Biru terlihat gelisah ketika Heca dan Anyelir belum juga tiba di rumah, padahal jam sudah menunjukan pukul sembilan malam. Mungkin sudah satu jam lebih Biru menunggu mereka di kursi depan rumah, berharap keduanya tiba-tiba datang, dia sudah menghela napas berkali-kali perasaanya begitu tak tenang meski Atri sudah berkata jika mereka akan baik-baik saja. Malam yang gelap serta suara binatang malam yang terus berbunyi dengan kencang membuat Biru terlarut dalam pikirannya, dia mengacak rambur frustasi kemudia bangkit dari kursinya.
Lelaki itu memilih untuk mencari mereka, dia berjalan keluar dari gerbang menelusuri jalan yang tampak sunyi. Setiap rumah yang dilewatinya memiliki halaman yang begitu luas dengan pagar menjulang tinggi. Jika biasanya kebanyakan orang memasang pagar besi maka disini berbeda, mereka menjadikan tanaman boxwood sebagai pagar dengan tinggi 2 meter bahkan ada juga yang lebih tinggi dari itu, sampai Biru merasa dia tengah berjalan di hutan yang minim pencahayaan.
Dari kejauhan Biru bisa mendengar suara gelak tawa dari salah satu kedai kopi, langkah kakinya langsung tertuju kesana dan benar saja dia melihat Anyelir dan Heca yang tengah tertawa bersama seorang Nenek yang ikut tertawa juga, mereka terlihat tengah menonton sesuatu di ponsel Heca dengan posisi Heca berada di tengah.
Biru bernapas lega saat melihat mereka baik-baik saja, entah mengapa jika malam sudah larut dan dia belum tidur pikirannya langsung kemana-mana. Biru kembali berjalan untuk pulang ke rumah, tanpa menghampiri keduanya Biru memilih untuk berbicara besok saja dengan Anyelir.
Biru juga sudah mengirim pesan pada Liora untuk berhenti mengganggu Anyelir, dan ia sudah memutuskan pertemanan mereka, begitupun dengan Ganes karena lelaki itu juga setuju untuk tidak berhubungan lagi dengan Liora. Hanya karena dia berteman dengan Liora ia ikut di pandang orang jahat oleh mereka. Sesampainya di depan rumah Zafir, Biru bisa melihat Aslan dan juga Ara tengah duduk di kursi yang tadi ia duduki, mereka terlihat sedang berciuman. Lelaki itu buru-buru masuk mengabaikan Ara yang begitu terkejut dengan kedatangan nya, sedangkan Aslan terlihat biasa-biasa saja.
***
Udara segar dan sejuk menyapa setiap sudut, suara gemercik air dari sungai di dekat rumah yang mengalir pelan serta nyanyian burung-burung kecil yang riang menyapa pagi pertama Anyelir di pedesaan ini. Gadis itu membuka jendela yang menampilkan kebun sayur sederhana milik Atri yang ada di samping rumah, ia mengeratkan kardingan rajutnya karena merasa lebih dingin ketika ia membuka jendela.
"Ayo kak, kita ke dapur makan," ajak Heca setelah selesai dengan skincare paginya. Anyelir pun mengangguk lalu mengikuti Heca keluar dari kamar. Di dapur Atri sudah menyiapkan beberapa makanan yang baru saja ia pesan dari tempat makan satu-satunya yang ada di sini. Jadi Anyelir tidak perlu membantu nya untuk masak, padahal Anyelir sudah bangun pagi-pagi untuk membantu wanita itu memasak, namun Atri malah menyuruhnya untuk tidur lagi karena masih pagi.
"Wih, nasi liwet sama pecel ayam!" seru Heca melompat-lompat kesenangan, dia menarik tangan Anyelir untuk ikut duduk di sampingnya. Tak lama Biru serta yang lainnya ikut kumpul di meja makan. Anyelir pikir Biru tidak akan duduk di sampingnya, namun dugaannya salah, sampai membuat Anyelir merasa canggung. Gadis itu membantu menuangkan nasi liwet ke piring Heca dan Biru, lalu merekapun makan sembari sesekali mengobrol ringan.
"Ara ini dulu sahabatan ya sama Biru? Lucu ya dari sahabatan sama Biru, dia bisa deket sama Aslan. Emang kalo jodoh tuh gak kemana," celetuk Atri.
Ara mengangguk salah tingkah. "Kayaknya Ara sama Anyelir ini mirip ya, pada imut-imut wahh ... Kakak Adek ini seleranya yang pada imut," lanjut Atri berniat menggoda kakak beradik itu, namun Aslan langsung berdecak tak suka hingga membuat semua orang yang berada di meja makan menatap ke arahnya, kecuali Biru dan Ara.
Selanjutnya tak ada lagi pembicaraan lain diantara mereka, sampai acara sarapan pagi selesai. Kini mereka semua bersiap untuk mengunjungi pabrik serta peternakan sapi, karena Bunda ingin tahu sebab kemarin dia tidak ikut dengan Ayah dan Biru. "Bunda aku bareng Kak Anye ya, mau naik sepeda," ucap Heca meminta izin pada Bunda karena lokasinya lumayan dekat.
"Capek loh kalo pake sepeda. Mending naik mobil aja," balas Bunda langsung dibalas gelengan kepala oleh Heca.
"Aku udah ngerencanain ini semalam sama Kak Anye, kebetulan setelah dari peternakan aku mau ke kebun stroberri milik Nenek Isa yang punya kedai kopi itu loh, Bun. Dia ngajak kita kesana."
Bunda melirik Anyelir yang diam saja di samping Keya, akhrnya Bunda setuju. Heca pun langsung memekik senang, dia menarik tangan Anyelir agar berjalan mengikutinya untuk mengambil sepeda yang ada di garasi.
"Biar Kakak yang goes sepedanya, kan kemarin kamu sekarang gantian," kata Anyelir sembari menaiki sepeda itu, menghiraukan kehadiran Biru yang tengah membuka bagasi mobil.
"Okee ... ayo Kak, mobil Ayah udah pada jalan," ajak Heca sembari duduk di jok belakang.
"Duluan ya Bang Biru," pamit Heca melambaikan tangan pada Biru yang masih terdiam sembari memperhatikan mereka. Anyelir langsung menggoes sepedanya dengan perlahan tanpa mau melihat ke arah Biru.
"Seru ... banget tau naik sepeda gini, mana anginnya kenceng banget jadi seger," celetuk Heca nada nya terdengar antusias, Anyelir menanggapi dengan tawa.
"Kak Anye lagi berantem ya sama Bang Biru?"
"Enggak kok, perasaan kamu aja kali."
"Jangan bohong Kak. Aku tau kok, kalau Kak Anye butuh temen cerita mending ke aku aja." Anyelir mengangguk entah mengapa Heca tuh selalu ada tepat waktu disaat dia merasa ada diambang ketidak nyamanan.
"Iya makasih ya Heca," balas Anyelir tulus, mereka kembali mengobrol bebeberapa hal tanpa melibatkan masalah yang sekarang Anyelir tengah hadapi, keduanya sama-sama menikmati perjalanan mereka melewati beberapa perkebunan, rumah juga melewati danau yang terlihat indah dipandangan mereka.
"Nanti pas pulang foto yuk di situ," ajak Anyelir.
"Yuk Kak, nanti aku izin dulu ke Bunda ya, takut mereka nyariin."
Anyelir mengangguk. Dia merasa di belakang mereka ada mobil, Anyelir sudah memelankan goesan sepedanya namun mobil itu tetap ada di belakang mereka. Padahal Anyelir sengaja memelankan goesannya agar mobil itu bisa mendahului nya. "Itu di belakang ada mobil? Kok kayak ngikutin kita terus ya?" tanya Anyelir panik.
Heca pun menoleh ke belakang, dia tersenyum tipis saat tahu siapa yang ada dibalik kemudi. Itu adalah Biru, entah apa masalah yang dihadapi oleh Anyelir dan Biru sampai keduanya saling mendiam 'kan, Heca berharap semoga mereka cepat berbaikan.
"Itu mobil Bang Biru, Kak." Sontak Anyelir tersentak, dia menghela napasnya kasar. Sebenarnya Anyelir menyadari kesalahannya, dialah yang memulai pertengkaran itu terjadi. Namun melihat Biru yang seperti enggan untuk berbaikan Anyelir pun memilih untuk diam, mengikuti apa yang Biru lakukan sekarang. Dia sudah pasrah jika hubungannya dengan Biru memang sebentar lagi akan berakhir, dia sudah lelah.
Anyelir jadi ragu dengan sikap Biru yang tiba-tiba berubah, apakah itu semua palsu? Membuat Anyelir serasa terbang tinggi lalu dijatuhkan begitu saja, apakah dirinya tak sepantas itu untuk dicintai?
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Something About You
RandomAnyelir Dayana sangat mencintai Biru Nevandra, namun sebaliknya.Biru terlihat tidak mencintainya, padahal hubungan mereka sudah berjalan selama enam tahun lamanya. Di dalam hubungan itu, terasa sangat membingungkan. Bahkan hanya Anyelir yang berusah...