Pov Kamar
Salsa duduk di kamarnya, menatap undangan pernikahan yang baru saja dikirimkan padanya. Bulan depan, ia akan menikah dengan Ardi, anak dari rekan bisnis ayahnya. Pernikahan ini dirancang dengan cepat, dan Salsa merasa seolah-olah dia hanya mengikuti arus tanpa bisa mengendalikan arah hidupnya sendiri.
Setiap hari, Salsa berusaha meyakinkan dirinya bahwa keputusan ini adalah yang terbaik, bahwa mungkin seiring waktu, dia akan belajar mencintai Ardi. Namun, di dalam hatinya, Salsa merasakan kekosongan yang tidak bisa diisi hanya dengan kata-kata orang lain. Dia ingin merasa bahagia dan memiliki kendali atas hidupnya, tetapi tekanan dari keluarganya membuatnya sulit untuk melawan.
Setiap kali mencoba berbicara dengan orang tuanya, mereka selalu mengingatkannya tentang pentingnya menjaga kehormatan keluarga dan tanggung jawabnya sebagai anak. Salsa mengerti semua itu, tapi sulit baginya menerima bahwa pernikahan ini bukanlah karena cinta, melainkan sekadar formalitas yang sudah diatur.
Salsa berjalan perlahan menuju dapur, di mana dia bisa mendengar suara ibunya yang sedang sibuk menyiapkan sesuatu. Aroma kue kukus yang manis menguar, memenuhi ruangan dengan rasa nyaman dan nostalgia. Itu adalah salah satu kenangan masa kecil yang paling dia sukai-ibunya selalu membuat kue ini setiap kali Salsa merasa sedih atau butuh semangat tambahan.
Pov Dapur
Saat memasuki dapur, Salsa melihat ibunya, Widya, sedang dengan tekun mengaduk adonan. Wajah ibunya tampak tenang, fokus pada kegiatan yang sudah menjadi rutinitasnya bertahun-tahun. Salsa merasa terharu melihat pemandangan itu, dan tanpa banyak kata, dia mendekat dan memeluk ibunya dari belakang.
"Ma caca kangen banget masakan Mama," ujar Salsa pelan, suaranya hampir tenggelam dalam lembutnya aroma kue.
Widya tersenyum hangat, menepuk tangan Salsa yang melingkari pinggangnya. "Mama juga kangen momen-momen seperti ini caca tahu kan, kue ini selalu spesial buat kita."
Salsa melepaskan pelukannya dan berdiri di samping ibunya, menatap adonan yang sudah hampir siap dimasukkan ke dalam kukusan. "boleh caca bantu, Ma?"
"Tentu, Sayang," jawab Widya, menyerahkan spatula pada Salsa. "Kamu bisa tuang adonannya ke loyang."
Sambil bekerja bersama di dapur, Salsa merasakan beban di hatinya sedikit terangkat. Meski pernikahan yang akan datang masih menghantuinya, saat ini dia ingin menikmati waktu yang ada bersama ibunya, menikmati kebersamaan yang selama ini selalu memberi kekuatan.
Mereka tertawa dan bercerita, sesekali mencicipi adonan untuk memastikan rasanya pas. Dalam kehangatan dapur itu, Salsa merasakan kedamaian yang jarang dia rasakan akhir-akhir ini. Meskipun di luar sana banyak hal yang harus dihadapinya, di sini, bersama ibunya dan kue kukus kesukaannya, dia merasa aman dan dicintai.
Setelah selesai memasukkan kue ke dalam kukusan, suasana di dapur menjadi tenang. Salsa dan ibunya duduk bersebelahan, menikmati kehangatan yang dipancarkan dari kukusan. Salsa merasa nyaman, tetapi ada sesuatu yang masih mengganjal di hatinya. Dia menatap ibunya, ingin tahu lebih dalam tentang apa yang benar-benar penting bagi wanita yang paling dia cintai ini.
"Mama," Salsa memulai dengan suara pelan, "apa yang sebenarnya bikin Mama bahagia di dunia ini?"
Widya terdiam sejenak, seolah merenungkan pertanyaan yang mendalam itu. Dia menoleh pada Salsa, menatap lembut putrinya, sebelum akhirnya menjawab, "Yang paling membahagiakan Mama adalah punya anak yang sholeh dan berbakti kepada kedua orang tua. Itu sudah cukup buat Mama Nak."
Mendengar jawaban itu, Salsa merasa air matanya menggenang. Kata-kata ibunya sederhana, tapi penuh makna dan ketulusan. Perasaan bersalah mulai menyelinap ke dalam hatinya, dan dia tak bisa menahan diri untuk tidak menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Rasa
FanfictionDi Jakarta, ada Salsa, seorang psikolog yang nggak cuma cantik, tapi juga pintar banget. Dia dari keluarga terpandang, jadi dari kecil udah dapet pendidikan yang oke punya. Setiap hari, Salsa kerja di rumah sakit, ngebantuin pasien-pasiennya yang pu...