"Kamu melakukan kekerasan, Azhera!" tegas orang itu."Apa salahnya melakukan perlawanan untuk melindungi diri sendiri, Pak?" Azhera tahu, orang itu adalah pak Amar. Kepala kesiswaan SMA Jathayu.
"Dia yang memulai, Pak!" elak Jauhar yang mencoba melakukan pembelaan diri.
"Cepat pergi ke ruang BK dan kalian harus mendapatkan sanksi karena telah melanggar aturan sekolah!"
"Jika Bapak tau peribahasa lempar batu sembunyi tangan, maka Bapak akan menemukan contoh pelaksanaannya pada anak itu," sindir Azhera tanpa berniat menatap wajah Jauhar yang hanya membuatnya semakin muak.
"Siapa yang lempar batu sembunyi tangan, hah?"
Tangan kiri Azhera terlalu gatal untuk tidak menampar wajah pemuda yang berteriak di hadapannya itu. "Lo nggak perlu—"
"Azhera! Cepat pergi ke ruang BK sekarang juga dan kami akan memanggil orang tua kalian ke sekolah!" Ucapan Azhera terpotong oleh pak Amar yang meninggikan suaranya saat melihat aksi salah satu anak didiknya itu.
"Aku berjanji akan diam setelah ini jika Bapak berhasil membujuk orang tuaku untuk datang ke tempat ini. Satu hal lagi, Pak. Setidaknya Bapak bisa melihat kebenarannya lebih dulu," tutur Azhera seraya menunjuk CCTV yang bertengger tak jauh di atas pintu masuk kelas. "Permisi."
Azhera benar-benar tidak mempedulikan apa yang akan terjadi selanjutnya padanya. Gadis ini berlalu meninggalkan pak Amar dan Jauhar yang masih berdiri di koridor kelas dua belas.
Pasalnya, ini bukan kali pertamanya Azhera berurusan dengan pak Amar. Tetapi, mungkin kali ini terhitung cukup parah. Azhera terlalu berani untuk menampar Jauhar selaku kemenakan pak Amar di hadapannya langsung.
Tak lama kemudian, Harsha menampakkan dirinya di ambang pintu. Dengan mata setengah terpejam pemuda ini berusaha menetralisir cahaya yang masuk ke kornea matanya. Netra Harsha hanya mampu menangkap dua orang laki-laki yang tengah berjalan menjauh dari koridor kelasnya dan punggung teman barunya yang kini lenyap di balik tembok ruang UKS.
Harsha sengaja tidak berteriak memanggil Azhera karena ia masih mampu berjalan cepat untuk segera menyusul langkah gadis itu. Sekuat tenaga Harsha berusaha mengumpulkan kesadarannya sembari terus berjalan mengejar Azhera.
Benar saja. Setelah melewati gedung kelas sebelas, Harsha telah menemukan Azhera yang tampak berbelok menuju parkiran sekolah.
"Apa dia bawa motor juga?" gumamnya. "Azela!"
Merasa namanya terpanggil, Azhera memutar tubuhnya 180 derajat menghadap sumber suara. Ia paham betul dengan siapa orang itu hingga Azhera memutuskan untuk menunggunya. "Kayak siput!"
"Enggak jadi nginep di kelas?" sindir Azhera setelah Harsha sampai di hadapannya.
"Lo bawa motor?"
Azhera menggeleng. "Sepeda."
"Tinggal aja sepedanya. Lo pulang sama gue."
"Terus besok gue berangkat ke sekolah jalan kaki?" sinis Azhera yang kini tidak setuju dengan usul Harsha.
Harsha berdecak malas. "Gue jemput, lah! Ribet banget heran."
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Lying [On Going]
ספרות נוער"Melepas apa yang udah jadi candumu memang susah, Sha. Tapi, gue yakin lo pasti bisa! Lo pasti bisa, Harsha!" -Azela Azhera "Gue nggak janji, Azela." -Zhayu Harsha Putra . . . Picture from Pinterest Edit by Fitrahul Ghani