11 - Menikmati Waktu Bersama

26 20 14
                                    


"Sha? Harsha?" Tangannya menepuk halus pipi Harsha. Terhitung setengah jam Azhera membiarkan Harsha yang terlelap di bahunya. Telinganya berhasil menangkap dengkuran halus pemuda itu yang berarti Harsha benar-benar tertidur.

"Sha, bangun, Sha."

Perlahan Harsha terusik dengan pergerakan tangan Azhera di pipinya. Pemuda itu melenguh pelan, berusaha mengumpulkan kesadarannya. Kepalanya mulai terangkat. Harsha menatap lekat gadis yang menjadi tempatnya bersandar beberapa waktu lalu itu.

"Sorry, Azela. Gue ngantuk berat." Harsha berucap lirih dengan suara paraunya. Bola matanya tampak memerah tandanya ia benar-benar tertidur lelap.

"Enggak apa-apa. Kita pulang aja, yuk? Takut lo ngantuk nanti pas di jalan," ajak Azhera dengan raut wajah khawatirnya.

"Hm? Lo belum beli makan, 'kan? Beli dulu habis itu kita pulang. Gue masih kuat, kok, aman."

"Ck!" Azhera berdecak kesal. "Ayolah, Sha! Enggak usah sok kuat, deh!"

Dari gelagatnya saja Azhera sudah bisa menyimpulkan jika 90 persen ucapan Harsha kali ini adalah sebuah kebohongan. Mata sayu pemuda itu terus memandang ke depan sepersekian detik.

"Lo tunggu sebentar di sini. Biar gue aja yang cari makanan. Ingat! Jangan pergi ke mana-mana!"

Awalnya Harsha hendak menolak ide Azhera, tapi gadis itu lebih dulu mengangkat kepalan tangannya di udara yang membuatnya urung menyuarakan pendapatnya.

Sembari menatap punggung gadis itu menjauh darinya, Harsha bergumam. "Tuhan, itu hadiah dari-Mu, bukan?"

Sementara kaki jenjang Azhera berjalan cepat menuju stand yang menjual kebab. Ia teringat dengan tujuan awal melipir ke taman kota adalah untuk membeli kebab.
Beruntung stand berwarna hijau tua itu masih sepi hingga membuat Azhera buru-buru mempercepat langkahnya.

Saat sedang menunggu pesanannya siap, netranya sempat melirik ke deretan stand di samping kirinya. Azhera berhasil menemukan stand  yang akan menjadi tujuan selanjutnya.

"Permisi, Mbak. Saya mau rice bowl ayam lada-nya dua, dong, Mbak." Pesan Azhera santun setelah ia melihat daftar menu yang terpampang di sisi kanan stand.

"Oke, siap! Tunggu sebentar, ya!"

Azhera mengangguk menanggapinya. Kembali kepalanya tertoleh ke kanan kirinya. Tercipta kerutan di dahinya kala memikirkan makanan apa yang Harsha suka. Detik berikutnya Azhera menjentikkan jarinya.

Tujuan selanjutnya adalah stand penjual bakso bakar yang sempat ia kunjungi sepulang sekolah tadi. Tak mau waktunya terbuang sia-sia, sembari menunggu pesanannya siap Azhera berjalan ke stand seberang yang menjual minuman.

Empat kantung plastik berisi makanan dan minuman berhasil memenuhi kedua tangannya. Azhera kembali dengan setengah berlari takut Harsha menunggunya terlalu lama. Akan tetapi, sesampainya di kursi taman tempatnya meninggalkan Harsha tadi sudah ditempati oleh sepasang suami istri yang tengah menyuapi putranya.

Azhera sempat mematung sejenak. "Harsha?" Pemuda itu sudah tidak ada di tempatnya. Gadis ini pun segera menghampiri pasangan suami istri itu untuk menanyakannya.

"Permisi, Om, Tante, maaf mengganggu. Tadi Om atau Tante sempat liat cowok pakai jaket biru gelap yang duduk di sini pergi ke mana, ya?"

"Oh? Tadi dia jalan ke sana, Nak," jawab perempuan yang sepertinya masih berusia di bawah 40 tahun itu sembari menunjuk ke arah kanannya.

"Ke sana, Tante? Terima kasih, Tante. Kalo begitu saya permisi, ya, Om, Tante."

"Sama-sama. Iya, silahkan." Keduanya menyahut bersamaan.

"Kalo dia pingsan terus nggak ada yang nolongin gimana, dong?" gumam Azhera disertai dengan alisnya yang kini tampak menyatu.

Azhera mempertajam penglihatannya. Tidak masalah jika dirinya ditinggal Harsha pulang mengingat keadaannya yang kurang meyakinkan. Pasalnya pemuda itu justru entah pergi ke mana.

Di tengah langkah kakinya, Azhera sempat merasakan ponselnya bergetar di saku celananya. Seketika ia meruntuki dirinya sendiri. Mengapa tidak terlintas ide di kepalanya untuk menelpon pemuda itu?

Sekarang, lihatlah! Nama Harsha terpampang jelas di ponsel Azhera. Dengan cepat gadis itu menyeret tombol hijau dan membawa ponselnya mendekat ke telinga.

"Sha—"

"He-he-he, sorry, Azela. Gue di bawah pohon beringin tengah." Ucapan Azhera terpotong olehnya.

Mendengar penuturan Harsha membuat Azhera merotasikan kepalanya 90 derajat ke kanan. Tidak jauh dari tempatnya berdiri nampak pohon beringin yang terletak di tengah taman kota.

"Jangan ke mana-mana, gue ke sana!"

Setelahnya Azhera bergegas menuju tempat yang dimaksud oleh Harsha tanpa menghiraukan panggilan teleponnya yang belum sempat ditutup olehnya. Tanpa gadis itu ketahui, seseorang di seberang teleponnya tengah berusaha menyembunyikan senyumnya saat mendengar nada bicaranya yang panik itu.

Azhera celingukan ke sana ke mari mencari batang hidung Harsha yang masih belum juga nampak. Sedangkan Harsha sengaja membiarkannya padahal ia sudah lebih dulu melihatnya.

"Azela!" panggil Harsha yang sudah tidak tega melihat kawan barunya itu kebingungan mencari keberadaannya. Lantas ia pun mendapatkan tatapan datar dari Azhera setelahnya.

"Sorry," ucapnya disertai jari tengah dan jari telunjuknya yang terangkat menunjukkan simbol damai. "Lagian lo enggak baca chat gue, sih!"

Ternyata itu alasannya. Azhera tidak bisa seutuhnya menyalahkan Harsha. Lagi pula ponselnya dalam mode silent, itulah sebabnya ia tidak tahu jika Harsha sempat mengiriminya pesan.

"Sorry juga soalnya hp gue silent mode. Makan, yuk!"

Netra Harsha bergulir pada tangan kanan Azhera yang mencekal erat empat kantung plastik berwarna putih. Kemudian, telapak tangan Harsha tergerak membersihkan tempat untuk Azhera duduk di sebelahnya.

Dua pohon beringin besar yang terletak di tengah-tengah taman kota Wijaya Kusuma ini memang sering dijadikan tempat bersantai oleh para pengunjung. Sebenarnya di sekeliling taman kota sudah disediakan kursi panjang dengan jarak sekitar 5 meter antar kursi.

Sedangkan di bawah dua pohon beringin itu dibuat seperti pembatas di sekelilingnya yang sengaja didesain sebagai tempat duduk para pengunjung. Tak banyak dari mereka juga memilih duduk tanpa alas di atas rerumputan hijau yang selalu dipotong pendek oleh petugas kebersihan taman kota.

"Terima kasih," kata Azhera sebelum ia mengambil posisi duduk di samping Harsha. Dengan cekatan tangannya membuka kantung plastik dan membagi rata apa saja yang sudah ia beli tadi. "Ayo makan, Sha."

"Lo makan sebanyak ini?"

"Gue belum sempat makan siang tadi, Sha," jawab Azhera sembari menunjukkan cengiran khasnya. "Lo bisa bawa pulang makanannya kalo lo masih kenyang, Sha."

Harsha mengangguk saja. "Thanks, Azela. Kapan-kapan gue traktir lo makan seafood, deh!"

"It's okay! Oh, iya! Lo suka pedes enggak? Cobain, nih, bakso bakarnya enak pol!" Tangan Azhera terulur memberikan satu tusuk bakso bakar miliknya yang dilumuri sambal cabai pada Harsha.

"Enggak pedes banget, 'kan?" Azhera menggeleng. Hal itu membuat Harsha tertarik mencicipinya. Di sisi lain Azhera tidak tahu jika pemuda di hadapannya tengah berusaha setengah mati menahan gejolak mual di perutnya saat melihat makanan itu.

Tanpa disadari keduanya telah menghabiskan waktunya bersama hari ini. Tanpa mereka sadari pula, kedekatannya bertambah seiring berjalannya waktu. Keduanya pun sama-sama berharap, semoga hubungan pertemanan mereka berjalan langgeng.

See you in the next chapter!
Selesai atau tidaknya, kupasrahkan semua pada Tuhan :v

He is Lying [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang