05. Cerita anak keempat

46 34 20
                                    

Aku penulis amatir yang masih butuh kritikan dan saran dari kalian. Jadi jangan sungkan untuk mengkritik, oke?

----

Dua hari berlalu dengan cepat, jika selama dua hari itu kalian pikir rumah 09 baik-baik saja, maka kalian salah besar. Rumah menjadi carut marut setelah Kana tidak lagi makan masakan ibu, dan bodoamat dengan Naya yang berangkat sekolah naik angkot.

Bahkan Mas Tara sampai berniat merukiahnya, katanya terlalu horror kalau Kana menjadi orang yang paling ppendiam diantara mereka.

Alih-alih sepintar Kak Ganis, aku malah aneh kayak bang Kana!

Seaneh itukah seorang Arkana? Hingga keluarganya seolah selalu memicingkan mata? Entahlah.

Sesekali Kana berharap untuk menjadi peralatan dapur saja, rasanya terlalu sulit untuk menjadi manusia. Terkadang anak itu melamun seraya membayangkan bagaimana rasanya menjadi centong nasi, mungkin tidak akan sesulit ini.

Matahari belum terlalu naik saat Kana pergi keluar rumah, niatnya laki-laki itu ingin pergi ke cafetania, namun saat melihat plang pemakaman, memorinya setahun lalu tiba-tiba terulang lagi secara jelas didalam kepalanya.

Kana rindu bapak.

Telah tumbuh beberapa tangkai bunga di sekelilingnya, pertanda makam ini dirawat dengan baik.

"Kana mau kuliah kayak Kak Ganis, tapi Kana sadar kalau Kana itu goblok. Kana gak siap jadi mahasiswa abadi di kampus." Tangannya tergerak untuk mengusap nisan bapak.

"Nyari kerja juga sulit Pa, sulit banget."

"Kana ikut sama bapak aja kali ya," lanjutnya.

"Gak ada orang yang goblok di dunia ini, yang ada cuma orang yang malas belajar kayak lo!"

Kana menoleh, mendapati Naira yang tengah berdiri tegak dibelakangnya, sejak kapan gadis itu ada disana?

"Hai," sapa Kana.

Naira terdiam, memandangi makam dihadapannya. "Hanan Hatmaja?"

"Bapak gue."

"Kalo lo gak punya bapak, harusnya lo belajar jadi anak soleh! Bukan jadi anak ngeselin yang nyepam chat ke gue setiap jam!" Naira menggerutu kesal, pasalnya laki-laki itu selalu mengiriminya sejuta pesan setiap jam.

Kana menyengir menampilkan deretan giginya. "Makanya kalau gue chat itu bales! Bukan di read doang," ucapnya.

"Buat apaan coba? Gak penting!"

"Penting! Gue calon suami lo di masa depan Nai, bisa-bisanya lo bilang gak penting." Lumayan lama berjongkok, akhirnya laki-laki itu berdiri, lalu menghadap tepat ke arah Naira.

"Gak usah so asik! Kita baru kenal kemarin kalau lo lupa," final Naira, gadis itu beranjak pergi.

"Kalau gue dikasih pilihan pada siapa gue harus jatuh cinta, ijinkan gue untuk memilih lo ya, Nai?"

"Ngebet banget lo dari kemarin!" Naira berlari saat menyadari kalau Kana mengejarnya.

"Bukan ngebet, tapi ikhtiar!"

Cerita rumah kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang