Hidup itu perihal berusaha.
Maka dari itu, ijinkan aku untuk selalu mengusahakanmu.Arkana Dinan Prawangga
-----
Pagi-pagi sekali, Satya berjalan menuju ruang tengah dengan tatapannya yang berapi-api, seraya menenteng celana dalam bergambarkan logo arsenal yang setengahnya robek habis terbakar.
"Udah aku bilang, YANG INI JANGAN DISETRIKA!!"
Semua orang yang ada disana sepakat menoleh. Karena hari ini adalah hari minggu, dengan santainya Naya rebahan diatas karpet bulu yang baru saja dibeli satu minggu yang lalu.
"Bang Kana yang setrika, bukan ibu!" jelas ibu.
Sementara yang disebut namanya hanya cengengesan, seraya menjejali mulutnya dengan keripik singkong yang kemarin malam dibelinya dari warung Bi Imah.
"Ibu kompor banget! Padahal abang udah sogok ibu pake tauco kemarin malam, gak asik banget dah!"
"Tauconya abis dimakan Naya!" balas ibu.
Kana merotasikan pandangannya pada Naya yang saat ini tengah menyengir lebar. "Kenapa harus dihabisin sih, Na?! Abang jadi kena masalah nih!"
"BACOT LO KANA!"
"Aaaa Mas Tara tolonginnn!!" Kana histeris saat Satya menarik sebelah kakinya.
Berkali-kali Kana berteriak namun hanya dijawab dengan tawa oleh mereka, Satya terus menerus menyeretnya bahkan hingga pintu menuju dapur.
"Lepasin! Kasihan!" titah Tara.
Seakan belum puas, Satya malah menggelitiki kaki adiknya itu. Bahkan sampai Kana berguling-guling diatas lantai yang dingin.
"Nanti Mas beliin lagi! Mau berapa set?!"
"Masalahnya itu limited edition Mas!"
"Halah! Karetnya juga udah longgar, udah gak layak pakai!" sahut yang digelitiki.
"Itu kancut kesayangan gue kalau lo lupa!"
"Iya-iya maaf! Aku gak sengaja!!"
"Udah tau gak bisa nyetrika, masih aja nyetrika!"
Sementara yang digelitiki hanys tertawa lepas seraya berguling-guling, tangan kiri Satya memegangi kaki sedangkan tangan kanannya menggelitiki, sungguh kejam sekali beliau yang satu ini.
.
Satu juta lima ratus kali Satya membujuk ibu, akhirnya wanita itu pasrah juga. Sebenarnya ia malas kalau harus bepergian secara mendadak begini, namun karena itu permintaan Satya, ibu paksakan mau.
Disini, di ujung jalan tenggara. Kana berdiri tegak seraya sesekali melirik Naya yang melambaikan tangan pada mobil putih yang didalamnya ada Ibu, Mas Tara, Kak Ganis dan juga Sibangsat Satya.
Tangannya yang terasa dingin menyelusup ke dalam saku, perlahan-lahan ia melangkahkan kakinya untuk pergi.
"Abang tungguu!" teriak Naya saat menyadari kepergian Kana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita rumah kita
Roman pour AdolescentsDirumah nomor 09, ada enam jiwa yang saling menguatkan, saling bergengaman tangan dan juga saling tersenyum. Mereka masih tertawa. tapi tawanya tidak lagi bermakna apa-apa. Rumah yang awalnya selalu hangat kini terasa dingin. Mungkin rumahnya masih...