14 - Tak Biasa

29 20 23
                                    

Azhera tak mengira jika Arlana bisa sedekat itu dengan Harsha. Bahkan keduanya kini tampak layaknya seorang teman yang telah lama tak berjumpa. Seharian mereka menghabiskan waktu bersama di tempat tinggal Azhera.

Mungkin liburan kali ini akan menjadi liburan paling berwarna bagi Harsha. Tawanya yang jarang ia tunjukkan pada orang-orang bahkan terekspos begitu saja di hadapan Azhera dan Arlana. Ia tak ingin menyia-nyiakan momen langka yang membuat kebahagiaannya merambat pesat seperti saat ini.

Malam itu Harsha bahkan pulang cukup larut. Itu karena Arlana yang mengajak Harsha bermain game online hingga tak ingat waktu. Tak apa, itu tidak masalah besar baginya. Lagipula saat-saat liburan seperti ini Harsha juga hanya akan menghabiskan waktunya seharian bersama Azhera.

Bagi Harsha, tak ada kegiatan yang lebih menyenangkan daripada melihat segala tingkah random Azhera saat bersamanya. Senyum dan tawa yang selalu terbit dari bibir Azhera tak pernah gagal untuk membuatnya turut merasakan kebahagiaannya.

Saat itu juga perhatian Arlana teralihkan begitu saja semenjak kedatangan Harsha. Seketika ia melupakan adiknya dan asik dengan dunianya bersama Harsha. Arlana tak menyangka jika Harsha cukup piawai bermain game online. Kerap kali ia berteriak heboh kala poin Harsha lebih unggul darinya.

Sementara Azhera hanya memperhatikan kedekatan kakaknya dan teman sebangkunya itu. Azhera kira keduanya tak akan sedekat itu. Laki-laki yang usianya terpaut tujuh tahun lebih tua darinya itu malah terlihat seperti sedang nostalgia masa mudanya. Masa dimana hari-harinya ia habiskan hanya untuk bermain game atau bepergian beasiswa kawan-kawannya.

Kesokkan harinya Harsha kembali datang. Hari itu juga Arlana mengajak adiknya ke pantai bersamanya. Jika saja Azhera tidak meracau ingin pergi ke pantai bersamanya sejak gadis itu membuka matanya, Arlana akan lebih memilih duduk di rumah daripada berpanas-panasan hanya untuk menonton hamparan air asin itu.

Sebenarnya tujuan Azhera mengajak kakaknya pergi ke pantai tak lain hanyalah untuk menguras isi dompetnya. Gadis itu menyeret Arlana ke kedai yang menjual seafood di sekitar pantai. Tentu saja Arlana hanya pasrah menurut padanya.

Sorenya, sepulang dari pantai, Azhera meminta Harsha untuk bertukar motor dengan Arlana. Gadis ini ingin memamerkan kemampuannya yang sudah bisa mengendarai motor selain motor matic pada Arlana.

Harsha pun menurut saja. Agaknya kedua lelaki itu sedikit sulit untuk tidak mengiyakan permintaan Azhera.

"Pegangan yang kenceng, Bang!" teriak Azhera sebelum ia menambah kecepatan motor Harsha yang membuat Arlana mengeluarkan kata-kata bijaknya sepanjang jalan.

Harsha yang saat itu mengenakan motor matic milik Arlana pun berinisiatif menyalip Azhera. Melihatnya membuat gadis itu merasa tertantang hingga berakhir dengan aksi kejar-kejaran dengan Harsha sepanjang jalan pulang.

"Harsha kurang ajar! Pasti dia, kan, yang ngajarin Ale kebut-kebutan kayak gini? Liat aja nanti!" oceh Arlana sembari memeluk erat adiknya dari belakang.

Sementara hingga siang hari ini belum ada tanda-tanda kemunculan Harsha di pekarangan rumahnya. Apa jangan-jangan anak itu menganggap serius perkataan Arlana yang melarangnya bertemu dengan Azhera karena masalah motor kemarin? Atau memang Harsha tengah sibuk hari ini?

Entahlah. Ponselnya masih menginap di tukang servis sehingga ia tak bisa menghubungi kawannya  itu. Azhera sudah berniat mampir ke rumah Harsha setelah mengambil ponselnya nanti.

"Abang pulang jam berapa nanti?" tanya Azhera yang kini mengambil duduk di tepian ranjang Arlana. Lelaki itu sibuk merapikan tampilannya di depan cermin.

"Kayaknya enggak lebih dari jam delapan."

"Edan, lama banget! Itu acara temu kangen atau musyawarah karang taruna?"

Hari ini Arlana akan pergi ke acara reuni yang berkedok nongkrong bareng rekan seangkatannya semasa SMA. "Udah ganteng, 'kan?"

Azhera menyisir penampilan Arlana dari bawah hingga ke atas. Ia mengenakan jeans hitam selutut, atasan kaos putih yang dibalut dengan kemeja hitam lengan pendek milik Azhera, dan baseball hat hitam yang juga milik Azhera.

"Ganteng, sih. Tapi, mending Abang ganti celana, deh!"

"Enggak, ah! Takut kelewat ganteng. Udah, ya, Abang pergi dulu, bye!"

Azhera menatap datar kakaknya yang melenggang pergi meninggalkannya. Masa bodoh, ia juga akan pergi setelah ini.

•••=•••

"Kemarin udah dibayar atau belum, ya, Bang?"

"Udah, tadi Arlan mampir ke sini."

"Eh? Tadi? Yaudah, deh, terima kasih banyak, ya, Bang."

Azhera kembali mengayuh sepedanya usai mengambil ponselnya di tempat servis HP. Kebetulan jarak tempat servis ke rumah Harsha tidak terlalu jauh, itu sebabnya Azhera berinsiatif untuk mampir.

Tak lama Azhera sudah sampai di kediaman Yohan. Motor hitam Harsha terparkir begitu saja di garasi, tandanya pemuda itu ada di rumah. Azhera bergegas mengetuk pintu sembari memanggil nama pemuda itu.

Tiga kali Azhera mengulanginya dan masih belum ada tanda-tanda kemunculan Harsha. Tangannya tergerak merogoh saku untuk mengambil ponselnya yang baru saja selesai diperbaiki. Ia mencari nomor Harsha untuk menelponnya.

"Apa dia tidur, ya?" gumam Azhera saat tak mendapat jawaban atas panggilannya.
Hingga terlintas di benaknya untuk mencoba membuka kenop pintu yang rupanya tidak Harsha kunci. Perlahan gadis ini masuk ke dalam. Ia hanya ingin memastikan apakah Harsha baik-baik saja atau tidak. Azhera khawatir mengingat Harsha yang tinggal sendirian  selama masa liburan ini. Kata Harsha, Yohan sedang disibukkan oleh pekerjaannya.

"Sha?"

"Harsha?"

"Permisi!"

Masih tak ada jawaban dan membuat Azhera semakin memberanikan diri untuk masuk ke ruang tengah. Kini dirinya dibuat terkejut kala mendapati Harsha yang terkapar begitu saja di sofa.

"Sha? Harsha lo kenapa?" Azhera panik.

"Azela?" Pemuda itu berusaha bangkit dari posisinya yang kemudian bersandar pada sandaran sofa.

"Lo sakit, Sha? Udah minum obat belum? Gue anterin ke dokter, ya?"

"Dokter? Lo sakit?" Harsha malah membalikkan pertanyaannya yang membuat Azhera mengernyit heran.  Nada bicaranya pun terdengar lebih sarkas.

Penampilan pemuda ini cukup berantakan. Kulitnya pucat, bibirnya kering, pupilnya nampak membesar. Ada apa dengannya?

"Lo ada simpanan obat enggak? Biar gue—"

"Enggak usah banyak omong, deh, Zel!" Kerutan di dahi Azhera semakin dalam. Apa maksudnya dia berbicara seperti itu padanya?

"Harsha, lo kenapa, sih?"

"Pulang, Azela."

"Lo ngomong apa, sih, Sha? Gue cuma mau jengukin lo."

"GUE BILANG PULANG, AZELA, PULANG! Pergi lo dari sini!" Pemuda ini berteriak tepat di hadapan Azhera. Azhera terkejut bukan main. Otaknya bahkan masih berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

"NGAPAIN APA LO KE SINI KALO CUMA BUAT GUE TAMBAH SAKIT? BUAT APA, AZELA?"

Azhera masih terdiam membiarkan pemuda itu meneriakinya. Saat melakukan kontak mata, ia mampu menangkap netra Harsha yang mulai memerah beserta pupilnya yang tampak membesar.

"Gue bukan teman yang baik buat lo, Zel."

See you in the next chapter!

======
Author ini hanya bisa menghancurkan ekspektasi pembaca dengan membuat tulisannya ke sana kemari tanpa arah.

Sekian, terima kasih:v
======

He is Lying [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang