3.

246 25 5
                                    

“Wooyoung?”

Pemilik suara berat tersebut mengulurkan lengannya guna membantu Wooyoung yang tengah jatuh terduduk diatas lantai, “Lo gak papa Woo?” Ya, terdengar dari suaranya sosok yang tengah memegangi kedua bahu sempit Wooyoung tersebut ialah milik Ian.

“Woo?” panggil Ian sekali lagi lantaran Wooyoung belum juga memberikan respond apapun, kepala tersebut tetap menunduk kebawah.

Menyeka air matanya yang terus mengalir serta mengatur nafasnya yang mencekat Wooyoung lekas menyahut pertanyaan Ian, “Gak papa kok kak, maaf gue jalan gak liat liat” masih dengan kepala menunduk ia berujar. “Gue permisi kak, sekali lagi maaf” imbuh Wooyoung membungkukkan badannya berniat berpamitan dengan Ian.

Lengan Wooyoung tetap ditahan oleh Ian, tentu tenaga Ian lebih besar dibandingkan Wooyoung yang mencoba ingin kabur begitu saja setelah air mukanya didapati oleh Ian sedang tak baik baik saja.

“Ikut gue dulu Woo, I know lo butuh tempat bersandar” tanpa menunggu jawaban Wooyoung, Ian menarik lengan Wooyoung untuk ikut paksa dengan si pria jangkung itu.

Tak tahu mengapa Wooyoung tak sanggup meredam isak tangisnya yang semakin ingin ia pecahkan begitu saja saat ini, maka dari itu dirinya ingin segera tiba di apartemennya guna mengeluarkan seluruh tangisnya.

“Bajingan banget ya?” celetuk Ian membuka suara sembari menatap Wooyoung berdiri membungkuk disudut lift.

Wooyoung masih ingin bungkam, mempersilahkan sang lawan bicara melanjutkan ucapan tak berkonteksnya.

Ting!

Beruntung pintu lift terbuka, kecanggungan diruang sempit tersebut berakhir walau mungkin kecanggungan akan tercipta kembali kala keduanya memasuki kediaman mewah milik Ian yang hanya berjarak 2 lantai milik San.

Sang pemilik hunian mempersilahkan Wooyoung masuk terlebih dahulu, “Come in” Wooyoung memegangi ujung bajunya, dirinya sungguh merasa canggung secara dahulu dirinya tak terlalu dekat dengan Ian.

“Gak usah sungkan Woo, santai aja. Enggak enggak kalo lo gue culik” canda Ian menunjukkan kekehannya, “Duduk dulu, gue ambilin minum” setelah mempersilahkan Wooyoung menduduki sofa empuk miliknya, Ian lekas berjalan ke dapur guna memberikan secangkir minuman hangat untuk Wooyoung.

Walau terkesan tak sopan, mata Wooyoung bergerak menelisik hunian milik sang kakak tingkat beda fakultasnya ini, interiornya sungguh menggambarkan si pemiliknya; mewah, elegant, dan berkelas. Berbagai foto terpajang disana, kebanyakan foto dengan keluarga dan teman serta beberapa action figure karakter superhero.

“Coklat panas buat ngebalikin mood lo” satu cangkir berisikan coklat panas Ian berikan untuk pria manis yang tengah terduduk canggung di sofa ruang tv nya.

“T-thanks kak” dengan senang hati Wooyoung menerima secangkir coklat panas yang dengan repot repot Ian buatkan untuk dirinya.

Hening mulai melanda kala Ian hanya berdiam diri sembari menatap lekat Wooyoung, sementara Wooyoung yang merasa kebingungan dengan Ian yang menatapnya begitu amat lekat. Ian mengubah posisi duduknya, yang semula bersandar pada armrest sofa membungkuk mencondongkan badannya untuk lebih dekat menatap Wooyoung.

“Entah kenapa gue lebih suka waktu San masih sama lo dibanding sama yang ini Woo” ujar Ian mendadak, bermaksud menjelaskan konteks dari celetukannya kala didalam lift.

Dengan membaca raut kebingungan yang terukir pada mimik Wooyoung, Ian membubuhi “San changed a lot Woo” lantas menjedanya sejenak guna meneguk wine-nya terlebih dahulu sebelum melanjutkan ujarannya “San can’t control his emotions. Bahkan dia sering minum pill penenang buat ngatasi itu, demi biar keliatan kuat dihadapan pacar barunya hahahaha konyol. Dia bahkan bisa menderita overdosis kalau ngekonsumsi obat itu secara terus menerus Woo”

Begin Again (Sanwoo) [Reworking]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang