Sembilan

199 10 0
                                    

"Lo emang ngga sabaran banget ya Dam?" Kairo akhirnya bersuara Ketika orang yang ditunggu tunggu akhirnya masuk kedalam ruangan yang penuh dengan monitor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo emang ngga sabaran banget ya Dam?" Kairo akhirnya bersuara Ketika orang yang ditunggu tunggu akhirnya masuk kedalam ruangan yang penuh dengan monitor.

"Gue cuma ngajak Briana makan, kai" Hilang sudah Bahasa formal yang selalu Damien gunakan setiap berbicara dengan orang lain. Karena yang saat ini berbicara dengannya adalah Elkairo Alahzer, sepupunya. Jika Briana punya Dylan yang siap membantunya kapanpun, maka Damien punya Kairo.

"Tapi liat sekarang," Kairo membalas sambil tangannya sibuk berselancar pada keyboard.

"Liat ini," ucap Kairo, menunjuk salah satu monitor. "Mobil silver ini ngikutin lo dari lo sama Briana ninggalin rumah."

Damien mengernyitkan dahi. "Lo yakin kai?" Walaupun sudah ada rekaman yang terpampang jelas, Damien masih ragu apakah benar ia sedang diikuti atau hanya sekedar kebetulan.

"Seratus persen. Liat, dia selalu jaga jarak, tapi enggak pernah kehilangan jejak lo."

Damien mengusap dagunya, ekspresinya berubah serius. "Menurut lo, ini ada hubungannya sama tetua keluara Pramoedyo?"

Kairo menghela napas. "Mungkin. Tapi kita nggak bisa langsung nyimpulin. Yang jelas, ada yang ngawasin lo, dan itu bukan pertanda baik."

"Ada lagi yang lo temuin?" tanya Damien.

Kairo mengklik beberapa file, membuka rekaman baru. "Waktu lo makan, orang ini duduk doang dan ngga pesen apapun selama dua jam."

Damien memicingkan mata. Seorang pria berjas hitam duduk sendirian, sesekali melirik ke arah meja Damien dan Briana.

Tiba-tiba ponsel Damien berdering pertanda ada yang menelepon. Saat membaca nama si penelepon Damien enggan untuk mengangkat dan dibiarkannya sampai mati sendiri.

"Udahlah angkat dulu aja" Kairo akhirnya bersuara Ketika untuk kesekian kalinya ponsel milik Damien berdering.

"Kakek engga pernah gangguin lo malem-malem gini. Mungkin beneran ada yang penting" Lanjut Kairo.

"Iya, dia engga setuju sama rencana investasi gue di perusahaannya Briana" Damien menjawab dengan santai, memasukkan tangan kanannya ke saku celana, sementara tangan kirinya masih memegang ponsel dengan panggilan baru saja mati tanpa menganggkatnya.

"Perasaan kakek hampir engga pernah peduli sama kerjaan lo, yang gue tau lo orang paling dipercaya sama dia buat ambil alih dan pegang perusahaannya. Lagian lo investasi bukan dari dana Perusahaan keluarga ini kan?" Kairo bertanya, memutar kursi kerjanya untuk bisa berhadapan langsung dengan Damien.

"Gue pikir juga gitu" Ucap Damien, sambil menyandarkan punggungnya pada dinding terdekat. "Gue pikir kakek ngga akan permasalahin ini asalkan dananya ngga keluar dari Perusahaan punya dia. Tapi masalahnya dia tetep engga setuju, bukan karena gue investasi dengan nominal gede dari Perusahaan gue sendiri, tapi karena gue investasi ke perusahaannya Benjamin, lo tau sendiri kakek ngga akur sama tetua Pramoedya yang satu itu."

PURE BLOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang