Satu vote memberiku beribu semangat, jadi jangan lupa tekan tombol bintangnya💗
-----
Naya mencebik kesal saat bell istirahat tak kunjung berbunyi, jujur saja kalau dia kelaparan sekarang. Persetan dengan Kana yang selalu pergi setiap pagi selama tiga harian ini, membuatnya harus pergi ke sekolah berjalan kaki, dan melupakan sarapan pagi.
"Sumpah perut gue sakit banget!" ketus Naya.
Teman sebangkunya yang bernama Aida itu menoleh. "Ke uks aja sana, ngeyel banget!"
"Gak mau ah, yang ada gue dilabrak tuh sama kakak kelas so jagoan," ucap Naya sembari meringis pelan.
"Tadi gue liat lo jalan kaki, bang Kana gak nganterin lo lagi?"
Naya mengangguk. "Tau tuh si Kana, lagi kasmaran kayaknya," katanya.
"Siapa tau lagi ada masalah, lo gak coba tanya sama dia?"
Naya terdiam, kalau dipikir-pikir... Kana memang aneh selama dua hari ini, laki-laki itu seolah menghindari komunikasi dengan keluarganya sendiri. Berangkat pagi pulang sore, itupun langsung tidur.
"Iya kali ya, nanti gue tanyain deh sama dia."
Bell istirahat akhirnya berbunyi dengan nyaring, bersamaan dengan Pradipta yang muncul dari ambang pintu, kemudian berjalan ke arah Naya yang hendak pergi.
Laki-laki itu mengulurkan sebuah kotak makan ke arahnya.
"Buat lo."
Busetttt, cakep bener.
"Gue punya uang, dan uang bisa dipakai untuk beli makanan!" tolak Naya.
Dipta menatapnya tajam, kemudian meraih tangannya dan meletakan kotak makan itu disana.
"Gak usah gengsian, ambil aja kali." Tanpa basa-basi seperti kekasih pada umumnya, Pradipta langsung melenggang pergi.
Kini Naya tengah menjadi tontonan teman sekelasnya, ada yang mendukung hubungannya, ada juga yang benci pada dirinya. Tapi Naya benar-benar tidak memperdulikan itu, toh Naya juga tidak pernah merepotkan mereka.
"Jadi ke kantin gak nih?!" Aida menggandengnya, kemudian keduanya memutuskan untuk pergi ke kantin.
Setengah perjalanan menuju kantin, Naya menghempas tangan Aida, kemudian gadis itu berlari ke pinggir lapangan, menghampiri Pradipta yang tengah bersantai sendirian.
Naya menatap Pradipta, lebih tepatnya kekasihnya. "Heh Dipta! Meskipun uang jajan gue lima puluh ribu perhari, tapi itu cukup tuh bikin perut gue kenyang! Lo mau ngerendahin gue? Pake acara ngasih makan segala!"
Dipta malah terkekeh. "Lucu," gumamnya.
"Yaudah, besok gak bakalan gue bawain lagi, tapi yang itu harus dimakan ya."
"Ya!" Naya melenggang pergi dengan tatapan juteknya.
Terlalu sulit untuk mencintai Naya, dia itu tipikal gadis yang gak gampangan. Bahkan Pradipta tidak bisa memahami dirinya sendiri saat dia berani menyatakan perasaannya pada Naya secara terang-terangan di kantin waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita rumah kita
Fiksi RemajaDirumah nomor 09, ada enam jiwa yang saling menguatkan, saling bergengaman tangan dan juga saling tersenyum. Mereka masih tertawa. tapi tawanya tidak lagi bermakna apa-apa. Rumah yang awalnya selalu hangat kini terasa dingin. Mungkin rumahnya masih...