yang menangkup pipi Kana perlahan jatuh, dan disitulah Kana memutuskan untuk memeluk wanita paruh baya itu dengan erat.
Naya menatap nanar pemandangan didepannya, air matanya jatuh tanpa permisi, Naya ikut mengairi meja makan malam ini.
Kalau nyawa bisa ditukar, ibu benar-benar akan menukar nyawanya dengan bapak. Sebab kalau bapak masih ada, anak-anaknya tidak akan serapuh dan tertutup seperti sekarang.
.
“Sadar gak Sat? Kalau selama ini kita selalu tutup mata buat Ibu.”
Satya memandangi kakaknya itu dengan lekat, Satya yang tadinya berbaring kini memilih untuk duduk ditepi kasur.
“Maksudnya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita rumah kita
Teen FictionDirumah nomor 09, ada enam jiwa yang saling menguatkan, saling bergengaman tangan dan juga saling tersenyum. Mereka masih tertawa. tapi tawanya tidak lagi bermakna apa-apa. Rumah yang awalnya selalu hangat kini terasa dingin. Mungkin rumahnya masih...