Haii👋
Kita ketemu lagi bab 12, semoga kita sehat dan bahagia selalu, aamiin.
—————
Perlahan-lahan langit mulai berubah warna, menjadi lebih terang dan lebih panas, waktu berjalan seperti biasanya. Motornya ia parkirkan didepan rumah Naira, tak peduli kalau gadis itu melarangnya untuk datang, Kana ingin melihatnya.
Alih-alih mengetuk pintu, Kana memutuskan untuk duduk di kursi kayu yang ada didepan rumah itu. Seraya menerka-nerka tentang apa yang akan dipakai gadis itu, baju apa? Celana apa? Warna liptin seperti apa? Rambutnya dikuncir atau tidak? Pikirnya buyar kala suara langkah berderap mendekat, tak lama kemudian pintu dibuka dari dalam, Kana menghela napas panjang, siap menerima ocehan gadis itu.
Kana melotot kaget saat melihat pria jangkung yang muncul, alih-alih Naira, kenapa harus dia? Kenapa harus pria berumuran Mas Tara? Ah bahkan terlihat setahun lebih tua dari Mas Tara.
“Pacar Naira?” Dengan suara berat, pria itu menatap Kana dari kaki sampai ujung rambut.
Kana menggeleng, karena memang dia bukan siapa-siapa. “Bukan, saya temennya. Kalau anda siapa?”
“Calon suami Naira,” jawabnya datar.
Jantung Kana mencelos, apa-apaan ini? Ah maksudnya kenapa Naira tidak pernah menceritakannya? Atau bisa saja orang itu yang berbohong. Saat itu juga Kana tidak bisa menjernihkan pikirannya.
“Dia boleh dekat dengan siapa pun, tapi dia hanya milik saya.” Dengan tatapan acuh, pria itu berjalan pergi entah kemana, Kana tidak berniat mengejarnya dan meminta penjelasan, yang Kana lakukan adalah berjalan masuk kedalam rumah.
Saat menemukan Naira duduk termenung di sofa, Kana ikut duduk disebelahnya. “Ada apa?” Beribu-ribu pertanyaan yang berputar diotaknya, hanya itu yang mampu Kana katakan.
Saat menyadari tatapan Naira yang terlihat nanar, Kana merengkuhnya. “Dia siapa? Yang tadi itu?”
“First kiss gue,” suaranya bergetar. “Gue takut, Ka. Takut kalau dia bertindak lebih jauh lagi!”
Tentang siapa dia? Ada apa? Kana ingin sekali bertanya, tapi melihat Naira yang seperti ini, Kana hanya bisa menghela napas panjang, yang bisa ia lakukan hanya mengusap punggungnya dengan pelan dan berkata. “Kalo ada apa-apa, bilang sama gue.”
“Keluarga gue masih punya hutang sama dia...”
Kana tidak akan bertanya lebih jauh, tapi kalau Naira yang menceritakannya sendiri, Kana hanya bisa diam mendengarkan.
.
Di antara ramainya jalan dua putra hari ini, ada salah satu bangku yang sedari tadi dilanda keheningan. Siang itu langit bersinar terik, mungkin kalau manusia bisa meleleh, seluruh penghuni kota itu akan habis mencair saat itu juga. Hari ini cuaca panas, Itu sebabnya Jefry mengajak Ganis kesini, untuk sekedar membeli es cincau atau dawet sebelum mata kuliah ketiga berlangsung.“Bahkan sampe pedagang donat di seberang sana udah ludes semua, kita gak ngobrolin apapun.” Setelah sekian lama, Jefry akhirnya membuka suara.
“Bahkan es dawet gue udah tinggal sedotannya doang.”
Jefry terkekeh pelan, laki-laki itu menatap Rengganis. “Kalau omongan gue waktu itu bikin kita canggung, sebaiknya lo lupain aja, anggap aja kalo gue gak pernah ngomongin itu.” Ada nada sendu saat Jefry mengatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita rumah kita
Fiksi RemajaDirumah nomor 09, ada enam jiwa yang saling menguatkan, saling bergengaman tangan dan juga saling tersenyum. Mereka masih tertawa. tapi tawanya tidak lagi bermakna apa-apa. Rumah yang awalnya selalu hangat kini terasa dingin. Mungkin rumahnya masih...