Gak afdol kalo baca tapi gak vote. Vote dulu yaa?
Makasih💗
—————
Dengan sepasang mata yang menyipit, Naya memandang matahari yang bersinar terang diatas sana. Terkadang Naya selalu membayangkan betapa menyenangkannya dia apabila menjadi seekor burung. Terbang bebas ke kesana-kemari, tanpa berdesakan dengan padatnya manusia di kota Jakarta ini.
Bibirnya yang berwarna merah jambu itu mengukir senyum saat membayangkan dirinya dan Pradipta menjadi dua ekor burung. Terbang bersama, mencari makan bersama, dan mungkin mati bersama.
“Turun!”
Naya mengerjap kaget saat Kana bersuara, turun katanya? Padahal 'kan belum sampai ke sekolah.
“Kok turun?”
“Motor gue mati bego! Lo kenapa sih daritadi gak turun-turun?!”
Naya sempat menggerutu kesal, gadis itu akhirnya turun dan dengan segera melepas helm. “Terus sekarang gimana?”
“Mana gue tau! Lo jalan kaki aja deh, udah deket kok.” Kana meraih helm dari tangan Naya.
Naya mengangguk berat hati, lagipula marah-marah juga tidak akan mengubah takdir, motor butut itu akan tetap mati.
“Motor badjingan!” Kakinya melayang keras pada speakboard motor itu.
“Udah buruan lari, gak usah pikirin gue.”
“Lari? Kalo aku ketabrak gimana?”
“Gue liatin dari sini, udah buruan!” titah Kana geram.
Naya menghela napas panjang, kakinya ia langkahkan untuk pergi. Saat dirasa Naya sudah pergi jauh, Kana tersenyum smirk, kemudian menyalakan motornya dan segera melesat pergi.
Dia berbohong.
“Jalan kaki aja?” ujar Pradipta, laki-laki itu sengaja memelankan laju motornya.
“Nggak, gue terbang! Jangan tanya pake apa, gue terbang pake karpet ajaib!”
Dipta terkekeh pelan, terlihat menyebalkan.
“Kok ketawa? Gue gak ngelucu ya, Dipta.”
“Lo gak ngelucu aja tetep lucu Na,” ucapnya.
Naya tidak mempunyai energi untuk salah tingkah, sebab separuh energinya sudah ia habiskan untuk berjalan kaki.
“Lo pacar gue atau bukan, sih?”
“Bukannya kita udah jadian ya?” Naya menghentikan langkahnya, menatap wajah Dipta dibalik helm.
“Kalo gue pacar lo, kenapa gak lo ajak naik motor? Jangan-jangan gue cuman jadi second choice lo aja? Atau gue cum—”
“Berisik! Buruan naik!”
Naya menyengir lebar, dengan segera ia duduk dibelakang Pradipta, tanpa sadar ia lingkarkan lengannya pada pinggang laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita rumah kita
Genç KurguDirumah nomor 09, ada enam jiwa yang saling menguatkan, saling bergengaman tangan dan juga saling tersenyum. Mereka masih tertawa. tapi tawanya tidak lagi bermakna apa-apa. Rumah yang awalnya selalu hangat kini terasa dingin. Mungkin rumahnya masih...