14. Hujan siang hari

17 15 1
                                    

Berharap banget kalo work ini bisa aku peluk dalam bentuk buku, huhuu semoga ajaa

Gak ada konflik yang berat dalam cerita ini, sebab hanya menceritakan bagaimana keenam orang itu menyelesaikan kesedihannya. But, enjoy aja bacanya, nikmati setiap paragrafnya, jangan lupa vote and komen juga, hehehe😄💗


—————

Hari ini Minggu, 10 Desember. Itu berarti sudah sebulan lamanya Tara berada dirumah. Juga berarti kalau sudah dua puluh enam hari lamanya Kana mengenal Naira.

Berawal dari ketidak sengajaan, lalu berakhir memiliki rasa yang entah darimana asalnya. Ternyata cinta pada pandangan pertama tidak seindah yang ada didalam drama. Kana pikir Naira akan tahu tentang perasaannya kemudian keduanya berujung pada pernikahan, tapi ternyata jauh lebih rumit daripada itu.

Empat kali Kana menyatakan perasaannya, alih-alih memberi jawaban, Naira malah malah tertawa, seraya bilang kalau Kana itu lucu. Meskipun begitu, Kana tidak pernah menyerah, apa yang dia inginkan pasti akan dia perjuangkan, sekeras apapun caranya dia pasti akan mendapatkan Naira, pasti.

Dan hari ini, dibawah teriknya matahari, Kana melajukan motornya diatas aspal jalan raya. Sesekali mendongak ke atas, melihat beberapa awan cirrus yang indah, dipadukan dengan birunya langit diatas sana.

“Bangsat!”

Saat sebuah bola menggelinding tepat kearah motornya, Kana mengumpat kemudian menarik remnya kuat-kuat, bunyi ban motor beradu dengan aspal yang memuakkan itu terdengar jelas, membuat atensi pengendara lain tertuju ke arahnya.

Beberapa detik setelahnya, seorang gadis yang menenteng dua kantong kresek berukuran besar mendekat ke arahnya, seolah tak melihat keberadaan Kana, gadis itu mengambil bolanya dengan acuh.

“Minta maaf sama gue, buruan!” ujar Kana.

“Lo modus ya? Ngaku aja,” jawabnya sembari meniup-nipu bola itu.

“Bola lo hampir nyelakain gue! Harusnya yang lo khawatirin itu gue, bukan bola sialan itu!”

Entah angin dari arah mana, rambutnya beterbangan kesana-kemari persis saat dia menoleh, matanya yang berwarna seperti kacang almond itu berpadu dengan warna bajunya yang berwarna coklat susu.

Ah, dia cantik.

“Lo gak pa-pa, kan? Yaudah kalo gak pa-pa, gue pergi.”

Kana melongo dibuatnya, gadis itu berlalu pergi, hanya itu yang dia katakan, benar-benar hanya itu.

Entah pemikiran dari mana, Kana melajukan motornya untuk mengikuti gadis itu. “Bawaan lo banyak banget, gue jadi kasihan.”

“Oh,” jawab gadis itu.

“Karena gue anak sholeh, gue nawarin bantuan buat lo. Kalo lo mau aja sih,” ucapnya.

“Tuh 'kan! Lo itu beneran modus, dasar buaya!”

“Enak aja! Gue bukan buaya! Lebih ke tokek sih kayaknya.”

“Pantes aja berisik, lo aja berdarah tokek!” celetuk gadis itu.

Setelah lama terdiam, gadis super duper menyebalkan itu menoleh ke belakang, mendapati Kana yang masih membuntutinya dengan motornya, bahkan sampai depan gang menuju rumahnya.

Cerita rumah kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang