12 - Hujan

29 22 23
                                    


Kala itu Azhera dan Harsha memutuskan untuk pulang sebelum pukul sembilan malam. Menikmati momen bersama Azhera saat libur akhir pekan sedikit mengalihkan perhatian Harsha dari emosi yang sering kali lepas kendali.

Semakin hari kedekatan Harsha dan Azhera semakin bertambah. Berada di dekat Azhera membuat Harsha merasa nyaman dan aman sehingga pemuda itu seakan tak ingin jauh darinya.

Membuat seorang Azhera bahagia pun menurutnya begitu sederhana. Seperti; mengajaknya keliling kota menggunakan sepeda motornya, melihat senja di pantai atau mengunjungi tempat baru yang belum pernah Azhera ketahui. Sekedar melihat bulan dan bintang dari depan rumahnya. Bahkan hanya dengan duduk santai di taman kota pun sudah membuat senyum Azhera terpajang apik sepanjang waktu.

Tak terasa sudah hampir setengah semester sejak pertama kali Harsha dan Azhera bertemu dan menjadi kawan sebangku.

Azhera bahkan sudah bisa mengemudikan sepeda motor Harsha sekarang. Ia yang awalnya kekeuh tak ingin mencobanya justru kini dirinyalah yang begitu excited mengunakannya. Motor Harsha yang pada dasarnya sudah gagah itu tampak lebih ber-damage saat Azhera menungganginya.

Begitu cepat waktu berlalu. Namun, Harsha masih belum juga bisa terlepas dari kebiasaan buruknya. Selain pil kuning, Harsha juga masih bergantung pada tablet putih yang selalu dijadikan bahan pelampiasan olehnya. Obat-obatan itu membuatnya merasa ingin terus dan terus mengkonsumsinya.

Bagaimana bisa seorang pelajar mengkonsumsi obat-obatan seperti itu dan pihak sekolah tidak juga memberikan kebijakan yang sesuai?

Zhayu Harsha Putra. Putra tunggal dari keluarga Yohan itu begitu pandai menyembunyikan segalanya. Ia tahu kapan jadwal penyelidikan terhadap siswa yang melanggar aturan sekolah dilaksanakan. Sehingga ia bisa menghindarinya

Lalu, siapakah orang yang sering menjadi bahan pembicaraan dengan menyebutnya dengan pecandu oleh para siswi SMA Jathayu tu? Entahlah. Harsha yakin pasti ada satu atau bahkan lebih dari tiga individu yang juga sama sepertinya.

Sedangkan untuk obat-obat itu? Bagaimana bisa Harsha mendapatkannya?

Pil berwarna kuning yang ukurannya jauh lebih kecil dari tablet putih itu tidak sembarang dijual dan penggunanya harus sesuai petunjuk dokter. Sebenarnya keduanya sama-sama tidak sembarang pengedarannya. Namun, entah dianugerahi kecerdasan dari mana hingga membuat Harsha selalu berhasil mendapatkannya dari sebuah situs itu. 

Sudahlah! Lupakan akan hal itu. Kini saatnya kita kembali bersenang-senang untuk sekedar melupakan beban berat yang terus memenuhi pikiran.

Kembali pada Azhera. Salah satu kegiatan yang masuk dalam list favorit Azhera adalah pergi ke pantai. Hampir puluhan kali Azhera mengunjungi pantai semenjak ia berteman dengan Harsha. Harsha pun heran, agaknya Azhera tidak pernah memiliki rasa bosan untuk sekedar melihat hamparan pasir dan air asin itu.

Seperti saat ini Azhera dan Harsha tengah terduduk di atas pasir putih tanpa alas. Duduk santai sembari menikmati deburan ombak yang menyapu lembut pasir putih dihadapannya itu. Sudah menjadi rutinitas Azhera menikmati libur akhir pekan di tempat ini bersama kawan sebangkunya.

Langit yang awalnya nampak biru rupanya perlahan tertutup oleh kumpulan awan hitam. Sudah pasti sesaat lagi awan hitam itu akan akan menumpahkan bebannya. Suara burung camar turut menjadi pelengkap suasana syahdunya sore ini. Beberapa pengunjung juga masih berseliweran ke sana kemari.

Surai Azhera beterbangan akibat ulah angin yang berembus menyapanya. Beruntung saat ini ia mengenakan baseball hat. Tentu saja Azhera selalu mengenakan topi itu untuk menghindari serangan angin yang mengacaukan rambutnya.

Tak jarang pula Harsha mengepang atau sekedar mengikatkan rambut gadis itu saat mengunjungi tempat ini dan Azhera menyukai perlakuan seperti itu darinya.

"Sha, kenapa air laut asin, ya?" Pertanyaan acak sedari tadi terlontar dari bibir tipis Azhera. Tatapannya masih terkunci lurus ke depan.

Harsha menoleh bersama dengan tangannya yang mengangkat tumblr milik Azhera. Sadar Harsha menoleh ke arahnya pun membuat Azhera ikut melakukan hal yang sama. Kini padangan kedua remaja itu saling terkunci satu sama lain.

"Karena kalo yang seger itu cuma lemon tea buatan lo, Azela."

Tawa indah yang selalu menjadi salah satu candu bagi Harsha itu kembali terbit dengan sangat indah. Harsha berharap Azhera selalu bahagia.

Berawal dari penasaran, tapi membuat Harsha kini kecanduan lemon tea buatan Azhera. Bahkan, Azhera harus merelakan tumblr barunya untuk Harsha saat pemuda itu tak berhenti merengek sebelum ia memberikannya. Kedua insan ini sekarang telah memiliki kesukaan yang sama yaitu lemon tea.

"Liat itu, Azela. Hujan." Telunjuk Harsha mengarah pada gumpalan awan hitam jauh di depan sana yang samar-samar terlihat mulai menitikkan air ke bumi.

"Pulang?"

Tawaran Harsha hanya mendapat gelengan cepat dari Azhera. Tentu saja Azhera menolaknya, karena gadis ini sama sekali belum pernah mendapatkan momen hujan ketika ia sedang berada di pantai.

"Sha, hujannya dateng, Sha!" teriak Azhera heboh. Gadis ini terbangun dari duduknya kala melihat air hujan yang berjalan perlahan mendekat ke arahnya.

Harsha yang baru saja hendak menyalakan rokoknya pun urung. Cepat-cepat ia masukkan kembali rokok itu ke dalam bungkusannya. Pemuda ini segera bangun, kemudian ia berlari menyusul Azhera yang sudah berlarian ke sana kemari meninggalkan dirinya.

Dinginnya air hujan yang menyapa kulit tetap mereka abaikan. 15 menit Azhera begitu antusias menikmati derasnya hujan sore ini. Sebenarnya gadis itu masih ingin berlama-lama memeluk hujan, tapi Harsha sudah lebih dulu menariknya untuk mencari tempat berteduh sebelum mereka pulang.

Saat ini Azhera dan Harsha tengah duduk di gazebo kayu yang menghadap ke pantai. Gadis itu masih sibuk menyisir keindahan ciptaan Tuhan di hadapannya. Hingga tanpa sadar cahaya kilat yang begitu terang mendadak muncul membuat kedua tangan Azhera reflek menutup erat telinganya.

Setelahnya, guntur di langit mulai bergemuruh saling bersahutan satu sama lain. Azhera semakin mengeratkan kedua tangannya dan kelopak matanya terpejam menyiratkan sebuah ketakutan besar.

Harsha meringis pedih melihatnya. Ia mampu merasakannya. Saat kecil Harsha juga begitu takut dengan kilat dan petir sampai-sampai saking takutnya ia pernah menangis hingga pingsan. Namun, semakin dewasa Harsha berhasil mengalahkan rasa takutnya dan justru sekarang ia malah menyukainya.

Melihat bagaimana Azhera ketakutan membuatnya bingung. Hingga akhirnya pemuda itu tergerak menarik Azhera dan membawanya ke dalam dekapannya. Ia tak tahu bagaimana cara menenangkannya saat ini selain dengan memeluknya.

"Azela, gue di sini," ucap Harsha berusaha menyalurkan ketenangan.

Sementara Azhera sedikit terkejut dengan perlakuan Harsha padanya. Namun, ketakutannya pada gemuruh petir yang semakin lama semakin keras itu membuat Azhera menghiraukannya.

"Gue takut, Sha. Ayo pulang."

Suara Azhera yang terdengar bergetar itu membuat Harsha kelabakan mencari cara untuk sekedar membuatnya tenang sejenak.

"Sha, ayo pulang, Sha!"

Dalam dekapan Harsha, Azhera masih setia menutup kedua telinganya. Tanpa Harsha ketahui gadis itu mulai menitikkan air matanya.

Sungguh! Azhera ingin sekali menghilangkan guntur itu dari muka bumi ini sekarang juga. Akan tetapi, di isi lain ia tak henti-hentinya mengucap rasa syukur dalam hatinya karena saat ini ia tak sendirian.

Ya. Lagi-lagi ada Harsha bersamanya.



See you in the next chapter!

He is Lying [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang