Eps 8

1.3K 74 1
                                    

Salsa duduk di meja makan dengan wajah yang masih mengantuk. Matahari baru saja naik, dan aroma kopi yang disiapkan Bi Inah mengisi ruangan.

Salsa mencoba menikmati sarapannya, meski pikirannya masih melayang pada percakapan dengan Lian semalam.

Namun, semua itu buyar saat ayahnya tiba-tiba duduk di hadapannya, membuka pembicaraan dengan nada serius.

“Ca malam ini Ardi dan keluarganya akan datang untuk melamar kamu,” kata papanya dengan tenang, seolah berita itu adalah hal yang biasa.

Salsa langsung tertegun, sendok di tangannya terhenti di udara.

Apa? Malam ini?” tanyanya, mencoba memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

“Ya, mereka akan datang malam ini,” lanjut papanya dengan tenang.

Kita sudah lama merencanakan ini, dan sekarang waktunya tepat.”

Kemarahan mulai membara di hati Salsa.

“Kenapa Papa baru bilang sekarang? Ini terlalu mendadak! Aku… aku nggak siap!” suaranya meninggi, penuh dengan ketidaksetujuan.

Papanya menatapnya dengan pandangan tegas, seperti biasa.

“Ca ini demi kebaikan kamu juga. Ardi adalah pria yang baik, dari keluarga terpandang. Ini kesempatan yang bagus untuk masa depan kamu.”

Salsa menggigit bibirnya, menahan amarah yang hampir meledak. Ia ingin membantah, ingin mengatakan betapa ia membenci gagasan perjodohan ini.

Namun, ia tahu bagaimana ayahnya. Setiap kali ia mencoba melawan, ia selalu dihadapkan dengan ancaman yang membuatnya merasa terpojok.

Pikiran Salsa langsung melayang pada Lian. Bagaimana perasaan Lian jika ia tahu tentang ini? Bagaimana bisa ia menyembunyikan semua ini dari Lian, orang yang kini menjadi bagian penting dalam hidupnya?

Perasaan bersalah dan ketakutan mulai menguasai pikirannya. Ia membayangkan wajah Lian, bagaimana reaksinya jika tahu Salsa akan dilamar oleh pria lain.

Salsa menunduk, berusaha menahan air matanya yang mulai menggenang. Ia merasa terjebak di antara dua dunia yang saling bertentangan—keluarganya yang penuh dengan harapan dan tuntutan, serta Lian yang memberinya kebahagiaan sejati.

“Papa… caca nggak bisa,” ujar Salsa akhirnya, suaranya bergetar.

“Tidak ada pilihan, Ini sudah diputuskan,” jawab papanya tanpa sedikit pun keraguan.

Salsa tahu bahwa protesnya tidak akan mengubah apapun. Ia merasa marah, kecewa, dan bingung.

Bagaimana ia bisa menghadapi Lian setelah ini? Bagaimana ia bisa mengatakan bahwa keluarganya telah mengatur hidupnya lagi tanpa memperdulikan perasaannya?

Dengan hati yang semakin kacau, Salsa bangkit dari meja makan dan pergi ke kamarnya. Ia butuh waktu sendiri untuk menenangkan diri, meski tahu bahwa waktu semakin menipis.

Di dalam hatinya, ia terus memikirkan Lian, berharap bisa menemukan cara untuk menyelamatkan hubungan mereka sebelum semuanya terlambat.

*****

Salsa duduk di ruangannya di rumah sakit, mencoba mengatur napasnya yang tidak teratur. Setelah pembicaraan dengan papanya tadi pagi, pikirannya terus berputar.

Ia tahu ia harus segera memberi tahu Lian tentang apa yang sedang terjadi. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Salsa meraih ponselnya dan menelpon Lian.

"Sayang, kamu lagi dimana?" Suara Salsa terdengar pelan, namun ada kegelisahan yang tidak bisa ia sembunyikan.

Di seberang sana, Lian menjawab dengan nada hangat, "Aku lagi di kafe sayang, Ada apa?"

Simfoni Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang