13 - Sarapan Bersama

30 20 15
                                    


Seorang pemuda tampak berjalan dengan langkahnya yang gusar. Ia berlarian menuju garasi beserta kunci motor yang digenggam erat. Dengan cekatan ia menyalakan mesin motornya itu kemudian meninggalkannya begitu saja.

Ia kembali berlarian masuk ke kamar mencari jaket biru gelapnya. Tangan kirinya meraih baseball hat yang tergeletak begitu saja di atas nakas setelah ia keringkan semalam. Sementara tangan kanannya sibuk memainkan gawai, mencari nomor seseorang yang sejak malam hingga pagi ini tidak menjawab panggilannya.

"Semoga Azela baik-baik aja." Itulah kalimat yang sedari tadi terucap dari mulutnya.

Bagaimana tidak khawatir? Saat ia mengantarkan gadis itu pulang, Azhera terlihat begitu pucat. Pada saat itu juga Azhera memaksanya untuk segera pulang dan terus mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

Harsha takut Azhera jatuh sakit setelah pergi bersamanya. Tak ingin membuang waktu lagi, Harsha segera mengeluarkan kuda besinya dari garasi dan melesat begitu saja menuju rumah Azhera.

Di sisi lain, gadis yang sedang dikhawatirkan Harsha tengah duduk di balkon kamarnya sembari menikmati lemon tea buatan seseorang yang sedang ia rindukan. Kepalanya bersandar pada lengan kekar dan membiarkan orang itu mengelus lembut kepalanya. Perlahan rindunya mulai terobati.

"Ale enggak mau mandi dulu?"

Azhera beranjak dari sandarannya. Ia menatap seseorang di sampingnya itu dengan menaikkan sebelah alisnya. "Harusnya Ale yang tanya itu ke Abang."

"CK! Abang, mah, mandi enggak ada sepuluh menit juga udah rampung."

"Bangga? Ale yang mandi lima menit selesai biasa aja, tuh!"

Sontak ucapan Azhera membuat kakak laki-lakinya itu gemas dengan ekspresinya. Tangannya yang kekar berhasil meraup wajah adiknya, membuat gadis itu berdecak kesal. Tidak Harsha tidak Arlana, kenapa keduanya begitu gemar meraup wajahnya?

Azhera tergerak meraih cangkirnya. Lemon tea buatan Arlana memang selalu membuatnya candu. Aromanya begitu segar, begitu juga dengan rasanya yang berbeda dari buatannya sendiri. Azhera menyesap lemon tea-nya pelan.

Setelah meletakkan kembali cangkir itu ke atas meja kecil yang ada di balkon, ia kembali menyandarkan kepalanya di bahu kekar Arlana. Sekedar menikmati sejuknya udara pagi hari bersama orang yang ia rindukan rasanya begitu menyenangkan. Nyaman dan tenang.

Arlana benar-benar menepati janjinya untuk mengunjungi Azhera saat liburan akhir semester ganjil ini. Namun, Arlana datang sendirian. Padahal ia sudah berjanji akan datang bersama Hana, ibunya.

Arlana mengatakan jika Hana tengah mendapat orderan menjahit yang cukup banyak dan harus diselesaikan dalam waktu dekat. Ia yang awalnya hendak mengajak sang istri bersamanya pun urung. Itu karena Hana yang meminta izin pada Arlana agar menantunya—Dyandra— itu membantu dirinya yang mulai kewalahan menggarap orderannya.

Azhera sedih mendengarnya. Sebenarnya Azhera ingin sekali berlibur di desanya, tapi Hana melarangnya. Hana membernya wejangan agar pulang setelah kelulusannya saja. Gadis itu sedikit kecewa mendengarnya, tapi setidaknya rasa rindunya dengan keluarga sedikit terobati setelah kedatangan Arlana.

Samar-samar terdengar suara mesin motor yang masuk ke pekarangan rumahnya. Tak lama setelahnya bunyi klakson yang cukup familiar di telinga Azhera. Harsha? Menyadarinya membuat gadis ini beranjak dari duduknya dan bergegas keluar.

"Ale ke mana?"

Azhera tak menggubris pertanyaan Arlana. Cepat-cepat ia membuka pintu rumahnya dan benar saja, Harsha muncul tepat di hadapannya.

He is Lying [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang