Setelah semuanya terjadi, Salsa dan Lian akhirnya memutuskan untuk pergi jauh dari semua yang mereka kenal.
Setelah semua tekanan dan konflik dengan keluarga Salsa, terutama ayahnya yang nggak bisa nerima hubungan mereka, mereka merasa nggak ada pilihan lain selain kabur.
Malam itu, semuanya direncanakan dengan diam-diam. Lian udah siapin semuanya. Meskipun hatinya berat, dia tahu ini satu-satunya cara supaya mereka bisa mulai hidup baru bareng. Salsa, yang tadinya ragu dan takut, akhirnya mantap ikut.
Dia merasa ini keputusan yang benar buat kebahagiaannya, meski harus ninggalin semuanya.
Salsa di kamar, ngemas barang dengan hati-hati supaya nggak kedengeran suara apa pun. Lian nyamperin lewat jendela belakang, tangannya menggenggam erat tangan Salsa. Mereka cuma saling pandang sebentar, dan Salsa ngerasa bingung.
"Kita bisa nggak ya lewatin semua ini?" tanya Salsa pelan, matanya mulai berkaca-kaca.
Lian tersenyum, meski ada ragu juga di matanya.
"Kita bisa, Ca. Aku di sini, kamu di sini. Kita jalan bareng-bareng. Gak ada yang bisa pisahin kita."
Salsa cuma ngangguk, meski hatinya masih penuh keraguan. Mereka berdua keluar dari rumah, langsung menuju mobil yang udah disiapin.
Keheningan malam cuma dipecahin suara mobil yang melaju pelan, ninggalin rumah dan segala masalah yang ada.
*****
Sesampainya di tempat yang aman, mereka nggak mau nunggu lagi. Tanpa pikir panjang, mereka memutuskan untuk nikah sirih, cuma berdua.
Nggak ada perayaan besar, nggak ada keramaian. Cuma mereka berdua yang saling janji setia.
Di bawah langit malam, di tempat yang jauh dari hiruk pikuk dunia.
Salsa, dengan suara agak gemetar, akhirnya bilang, "Aku sah jadi istri kamu." Matanya udah penuh air mata, tapi senyumannya lebih lebar dari sebelumnya.
Lian cuma bisa ngeliatnya, sambil pegang tangan Salsa.
"Kamu bukan cuma istri, Ca. Kamu segalanya buat aku."
Mereka peluk, lama. Nggak ada kata-kata lagi, cuma perasaan yang saling menguatkan.
Mungkin dunia luar masih ada, mungkin masalah besar bakal datang, tapi malam itu, yang mereka punya cuma satu sama lain. Cinta yang sederhana, tapi penuh makna.
Kini, mereka siap jalani hidup baru, meski nggak mudah. Tapi mereka berdua yakin, asalkan bersama, semuanya pasti bisa dihadapi.
*****
Setelah mereka menikah, Salsa dan Lian memutuskan untuk tinggal di sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Mereka nggak lagi punya orang tua yang bisa diandalkan, nggak ada keluarga yang datang ngasih nasihat.
Tapi justru di tempat yang jauh dari semuanya itu, mereka merasa bebas. Bebas dari rasa takut, bebas dari tekanan, dan bebas untuk memulai hidup baru, berdua.
Malam pertama mereka di rumah kecil itu, Salsa masih nggak bisa tidur. Di luar, suara angin yang bertiup pelan masuk lewat celah jendela, seolah ikut menemani pikirannya yang gelisah.
Lian yang tidur di sampingnya, mendengkur pelan, wajahnya tenang. Tapi Salsa nggak bisa begitu saja tenang. Ada sesuatu yang mengganjal di dadanya, perasaan campur aduk antara kebahagiaan dan ketakutan.
"Li..." Salsa memanggil dengan suara yang hampir nggak terdengar, sambil menatap langit-langit kamar.
Lian langsung terbangun, matanya masih setengah terpejam, tapi tangannya sudah mencari tangan Salsa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Rasa
FanfictionDi Jakarta, ada Salsa, seorang psikolog yang nggak cuma cantik, tapi juga pintar banget. Dia dari keluarga terpandang, jadi dari kecil udah dapet pendidikan yang oke punya. Setiap hari, Salsa kerja di rumah sakit, ngebantuin pasien-pasiennya yang pu...