8

2.1K 389 21
                                    

Happy reading

***



"Pangeran, kereta anda sudah siap." Pelayan datang memberitahu.

Pangeran Xi pun mulai mengenakan jubah bulu rubahnya dengan di bantu Huashi, sementara itu, sang istri yg seharusnya melakukan itu kini sibuk menatap huruf-huruf yg ada di dalam buku. Sepertinya, huruf-huruf tersebut lebih menarik perhatiannya daripada penampilan indah seorang pangeran Xi.

Huashi tidak bisa untuk tidak murung ketika mengamati wanfei yg selalu bersikap acuh pada tuannya. Padahal tuannya sudah sangat baik dan peduli padanya, tapi itu tampaknya masih belum cukup untuk menarik simpati wangfei.

Huashi merasa sakit hati, dan kasihan pada tuannya.

"Kenapa melamun? Apa yg kau pikirkan?" Pangeran Xi mengejutkannya dengan pertanyaan tersebut.

Huashi buru-buru meminta maaf atas perilakunya tersebut. Pangeran Xi lantas menyuruhnya pergi meninggalkan ruangan itu.

Kini hanya ada mereka berdua di dalam kamar. Pangeran Xi berjalan mendekat ke sang jenderal.

"Istri, suamimu akan pergi. Apa kau tidak mau mengantarnya?"

Pria itu menggelengkan kepalanya sebagai tanda penolakan.

"Istriku sungguh tega. Baiklah, aku tidak akan memaksamu." Pangeran Xi siap melangkah pergi, tapi sebelum ia sempat membuka pintu, ia menoleh kembali ke arah pria itu.

"Istri, kau akan mendengarkan saran suamimu ini, kan? Jangan pergi kemana-mana. Tetaplah di dalam kamar dan tunggu aku pulang." Ia tidak lupa memperingatinya.

Setelah mengatakan itu ia membuka pintu dan suara langkah kaki yg berjalan menjauh kini sudah tidak terdengar lagi. Pangeran Xi kini sudah pergi menuju istana.

"Jenderal, apa anda akan benar-benar menurutinya?" Tiba-tiba Wenning sudah masuk melalui jendela dan berdiri di sampingnya.

Wang Yibo tidak langsung menjawab, pria itu tampak berpikir saat ini.

"Jenderal, pangeran Xi adalah bagian dari kerajaan Xi. Kita tidak bisa mempercayainya semudah itu."

"Aku tahu. Lakukan seperti rencana sebelumnya. Jika gagal, ubah ke rencana kedua." Perintahnya.

"Baik." Wenning pun pergi.

Jenderal Wang tampaknya tidak mengindahkan saran yg di berikan oleh pangeran. Meski ada sedikit keraguan di dalam hatinya, pria itu tetap melaksanakan rencananya.

Kerajaan Xi selalu memberlakukan jam malam bagi warganya, namun dalam rangka memperingati ulang tahun raja mereka, khusus pada malam ini hal itu tidak di berlakukan. Dan jalanan ibu kota kita tampak penuh dan ramai di padati oleh para warga yg turut ikut memeriahkannya. Para pedagang mendirikan kios di tepi jalan dan dengan lantang menawarkan dagangannya dengan semarak. Suasana ibu kota pada malam ini tampak begitu meriah dan sangat hidup.

Xiao Zhan mengangkat sedikit tirainya untuk mengintip jalanan ibu kota. Perasaannya sungguh tidak nyaman ketika memikirkan pria itu. Ia khawatir jika pria itu tetap kekeuh untuk melaksanakan aksinya.

Dalam buku aslinya, jenderal Wang yg melakukan penyusupan ke dalam istana tidak sengaja di kenali oleh putra mahkota, pria itu seharusnya bisa lolos dengan muda, tapi Wenning juga tertangkap, dan demi menolong bawahannya ia sengaja menjadikan dirinya umpan demi membuat Wenning bisa kabur. Jenderal Wang pun kembali di tahan dan di siksa dengan lebih keras, dan pangeran Xi juga terkena imbasnya. Hal itu tentu membuat pangeran Xi murka, sehingga ketika ia di bebaskan dari penjara dan kembali ke kediaman pangeran keenam, pemuda itu pun juga ikut memberikan siksaan untuknya.

Pangeran Dan Istri Jenderalnya.(end In Pdf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang